26.7 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Jaksa Didesak Tangkap Rudi Hartono Bangun

Foto: Bayu/PM Kelima anggota DPRD Langkat yang menjadi saksi kasus korupsi markup perjalanan  dinas DPRD, di Pengadilan Negeri Stabat, Eabi (19/8/2014).
Foto: Bayu/PM
Kelima anggota DPRD Langkat yang menjadi saksi kasus korupsi markup perjalanan dinas DPRD, di Pengadilan Negeri Stabat, Eabi (19/8/2014).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lanjutan sidang penyelewengan anggaran perjalanan dinas 50 anggota DPRD Langkat tahun 2012 yang merugikan negara Rp665,9 di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (19/8) siang diwarnai aksi unjuk rasa.

Dalam aksi itu, massa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Berantas Korupsi Sumatera Utara itu mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajtisu) segera menangkap dan menahan Ketua DPRD Langkat, Rudi Hartono Bangun karena terlibat dalam dugaan korupsi APBD Langkat tahun 2012.

Saharuddin, koordinator aksi dalam orasinya di depan gedung PN Medan menyatakan, saat ini perkara sebenarnya sudah disidangkan di Pengadilan Tipikor Medan. Namun menurutnya, Rudi Hartono Bangun yang seharusnya paling bertanggung jawab tetapi tidak tersentuh hukum.

“Malahan Sekretaris Dewan (Sekwan) Langkat, Salman dan mantan Sekwan Supono yang duduk sebagai terdakwa sekarang. Padahal dalam persidangan, hakim sudah jelas memerintahkan agar Rudi Hartono Bangun diperiksa dalam kasus ini, tetapi tidak ada tindak lanjut dari kejaksaan,” teriaknya.

Dalam persidangan, kata Saharuddin, yang utama dipermasalahkan soal anggaran perjalanan dinas anggota DPRD Langkat. Padahal, seluruh rangkaian proses persetujuan agenda perjalanan dimusyawarahkan Badan Musyawarah (Bamus) dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Langkat.

“Itu semua disetujui dan ditandatangani oleh Rudi Hartono Bangun selaku Ketua DPRD Langkat,” katanya. Akan tetapi, lanjut Saharuddin, pihak kejaksaan seolah tutup mata soal keterlibatan Rudi Hartono Bangun ini. “Untuk itu, kami meminta agar Pengadilan Tipikor Medan yang mengadili perkara ini harus mengusut semuanya siapa saja yang terlibat,” katanya.

Kedatangan massa ini disambut oleh Juru Bicara PN Medan Fauzul Hamdi. Kepada demonstran, Fauzul meminta agar semua pihak menghormati proses sidang yang masih berjalan. Soal keterlibatan pihak lain, kata Fauzul, hal itu akan terungkap nantinya dalam persidangan.

“Saat ini masih proses pemeriksaan saksi-saksi di persidangan. Jadi, dari keterangan saksi-saksi ini nanti akan ditemukan siapa saja yang terlibat dari perkara. Untuk itu, kami minta agar kita semua menghormati proses sidang yang masih berjalan ini,” tandasnya. Usai mendengarkan keterangan dari Fauzul Hamdi, massa pun membubarkan diri dengan tertib. Semua atribut demo dibersihkan oleh massa.

 

5 ANGGOTA DPRD JADI SAKSI

Sementara itu, dalam lanjutan sidang dengan dua terdakwa Sekretaris Dewan (Sekwan) H. Salman dan mantan Sekwan DPRD Langkat, H. Supono, 5 anggota DPRD Langkat yang dihadirkan jaksa sebagai saksi kompak mengaku menandatangani kuitansi kosong.

“Kami hanya menerima boarding pass saja, tidak pernah menerima tiket. Dan semua yang bertanggung jawab staf pendamping. Dan kami menanda tangani kuitansi kosong,” jelas Ralin Sinulingga yang diamini empat saksi lain diantaranya, H. Arbai Fojan, Nedy, Samin Sihotang dan Syahrial Effendi Simanjuntak.

“Pembayaran uang selisih harga tiket itu diketahui setelah dilakukan pemeriksaan BPK. Dan pembayaran dilakukan setelah rapat keseluruh anggota dewan,” jelas para saksi lagi. Dalam kesempatan itu, penasihat hukum terdakwa Irfan Harahap sempat meminta agar barang bukti 173 tiket itu untuk dihadirkan dalam persidangan. “Yang mulia, saya meminta agar 173 tiket dalam kasus ini dihadirkan. Karena perkara ini tentang mark-up tiket itu, ini lah nafas dari kasus ini, kenapa tiketnya kok tidak ada dihadirkan sampai saat ini,” pintanya kepada majelis hakim. Kemudian majelis hakim pun menanyakan kepada jaksa tentang tiket tersebut.

