Meski sudah naik status perkara menjadi penyidikan umum, kata Hery, penyidik saat itu belum ada menetapkan tersangka. “Karena memang sempat tertahan lagi,” sambungnya.
Alasan tertahan, kata Hery, banyak saksi-saksi yang disuruh menghadap ke penyidik, menolak panggilan tersebut. Selain itu, juga tersendatnya atau lambannya hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Sumut ke luar.
Namun ketika audit BPKP Sumut telah keluar, sambung Hery, dasar itu yang menjadi penyidikan penyidik merubah status perkara menjadi penyidikan khusus.
“Audit BPKP adalah permintaan kami,” sambungnya.
Hery menambahkan, keluarnya hasil audit BPKP Sumut itu menyimpulkan penyidik untuk menetapkan tujuh tersangka yang hingga kini belum ditahan.
“Tidak tertutup kemungkinan ada tersangka baru. Tapi kita fokus dulu pada 7 tersangka ini dulu,” jawab Hery saat ditanya apakah penyidik bakal menetapkan tersangka tersangka baru.
Saat ditanya apakah penyidik menetapkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap 7 tersangka, Hery enggan berspekulasi. Menurut dia, penyidik masih menunggu para tersangka secara persuasif.
“Ya kami berikan kesempatan dulu untuk datang secara sukarela sesuai panggilan,” ujarnya.
Pun, kata Hery, para tersangka memang sejauh ini tidak koperatif. Bahkan, mereka tidak datang tanpa alasan yang jelas. “Kami masih melakukan pemeriksaan terhadap yang sekitar sini dulu. Seperti Cipta, Suriyana, dr Mahim. Karena mereka kan orang sini (Binjai). Rekanan nanti diperiksa di Jakarta. Korupsi rata-rata dilakukan secara bersama-sama,” tukasnya.(ted/azw)