25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Empat Harimau Mati Diburu

Labuhanbatu-Aksi perburuan harimau Sumatera semakin marak di wilayah Kabupaten Labuhanbatu dan Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura). Dari hasil investigasi Sumatran Partners Communication Forum (SPCF) sejak beberapa bulan lalu, diperkirakan sudah empat ekor harimau mati terbunuh.

Direktur Program SPCF MQ Rudy didampingi Direktur Eksecutif Budiono, Direktur Officer Budi AW dan Program Investigasi Handra P Manurung kepada Sumut Pos, Rabu (20/3) di Rantauprapat menerangkan, matinya hewan dilindungi tersebut diakibatkan dijerat maupun diracun oleh pemburu yang biasanya masyarakat setempat.

Untuk di Kabupaten Labuhanbatu terang Rudi, terdapat lima titik habitat dimana keberadaan harimau Sumatera, di antaranya tiga titik di Kecamatan Panai Tengah seperti di Desa Seitawar, Desa Seirakyat dan Desa Baganbilah, satu titik di Kecamatan Panai Hilir yakni Desa Seiberombang serta satu titik di Kecamatan Bilah Barat yakni di sekitaran hutan Bukit Barisan serta Desa Simonis, Kecamatan Aeknatas, Kabupaten Labura.

Dari hasil wawancara yang dilakukan SPCF kepada sejumlah warga serta adanya historis maupun rekam jejak harimau tersebut, diketahui empat ekor mati di sekitaran Seitawar satu ekor, Aeknatas satu ekor, Baganbilah satu ekor serta di Desa Seiberombang satu ekor. “Tiga mati dijerat dan satu ekor diracun, satu ekor diantaranya sempat kita ambil gambar dokumentasinya saat di daerah Dusun II, Desa Seitawar dan kejadian itu semua diakhir tahun 2012 lalu,” ujar Rudy.

Saat ini mereka memprediksi, keberadaan harimau Sumatera di wilayah Kabupaten Labuhanbatu dan Labura mencapai belasan ekor. “Dari rekam jejak, historis, pengakuan warga, investigasi ke berbagai pelosok hutan serta alat yang kita pakai, mencapai belasan ekor harimau masih ada berkeliaran. Keberadaannya harus direlokasi agar tidak semakin punah,” tambah Handra selaku Program Investigasi.

Hingga saat ini, SPCF masih terus melakukan pemantauan keberadaan harimau tersebut yang dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya perekrutan relawan serta penempatan sejumlah posko yang dilengkapi dengan alat perekam. Selain memantau keberadaan hewan buas itu, disana juga diharapkan dapat mengetahui sejauh mana pemburu melaksanakan aksinya. “Biasanya pemburunya warga yang biasa menjerat babi hutan, itulah yang dimanfaatkan para penampung maupun pembeli,” ujar Handra lagi.

Lebih jauh diterangkan Handra, mudahnya warga menjerat harimau disebabkan beberapa hal, di antaraya semakin menipisnya habitat/lokasi tempat tinggal akibat adanya perubahan kawasan hutan menjadi kawasan penggunaan oleh masyarakat. Sehingga membuat harimau mendekati permukiman untuk mencari makan maupun aksi balasan akan perburuan binatang tersebut hingga akhirnya timbul konflik.

“Berkisar tahun 1996-1997, satu orang warga Sei Rakyat tewas diterkam harimau, itu lain lagi binatang ternak yang dimangsa. Kami berharap adanya perhatian dari pemerintah setempat maupun Badan Konservasi Sumber Daya Alama (BKSDA) dalam hal ini demi menjaga keberlangsungannya terlebih keselamatan warga. Karena sering terlihat dua ekor harimau di belakang perkebunan karet milik warga,” sebut Direktur Officer SPCF Budi AW.

Ternyata, keberadaan harimau disana sudah pernah dilaporkan oleh Ketua Aliansi Strata Rakyat Nasional (Astran) Zulfan Azhari Siregar ke BKSDA Sumut. Terlebih, beberapa bulan lalu pihaknya mendapat informasi ada seekor harimau dewasa yang sedang bunting dikuburkan di Desa Sei Tawar, Kecamatan Panai Hilir. Seminggu setelah itu, bangkainya hilang diduga dicuri oknum tertentu.

Belakangan, warga di sana kerap mendengar auman harimau dewasa diperkirakan jantan. “Diduga itu pasangan harimau yang mati tadi. Tahun 2012 lalu seekor lembu diterkam harimau di Desa Seirakyat, Kecamatan Panai Tengah. Perkiraan kita, ada lima ekor harimau di antaranya seekor masih anak-anak kini berkeliaran di sekitaran Kecamatan Panai Tengah dan Panai Hilir dan sering terlihat di sekitaran kebun karet warga,” tambah Zulfan lagi.

