31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Pemko Jangan Terkecoh

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Sebagai langkah penyelamatan Gedung Nasional Medan di Jalan Sutomo Medan, Pusat Studi Sejarah dan Ilmu Sosial (Pusis) Universitas Negeri Medan (Unimed) segera mengirimkan petisi ke Pemko Medan. Petisi itu juga akan melibatkan berbagai elemen masyarakat  dan segera dikirimkan pekan depan.

Hal itu terungkap dalam seminar bertajuk “Penyelamatan Gedung Nasional Medan” yang digelar Pusis Unimed dan Dewan Pengurus Angkatan 66 Sumut di Ruang Sidang A Unimed, Rabu (18/2) lalu.

Ketua Pusis Unimed, Phil Ichwan Azhari mengatakan, bangunan GNM merupakan bangunan bersejarah yang harus dilindungi dari rencana alih fungsi bangunan tersebut menjadi pusat grosir. Tidak hanya GNM, tapi gedung dan tempat bersejarah lain juga harus dikembalikan sebagai cagar budaya Kota Medan. Karena, banyak gedung sudah beralih fungsi dan dilepas dari sejarahnya.

“Memang judulnya GNM tidak diapa-apakan. Tapi, jangan terkecoh dengan modus itu. Kami mengusulkan, Pemko harus mencari mana saja bangunan cagar budaya di Kota Medan. Juga, masyrakat boleh mengusulkan bangunan yang belum jadi cagar budaya agar jadi cagar budaya,” kata Ichwan.

Sementara itu, sosiolog Unimed, Usman Pelly mempertanyakan keseriusan Pemko dan DPRD Medan dalam menjaga, merawat dan melestarikan bangunan sejarah di Kota Medan. Menurutnya, surat permohonan perubahan peruntukan yang diajukan atas nama Alfredo dengan mengatasnamakan yayasan, beberapa waktu lalu, patut dipertanyakan. Pasalnya, surat permohonan itu tanpa kepala surat dan hanya selembar kertas yang dinilainya tidak memiliki kekuatan hokum yang jelas.

“Surat itu dilayangkan hanya selembar, tapi DPRD Kota Medan langsung mengagendakan paripurna. Inikan aneh,” katanya.

Menurut Usman, GMN bisa difungsikan sebagai museum sejarah Kota Medan. Apalagi sampai saat ini, Kota Medan belum memiliki museum.

“GNM merupakan bangunan saksi perjuangan Medan Area melawan penjajahan. Dan ini layak jadi museum. Jakarta saja punya banyak museum, tapi Medan tidak punya satu pun,” ungkapnya.

Sementara, Pelaku Sejarah dan Tokoh Pers Sumut, Muhammad TWH yang merupakan Wakil Ketua Yayasan GNM mengatakan, gedung tersebut merupakan saksi sejarah perkembangan Kota Medan.

“Geudng itu dibangun sekitar tahun 1954, sebagai tempat kegiatan para wartawan dan pertemuann, karena belum banyak saat itu tempat pertemuan yang luas. Jadi, GNM sangat layak dijadikan gedung cagar budaya,” katanya.

Menyikapi hal itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan, Zulkarnain mengatakan, peruntukan lahannya direncanakan sebagai kawasan perdagangan dengan bangunan fisik seperti semula tanpa ada perubahan.

“Tidak ada upaya untuk mengubah fungsi cagar budaya. GNM juga tidak termasuk dalam daaftar bangunan bersejarah,” ucapnya.

Sebelumnya, Sekretaris Daerah Kota Medan, Syaiful Bahri ketika dikonfirmasi wartawan di Balaikota beberapa hari lalu mengatakan, dalam perubahan peruntakan gedung nasional itu, Pemko Medan tidak memilik hak menahan atau menolaknya. “Itu gedung dan tanah milik yayasan. Bukan milik Pemko Medan, jadi tidak ada hak pemko untuk menahanan perubahan peruntukannya,” sebutnya.

