24 C
Medan
Friday, July 5, 2024

Giok Langka, Beralih ke Bacan

ANDRI GINTING/SUMUT POS BACAN: Seorang wanita menunjukkan batu Bacan saat pameran batu mulia, belum lama ini.
ANDRI GINTING/SUMUT POS
BACAN: Seorang wanita menunjukkan batu Bacan saat pameran batu mulia, belum lama ini.

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Karena batu jenis Giok saat ini sedang sulit didapat, etnis Tinghoa pecinta batu di Medan, beralih ke batu jenis Bacan dan Pancawarna. Karena, kilau warna batu Bacan dan Pancawarna, tidak kalah dengan Giok.

“Kebanyakan etnis Tionghoa suka Giok Maijid dari Birma. Namun, giok jenis itu sudah sangat sulit didapat, walaupun harganya mahal, sampai puluhan juta Rupiah. Begitu juga dengan batu jenis Giok Nevrid yang terbilang bisa didapat di beberapa negara, saat ini terbilang sulit didapat. Makanya mereka beralih ke Bacan dan Pancawarna,” ungkap Ketua Pecinta Batu Permata Sumatera Utara, Marojahan Batubara SE kepada Sumut Pos, Kamis (19/2).

Menurutnya, saat ini kebanyakan etnis Tionghoa di Medan suka memakai batu berwarna hijau, biru, dan merah. Disebutnya, batu berwarna tersebut kebanyakan jenis Bacan, Safir, Ruby dan Kalsadoni.

Hal senada disampaikan ahli dan pengamat batu, Lutfi. Disebutkannya, kebanyakan etnis Tionghoa di Medan pecinta batu sudah beralih ke batu jenis Bacan. Diakatakan Lutfi, selain kekerasan yang terdapat pada batu jenis Bacan yang melebihi batu Giok, alasan peralihan ke batu Bacan itu juga karena warna yang ditampilkan batu Bacan.

“Menurut saya dan juga pengakuan mereka, warna hijau dari Bacan itu bagi mereka Fengsui,” ungkap Lutfi.

Begitu juga dengan aura dingin yang dapat ditimbulkan batu jenis Bacan, menurut Lutfi menjadi alasan etnis Tionghoa di Medan pecinta batu, beralih ke batu Bacan. Terlebih, disebut Lutfi kalau batu jenis Bacan saat ini, sudah tergolong batu mulia, sehingga sejajar dengan batu-batu mulia berstandard internasional. (ain/adz)

ANDRI GINTING/SUMUT POS BACAN: Seorang wanita menunjukkan batu Bacan saat pameran batu mulia, belum lama ini.
ANDRI GINTING/SUMUT POS
BACAN: Seorang wanita menunjukkan batu Bacan saat pameran batu mulia, belum lama ini.

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Karena batu jenis Giok saat ini sedang sulit didapat, etnis Tinghoa pecinta batu di Medan, beralih ke batu jenis Bacan dan Pancawarna. Karena, kilau warna batu Bacan dan Pancawarna, tidak kalah dengan Giok.

“Kebanyakan etnis Tionghoa suka Giok Maijid dari Birma. Namun, giok jenis itu sudah sangat sulit didapat, walaupun harganya mahal, sampai puluhan juta Rupiah. Begitu juga dengan batu jenis Giok Nevrid yang terbilang bisa didapat di beberapa negara, saat ini terbilang sulit didapat. Makanya mereka beralih ke Bacan dan Pancawarna,” ungkap Ketua Pecinta Batu Permata Sumatera Utara, Marojahan Batubara SE kepada Sumut Pos, Kamis (19/2).

Menurutnya, saat ini kebanyakan etnis Tionghoa di Medan suka memakai batu berwarna hijau, biru, dan merah. Disebutnya, batu berwarna tersebut kebanyakan jenis Bacan, Safir, Ruby dan Kalsadoni.

Hal senada disampaikan ahli dan pengamat batu, Lutfi. Disebutkannya, kebanyakan etnis Tionghoa di Medan pecinta batu sudah beralih ke batu jenis Bacan. Diakatakan Lutfi, selain kekerasan yang terdapat pada batu jenis Bacan yang melebihi batu Giok, alasan peralihan ke batu Bacan itu juga karena warna yang ditampilkan batu Bacan.

“Menurut saya dan juga pengakuan mereka, warna hijau dari Bacan itu bagi mereka Fengsui,” ungkap Lutfi.

Begitu juga dengan aura dingin yang dapat ditimbulkan batu jenis Bacan, menurut Lutfi menjadi alasan etnis Tionghoa di Medan pecinta batu, beralih ke batu Bacan. Terlebih, disebut Lutfi kalau batu jenis Bacan saat ini, sudah tergolong batu mulia, sehingga sejajar dengan batu-batu mulia berstandard internasional. (ain/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/