Raja Karson Gultom, seorang petugas BKSDA Labuhanbatu-Asahan mengaku kurang pantas memberikan keterangan. Sebab dirinya kini mengaku berada diwilayah Resort Asahan, Tanjung Balai dan Batubara. “Nanti saya kirim nomor yang menangani,” elaknya.

Petugas Kantor Balai Besar BKSDA Sumut, Joko, juga mengakui bahwa memasuki tahun 2013, pihaknya disibukkan dengan laporan keberadaan harimau yang telah memangsa ternak maupun manusia, seperti halnya di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Padang, Sumatera Barat. Kedepan katanya, dirinya akan memberitahukan hal itu kepada pimpinannya.

“Nanti saya laporkan dulu ke pimpinan agar secepatnya dilakukan tindakan, kebetulan banyak laporan kita terima dan petugas kita sekarang masih di Tapsel dan lainnya. Apalagi ada 11 negara akan turun kelokasi konflik dengan harimau atau kucing besar. Laporan ini nanti saya sampaikan biar cepat diambil sikap, terima kasihnya,” ujar Joko melalui telepon selular.

Tidak Ada Makanan
Pihak Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara (Sumut) menyoroti turunnya harimau ke perladangan warga karena di habitan mereka terganggu. “Penyebabnya adalah berkurangnya luasan kawasan habitat mereka, sehingga berkurang sumber pakan mereka. Alhasil mereka masuk ke lahan masyarakat,”ucap Direktur Walhi Sumut, Kusnadi saat di hubungi, Rabu (13/3).

Kusnadi mengatakan, Walhi mencatat dalam kerusakan lahan hampir 50 persen dari total luasan kawasan hutan berdasarkan luasan SK 44 tahun 2005. Untuk itu, Kusnadi mengatakan stop konversi lahan dari hutan menjadi perkebunan, reklamasi hutan-hutan yang rusak dan libatkan masyarakat setempat dalam proses pengamanan wilayah hutan. Serta berikan akses masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan nonkayu. “Dari situ kita bisa menyelamatkan hewan tersebut karena di hutan yang mereka rasakan sudah tidak ada lagi pakan, akibatnya lahan-lahan pertanian dan ternak di makan binatang tersebut,” ucapnya.

“Pastikan kawasan habitat mereka terjaga dan tidak dialihfungsikan agar dapat menjaga kestabilan alam,” pungkasnya. (jok/mag-19)

Labuhanbatu-Aksi perburuan harimau Sumatera semakin marak di wilayah Kabupaten Labuhanbatu dan Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura). Dari hasil investigasi Sumatran Partners Communication Forum (SPCF) sejak beberapa bulan lalu, diperkirakan sudah empat ekor harimau mati terbunuh.

Direktur Program SPCF MQ Rudy didampingi Direktur Eksecutif Budiono, Direktur Officer Budi AW dan Program Investigasi Handra P Manurung kepada Sumut Pos, Rabu (20/3) di Rantauprapat menerangkan, matinya hewan dilindungi tersebut diakibatkan dijerat maupun diracun oleh pemburu yang biasanya masyarakat setempat.

Untuk di Kabupaten Labuhanbatu terang Rudi, terdapat lima titik habitat dimana keberadaan harimau Sumatera, di antaranya tiga titik di Kecamatan Panai Tengah seperti di Desa Seitawar, Desa Seirakyat dan Desa Baganbilah, satu titik di Kecamatan Panai Hilir yakni Desa Seiberombang serta satu titik di Kecamatan Bilah Barat yakni di sekitaran hutan Bukit Barisan serta Desa Simonis, Kecamatan Aeknatas, Kabupaten Labura.

Dari hasil wawancara yang dilakukan SPCF kepada sejumlah warga serta adanya historis maupun rekam jejak harimau tersebut, diketahui empat ekor mati di sekitaran Seitawar satu ekor, Aeknatas satu ekor, Baganbilah satu ekor serta di Desa Seiberombang satu ekor. “Tiga mati dijerat dan satu ekor diracun, satu ekor diantaranya sempat kita ambil gambar dokumentasinya saat di daerah Dusun II, Desa Seitawar dan kejadian itu semua diakhir tahun 2012 lalu,” ujar Rudy.

Saat ini mereka memprediksi, keberadaan harimau Sumatera di wilayah Kabupaten Labuhanbatu dan Labura mencapai belasan ekor. “Dari rekam jejak, historis, pengakuan warga, investigasi ke berbagai pelosok hutan serta alat yang kita pakai, mencapai belasan ekor harimau masih ada berkeliaran. Keberadaannya harus direlokasi agar tidak semakin punah,” tambah Handra selaku Program Investigasi.