“Gimana jaksa, apa membawa tiket tersebut?,” tanya hakim yang diketuai Parlindungan Sinaga.

Mendengar itu, JPU Suheri berdalih pihaknya telah membawa tiket tersebut dalam sidang sebelumnya. “Persidangan sebelumnya sudah dibawa majelis hakim, tetapi tak diminta penasihat hukum terdakwa. Untuk saat ini kami tidak membawanya,” jelasnya.

Kemudian penasihat terdakwa pun kembali menanyakan tentang bukti dari pengembalian uang tersebut, namun kelimanya mengaku tidak memiliki bukti. “Kami tidak memiliki bukti dari pengembalian uang tersebut, yang pasti kami berikan kepada bagian keuangan,” jelas mereka.

Namun Ralin mengaku membayarkan uang selisih tersebut ke bagian keuangan dan memiliki bukti penyetoran, tetapi bukti tersebut tak dibawanya. “Saya ada mengembalikan uang itu kira-kira Rp 7 juta ke keuangan, dan ada buktinya tapi tidak saya bawa,” jelasnya.

Berulang lagi, inisial “RHB” disebut-sebut dalam persidangan. Bahkan penasihat hukum terdakwa sempat mananyai apakah kelima saksi mengetahui inisial “RHB” yang namanya terdaftar dalam perjalanan dinas namun tak ikut dalam perjalanan tersebut alias fiktif.

“Di sini di BAP ada disebut inisial “RHB”, yang namanya tercatat dalam perjalanan tetapi tidak ikut perjalanan. Kelima saksi apakah mengenal inisial “RHB” ini?,” tanya Irfan.

Jawaban kelima saksi kompak dengan mengaku tidak mengetahui inisial tersebut, bahkan pura-pura bertanya lagi kepada pengacara terdakwa. “Yang mana itu pak “RHB”? Siapa dia, kami tidak tau,” khilah saksi. “Saya yang bertanya kepada anda, masak anda pula yang kembali bertanya kepada saya inisial itu,” jawab Irfan. Usai persidangan, majelis hakim pun menunda sidang hingga Kamis (21/8) dengan pemeriksaan saksi lainnya.

Terpisah, saat ditemui usai sidang, JPU Suheri mengatakan dalam sidang minggu depan pihaknya juga akan memanggil 5 orang saksi. “Jumlah anggota dewannya ada 50. Dan sidang nanti 5 orang lagi anggota dewan dimintai keterangan sebagai saksi,” jelasnya.

Saat ditanyai kapan dilakukan pemeriksaan terhadap Ketua DPRD Langkat, Rudi Hartono Bangun, dirinya mengatakan hal itu akan dilakukan secara bertahap. “Bertahap lah dulu ya,” ujarnya singkat.

Sebelumnya, Dalam dakwaan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Stabat mengatakan, pada Tahun Anggaran (TA) 2012, Pemkab Langkat mengalokasikan dana Rp27,1 miliar untuk biaya perjalanan dinas 50 anggota DPRD Langkat. Anggaran tersebut tertuang dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2012.

Dari jumlah itu, menurut jaksa, yang terealisasi hingga akhir 2012 sebesar Rp17,3 miliar. Biaya perjalanan dinas di antaranya untuk pembelian tiket pesawat Garuda Indonesia dan Lion Air itu telah dimark-up kedua terdakwa, yakni untuk Garuda Indonesia di mark-up Rp100 ribu per tiker dan Lion Air Rp80 ribu per tiket.

“Terdakwa menaikkan harga tiket pesawat Garuda Indonesia dan Lion Air sebanyak 173 tiket,” kata jaksa. Selain harga tiket dinaikkan, ada juga nama anggota dewan yang tercantum dalam database Garuda Indonesia dan Lion Air, namun tidak berangkat. Ada juga nomor tiket tetapi tidak ada dalam database di kedua maskapai tersebut. Meski begitu, tiket tetap dibayarkan. Akibat perbuatan kedua terdakwa tersebut, kata jaksa, negara dirugikan Rp665,9 juta.