Namun, dia mengharapkan, bila nanti disetujui DPRD Medan untuk berubah peruntukkannya secara fisik bangunannya tidak dihancurkan. “Demikian kita berharap ikon sejarah jangan sampai hilang, seperti halnya balai kota ada hotel yang bagus,” ucapnya sembari berlalu.(gus/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Sebagai langkah penyelamatan Gedung Nasional Medan di Jalan Sutomo Medan, Pusat Studi Sejarah dan Ilmu Sosial (Pusis) Universitas Negeri Medan (Unimed) segera mengirimkan petisi ke Pemko Medan. Petisi itu juga akan melibatkan berbagai elemen masyarakat  dan segera dikirimkan pekan depan.

Hal itu terungkap dalam seminar bertajuk “Penyelamatan Gedung Nasional Medan” yang digelar Pusis Unimed dan Dewan Pengurus Angkatan 66 Sumut di Ruang Sidang A Unimed, Rabu (18/2) lalu.

Ketua Pusis Unimed, Phil Ichwan Azhari mengatakan, bangunan GNM merupakan bangunan bersejarah yang harus dilindungi dari rencana alih fungsi bangunan tersebut menjadi pusat grosir. Tidak hanya GNM, tapi gedung dan tempat bersejarah lain juga harus dikembalikan sebagai cagar budaya Kota Medan. Karena, banyak gedung sudah beralih fungsi dan dilepas dari sejarahnya.

“Memang judulnya GNM tidak diapa-apakan. Tapi, jangan terkecoh dengan modus itu. Kami mengusulkan, Pemko harus mencari mana saja bangunan cagar budaya di Kota Medan. Juga, masyrakat boleh mengusulkan bangunan yang belum jadi cagar budaya agar jadi cagar budaya,” kata Ichwan.

Sementara itu, sosiolog Unimed, Usman Pelly mempertanyakan keseriusan Pemko dan DPRD Medan dalam menjaga, merawat dan melestarikan bangunan sejarah di Kota Medan. Menurutnya, surat permohonan perubahan peruntukan yang diajukan atas nama Alfredo dengan mengatasnamakan yayasan, beberapa waktu lalu, patut dipertanyakan. Pasalnya, surat permohonan itu tanpa kepala surat dan hanya selembar kertas yang dinilainya tidak memiliki kekuatan hokum yang jelas.

“Surat itu dilayangkan hanya selembar, tapi DPRD Kota Medan langsung mengagendakan paripurna. Inikan aneh,” katanya.

Menurut Usman, GMN bisa difungsikan sebagai museum sejarah Kota Medan. Apalagi sampai saat ini, Kota Medan belum memiliki museum.

“GNM merupakan bangunan saksi perjuangan Medan Area melawan penjajahan. Dan ini layak jadi museum. Jakarta saja punya banyak museum, tapi Medan tidak punya satu pun,” ungkapnya.

Sementara, Pelaku Sejarah dan Tokoh Pers Sumut, Muhammad TWH yang merupakan Wakil Ketua Yayasan GNM mengatakan, gedung tersebut merupakan saksi sejarah perkembangan Kota Medan.

“Geudng itu dibangun sekitar tahun 1954, sebagai tempat kegiatan para wartawan dan pertemuann, karena belum banyak saat itu tempat pertemuan yang luas. Jadi, GNM sangat layak dijadikan gedung cagar budaya,” katanya.

Menyikapi hal itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan, Zulkarnain mengatakan, peruntukan lahannya direncanakan sebagai kawasan perdagangan dengan bangunan fisik seperti semula tanpa ada perubahan.

“Tidak ada upaya untuk mengubah fungsi cagar budaya. GNM juga tidak termasuk dalam daaftar bangunan bersejarah,” ucapnya.

Sebelumnya, Sekretaris Daerah Kota Medan, Syaiful Bahri ketika dikonfirmasi wartawan di Balaikota beberapa hari lalu mengatakan, dalam perubahan peruntakan gedung nasional itu, Pemko Medan tidak memilik hak menahan atau menolaknya. “Itu gedung dan tanah milik yayasan. Bukan milik Pemko Medan, jadi tidak ada hak pemko untuk menahanan perubahan peruntukannya,” sebutnya.

Namun, dia mengharapkan, bila nanti disetujui DPRD Medan untuk berubah peruntukkannya secara fisik bangunannya tidak dihancurkan. “Demikian kita berharap ikon sejarah jangan sampai hilang, seperti halnya balai kota ada hotel yang bagus,” ucapnya sembari berlalu.(gus/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/