Hingga saat ini, SPCF masih terus melakukan pemantauan keberadaan harimau tersebut yang dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya perekrutan relawan serta penempatan sejumlah posko yang dilengkapi dengan alat perekam. Selain memantau keberadaan hewan buas itu, disana juga diharapkan dapat mengetahui sejauh mana pemburu melaksanakan aksinya. “Biasanya pemburunya warga yang biasa menjerat babi hutan, itulah yang dimanfaatkan para penampung maupun pembeli,” ujar Handra lagi.

Lebih jauh diterangkan Handra, mudahnya warga menjerat harimau disebabkan beberapa hal, di antaraya semakin menipisnya habitat/lokasi tempat tinggal akibat adanya perubahan kawasan hutan menjadi kawasan penggunaan oleh masyarakat. Sehingga membuat harimau mendekati permukiman untuk mencari makan maupun aksi balasan akan perburuan binatang tersebut hingga akhirnya timbul konflik.

“Berkisar tahun 1996-1997, satu orang warga Sei Rakyat tewas diterkam harimau, itu lain lagi binatang ternak yang dimangsa. Kami berharap adanya perhatian dari pemerintah setempat maupun Badan Konservasi Sumber Daya Alama (BKSDA) dalam hal ini demi menjaga keberlangsungannya terlebih keselamatan warga. Karena sering terlihat dua ekor harimau di belakang perkebunan karet milik warga,” sebut Direktur Officer SPCF Budi AW.

Ternyata, keberadaan harimau disana sudah pernah dilaporkan oleh Ketua Aliansi Strata Rakyat Nasional (Astran) Zulfan Azhari Siregar ke BKSDA Sumut. Terlebih, beberapa bulan lalu pihaknya mendapat informasi ada seekor harimau dewasa yang sedang bunting dikuburkan di Desa Sei Tawar, Kecamatan Panai Hilir. Seminggu setelah itu, bangkainya hilang diduga dicuri oknum tertentu.

Belakangan, warga di sana kerap mendengar auman harimau dewasa diperkirakan jantan. “Diduga itu pasangan harimau yang mati tadi. Tahun 2012 lalu seekor lembu diterkam harimau di Desa Seirakyat, Kecamatan Panai Tengah. Perkiraan kita, ada lima ekor harimau di antaranya seekor masih anak-anak kini berkeliaran di sekitaran Kecamatan Panai Tengah dan Panai Hilir dan sering terlihat di sekitaran kebun karet warga,” tambah Zulfan lagi.

Raja Karson Gultom, seorang petugas BKSDA Labuhanbatu-Asahan mengaku kurang pantas memberikan keterangan. Sebab dirinya kini mengaku berada diwilayah Resort Asahan, Tanjung Balai dan Batubara. “Nanti saya kirim nomor yang menangani,” elaknya.

Petugas Kantor Balai Besar BKSDA Sumut, Joko, juga mengakui bahwa memasuki tahun 2013, pihaknya disibukkan dengan laporan keberadaan harimau yang telah memangsa ternak maupun manusia, seperti halnya di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Padang, Sumatera Barat. Kedepan katanya, dirinya akan memberitahukan hal itu kepada pimpinannya.

“Nanti saya laporkan dulu ke pimpinan agar secepatnya dilakukan tindakan, kebetulan banyak laporan kita terima dan petugas kita sekarang masih di Tapsel dan lainnya. Apalagi ada 11 negara akan turun kelokasi konflik dengan harimau atau kucing besar. Laporan ini nanti saya sampaikan biar cepat diambil sikap, terima kasihnya,” ujar Joko melalui telepon selular.

Tidak Ada Makanan
Pihak Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara (Sumut) menyoroti turunnya harimau ke perladangan warga karena di habitan mereka terganggu. “Penyebabnya adalah berkurangnya luasan kawasan habitat mereka, sehingga berkurang sumber pakan mereka. Alhasil mereka masuk ke lahan masyarakat,”ucap Direktur Walhi Sumut, Kusnadi saat di hubungi, Rabu (13/3).

Kusnadi mengatakan, Walhi mencatat dalam kerusakan lahan hampir 50 persen dari total luasan kawasan hutan berdasarkan luasan SK 44 tahun 2005. Untuk itu, Kusnadi mengatakan stop konversi lahan dari hutan menjadi perkebunan, reklamasi hutan-hutan yang rusak dan libatkan masyarakat setempat dalam proses pengamanan wilayah hutan. Serta berikan akses masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan nonkayu. “Dari situ kita bisa menyelamatkan hewan tersebut karena di hutan yang mereka rasakan sudah tidak ada lagi pakan, akibatnya lahan-lahan pertanian dan ternak di makan binatang tersebut,” ucapnya.

“Pastikan kawasan habitat mereka terjaga dan tidak dialihfungsikan agar dapat menjaga kestabilan alam,” pungkasnya. (jok/mag-19)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/