“Dari Juli-Desember 2012, kerugian negara sebesar Rp330,4 juta,” ujar jaksa. Perbuatan kedua terdakwa itu diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara. (bay/deo)

 

Foto: Bayu/PM Kelima anggota DPRD Langkat yang menjadi saksi kasus korupsi markup perjalanan  dinas DPRD, di Pengadilan Negeri Stabat, Eabi (19/8/2014).
Foto: Bayu/PM
Kelima anggota DPRD Langkat yang menjadi saksi kasus korupsi markup perjalanan dinas DPRD, di Pengadilan Negeri Stabat, Eabi (19/8/2014).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lanjutan sidang penyelewengan anggaran perjalanan dinas 50 anggota DPRD Langkat tahun 2012 yang merugikan negara Rp665,9 di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (19/8) siang diwarnai aksi unjuk rasa.

Dalam aksi itu, massa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Berantas Korupsi Sumatera Utara itu mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajtisu) segera menangkap dan menahan Ketua DPRD Langkat, Rudi Hartono Bangun karena terlibat dalam dugaan korupsi APBD Langkat tahun 2012.

Saharuddin, koordinator aksi dalam orasinya di depan gedung PN Medan menyatakan, saat ini perkara sebenarnya sudah disidangkan di Pengadilan Tipikor Medan. Namun menurutnya, Rudi Hartono Bangun yang seharusnya paling bertanggung jawab tetapi tidak tersentuh hukum.

“Malahan Sekretaris Dewan (Sekwan) Langkat, Salman dan mantan Sekwan Supono yang duduk sebagai terdakwa sekarang. Padahal dalam persidangan, hakim sudah jelas memerintahkan agar Rudi Hartono Bangun diperiksa dalam kasus ini, tetapi tidak ada tindak lanjut dari kejaksaan,” teriaknya.

Dalam persidangan, kata Saharuddin, yang utama dipermasalahkan soal anggaran perjalanan dinas anggota DPRD Langkat. Padahal, seluruh rangkaian proses persetujuan agenda perjalanan dimusyawarahkan Badan Musyawarah (Bamus) dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Langkat.

“Itu semua disetujui dan ditandatangani oleh Rudi Hartono Bangun selaku Ketua DPRD Langkat,” katanya. Akan tetapi, lanjut Saharuddin, pihak kejaksaan seolah tutup mata soal keterlibatan Rudi Hartono Bangun ini. “Untuk itu, kami meminta agar Pengadilan Tipikor Medan yang mengadili perkara ini harus mengusut semuanya siapa saja yang terlibat,” katanya.

Kedatangan massa ini disambut oleh Juru Bicara PN Medan Fauzul Hamdi. Kepada demonstran, Fauzul meminta agar semua pihak menghormati proses sidang yang masih berjalan. Soal keterlibatan pihak lain, kata Fauzul, hal itu akan terungkap nantinya dalam persidangan.

“Saat ini masih proses pemeriksaan saksi-saksi di persidangan. Jadi, dari keterangan saksi-saksi ini nanti akan ditemukan siapa saja yang terlibat dari perkara. Untuk itu, kami minta agar kita semua menghormati proses sidang yang masih berjalan ini,” tandasnya. Usai mendengarkan keterangan dari Fauzul Hamdi, massa pun membubarkan diri dengan tertib. Semua atribut demo dibersihkan oleh massa.

 

5 ANGGOTA DPRD JADI SAKSI

Sementara itu, dalam lanjutan sidang dengan dua terdakwa Sekretaris Dewan (Sekwan) H. Salman dan mantan Sekwan DPRD Langkat, H. Supono, 5 anggota DPRD Langkat yang dihadirkan jaksa sebagai saksi kompak mengaku menandatangani kuitansi kosong.

“Kami hanya menerima boarding pass saja, tidak pernah menerima tiket. Dan semua yang bertanggung jawab staf pendamping. Dan kami menanda tangani kuitansi kosong,” jelas Ralin Sinulingga yang diamini empat saksi lain diantaranya, H. Arbai Fojan, Nedy, Samin Sihotang dan Syahrial Effendi Simanjuntak.

“Pembayaran uang selisih harga tiket itu diketahui setelah dilakukan pemeriksaan BPK. Dan pembayaran dilakukan setelah rapat keseluruh anggota dewan,” jelas para saksi lagi. Dalam kesempatan itu, penasihat hukum terdakwa Irfan Harahap sempat meminta agar barang bukti 173 tiket itu untuk dihadirkan dalam persidangan. “Yang mulia, saya meminta agar 173 tiket dalam kasus ini dihadirkan. Karena perkara ini tentang mark-up tiket itu, ini lah nafas dari kasus ini, kenapa tiketnya kok tidak ada dihadirkan sampai saat ini,” pintanya kepada majelis hakim. Kemudian majelis hakim pun menanyakan kepada jaksa tentang tiket tersebut.

“Gimana jaksa, apa membawa tiket tersebut?,” tanya hakim yang diketuai Parlindungan Sinaga.

Mendengar itu, JPU Suheri berdalih pihaknya telah membawa tiket tersebut dalam sidang sebelumnya. “Persidangan sebelumnya sudah dibawa majelis hakim, tetapi tak diminta penasihat hukum terdakwa. Untuk saat ini kami tidak membawanya,” jelasnya.

Kemudian penasihat terdakwa pun kembali menanyakan tentang bukti dari pengembalian uang tersebut, namun kelimanya mengaku tidak memiliki bukti. “Kami tidak memiliki bukti dari pengembalian uang tersebut, yang pasti kami berikan kepada bagian keuangan,” jelas mereka.

Namun Ralin mengaku membayarkan uang selisih tersebut ke bagian keuangan dan memiliki bukti penyetoran, tetapi bukti tersebut tak dibawanya. “Saya ada mengembalikan uang itu kira-kira Rp 7 juta ke keuangan, dan ada buktinya tapi tidak saya bawa,” jelasnya.

Berulang lagi, inisial “RHB” disebut-sebut dalam persidangan. Bahkan penasihat hukum terdakwa sempat mananyai apakah kelima saksi mengetahui inisial “RHB” yang namanya terdaftar dalam perjalanan dinas namun tak ikut dalam perjalanan tersebut alias fiktif.

“Di sini di BAP ada disebut inisial “RHB”, yang namanya tercatat dalam perjalanan tetapi tidak ikut perjalanan. Kelima saksi apakah mengenal inisial “RHB” ini?,” tanya Irfan.

Jawaban kelima saksi kompak dengan mengaku tidak mengetahui inisial tersebut, bahkan pura-pura bertanya lagi kepada pengacara terdakwa. “Yang mana itu pak “RHB”? Siapa dia, kami tidak tau,” khilah saksi. “Saya yang bertanya kepada anda, masak anda pula yang kembali bertanya kepada saya inisial itu,” jawab Irfan. Usai persidangan, majelis hakim pun menunda sidang hingga Kamis (21/8) dengan pemeriksaan saksi lainnya.

Terpisah, saat ditemui usai sidang, JPU Suheri mengatakan dalam sidang minggu depan pihaknya juga akan memanggil 5 orang saksi. “Jumlah anggota dewannya ada 50. Dan sidang nanti 5 orang lagi anggota dewan dimintai keterangan sebagai saksi,” jelasnya.

Saat ditanyai kapan dilakukan pemeriksaan terhadap Ketua DPRD Langkat, Rudi Hartono Bangun, dirinya mengatakan hal itu akan dilakukan secara bertahap. “Bertahap lah dulu ya,” ujarnya singkat.

Sebelumnya, Dalam dakwaan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Stabat mengatakan, pada Tahun Anggaran (TA) 2012, Pemkab Langkat mengalokasikan dana Rp27,1 miliar untuk biaya perjalanan dinas 50 anggota DPRD Langkat. Anggaran tersebut tertuang dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2012.

Dari jumlah itu, menurut jaksa, yang terealisasi hingga akhir 2012 sebesar Rp17,3 miliar. Biaya perjalanan dinas di antaranya untuk pembelian tiket pesawat Garuda Indonesia dan Lion Air itu telah dimark-up kedua terdakwa, yakni untuk Garuda Indonesia di mark-up Rp100 ribu per tiker dan Lion Air Rp80 ribu per tiket.

“Terdakwa menaikkan harga tiket pesawat Garuda Indonesia dan Lion Air sebanyak 173 tiket,” kata jaksa. Selain harga tiket dinaikkan, ada juga nama anggota dewan yang tercantum dalam database Garuda Indonesia dan Lion Air, namun tidak berangkat. Ada juga nomor tiket tetapi tidak ada dalam database di kedua maskapai tersebut. Meski begitu, tiket tetap dibayarkan. Akibat perbuatan kedua terdakwa tersebut, kata jaksa, negara dirugikan Rp665,9 juta.

“Dari Juli-Desember 2012, kerugian negara sebesar Rp330,4 juta,” ujar jaksa. Perbuatan kedua terdakwa itu diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara. (bay/deo)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/