MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dinas Perhubungan (Dishub) Sumatera Utara bersama stakeholder terkait membahas penyesuaian tarif angkutan penyebrangan sungai, danau dan laut di Sumut. Rapat ini berlangsung di Kantor Dishub Sumut di Jalan Imam Bonjol, Kota Medan, Selasa (20/9). Hasil rapat memutuskan, tarif batas bawah naik hingga 20 persen. Sedangkan tarif batas atas naik hingga 30 persen.
Rapat penyesuaian tarif dihadiri perwakilan Biro Ekonomi Setda Sumut, perwakilan Biro Hukum Setda Sumut, perwakilan PT ASDP Indonesia dan perwakilan operator kapal penyeberangan sungai dan danau. “Sebagai gambarannya hasil rapat tadi bahwa tarif batas bawah sampai dengan 20 persen kenaikannya.
Batas atas tarif dasar sampai dengan 30 persen itu,” ungkap Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Sumut, Supriyanto kepada wartawan, Selasa (20/1) siang.
Supriyanto mengatakan hasil rapat ini, belum bisa langsung diterapkan karena ada mekanisme harus dilakukan selanjutnya. Sehingga, nantinya akan keluar Surat Keputusan (SK) Gubernur Sumut terkait dengan penyesuaian tarif kapal penyebrangan di Sumut ini. “Rencana hasil rapat tadi tentang tarif angkutannya penyeberangan tapi belum bisa sampaikan. Tapi, semua ini masih gambarannya,” kata Supriyanto.
Supriyanto mengakui belum bisa memberikan gambaran secara detail besaran kenaikan tarif kapal penyeberangan di Sumut. Karena, akan dibahas lebih lanjut kembali sehingga diputuskan bersama dengan stakholder terkait.
Supriyanto mengungkapkan penyesuaian tarif kapal penyeberangan ini, mengacu dengan regulasi dan peraturan ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebagai pedoman untuk dibahas ditingkat provinsi. “Tarif dasar ini, ada dari 2016 sampai hari ini. Sudah dikasih tahu (regulasi dan peraturan dari Kemenhub. Maka dari tarif dasar itu, naik sekitar 20 persen dan tarif batas atas itu, 30 persen,” ucap Supriyanto.
Dalam hal ini, lanjut Supriyanto, Dishub Sumut bukan sebagai pihak yang mutuskan penyesuaian tarif kapal penyebrangan. Namun, hasil keputusan bersama dalam rapat tersebut akan ditetapkan menjadi regulasi dan peraturan melalui penerbitan SK Gubernur.
“Hingga kita dapatlah angka seperti itu. Bukan Dishub Sumut yang mutuskan itu, forum yang memutuskan dan hasil rapat itu. Dengan dokumennya akan kita berikan ke Biro Hukum untuk dikaji lebih mendalam. Dan Dishub hanya sampai disitu, setelah nanti gubsu mengeluarkan SK itu,” bebernya.
Subsidi Angkot Harus Diperkuat Regulasi
Sedangkan rencana Wali Kota Medan, Muhammad Bobby Afif Nasution, melalui Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Medan memberikan subsidi tarif bagi penumpang angkutan kota dan pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi sopir, disambut baik Dishub Sumut. Meski demikian, subdisi ongkos angkot itu, harus dikuatkan dengan regulasi dan peraturan yang ada.
Supriyanto mengatakan, hasil penelusuran pihaknya terhadap tarif angkot di Kota Medan Rp6.500 per estafet tersebut, merupakan kesepakatan sepihak dilakukan Organisasi Angkutan Darat (Organda) Medan, tanpa ada SK Wali Kota Medan diterbitkan. “Saya sudah selidiki, ternyata itu hanya tingkat Organda Medan setempat, dan belum berbentuk SK (Wali Kota Medan),” jelas Supriyanto.
Supriyanto mempersilakan Dishub Kota Medan memberikan subsidi ongkos angkot di Medan. Tapi, harus mengikuti peraturan yang sudah ada. “Mungkin mereka sudah mendapatkan bimbingan dari pimpinan (Wali Kota Medan, BPK) atau seperti apa dapat dilakukan. Tapi, percayalah Gubernur juga kemarin sudah punya keinginan duluan seperti itu,” kata Supriyanto.
Untuk diketahui, ongkos angkot di Kota Medan sebelumnya sebesar Rp 5.000 per estafet per penumpang. Pasca kenaikan harga BBM Subsidi, Organda Medan menaikkan tarif menjadi Rp6.500, atau naik 30 persen. Sehingga, Dishub Kota Medan memberikan subsidi ongkos angkot Rp1.500 atau sekitar 30 persen. Selain itu, Dishub Kota Medan juga memberikan subsidi BLT Rp600 ribu kepada sopir angkot di Medan.
Supriyanto kembali menegaskan, subdisi ongkos angkot itu harus dikuatkan dengan regulasi dan peraturan yang ada. “Cuma regulasi apa yang menghalalkan (subsidi ongkos Rp1.500), itu kan perlu, agar tidak semena-mena,” kata Supriyanto.
Menurutnya, bila subsidi ongkos angkot sebesar Rp1.500 per penumpang tetap dilakukan, maka Dishub Kota Medan melanggar ketetapan yang dibuat Dishub Sumut dan Organda Sumut, dimana menjadi acuan untuk kenaikan tarif angkutan darat di Kabupaten/Kota.
Dishub Sumut dan Organda Sumut sendiri telah menyepakati kenaikan tarif angkutan darat seperti bus, angkot dan angkutan perdesaan. Di mana, tarif dasar yakni biaya pokok dan margin naik sekitar 25,41 persen. Artinya, operator menetapkan tarif maksimum. Jadi, tarif batas atas sebesar Rp206 per numpang per kilometer. Tarif batas bawahnya, Rp123 per penumpang per kilometer.
Sedangkan kesepakatan Dishub Sumut dan Organda Sumut kenaikkan tarif angkutan darat sebesar 25,41 persen. Jika subsidi ongkos angkot sebesar Rp 1.500 per penumpang langsung dilakukan, maka Dishub Medan akan melanggar ketetapan dibuat Dishub Sumut dan Organda Sumut dan stakeholder lainnya. Sebab kesepakatan tersebut (yang nantinya dituangkan dalam bentuk peraturan/keputusan gubernur), nantinya menjadi acuan untuk kenaikan tarif angkutan darat di kabupaten/kota. Adapun tindak lanjut kesepakatan kenaikan tarif angkutan darat itu, hingga saat ini masih digodok di Pemprov Sumut untuk kemudian dituangkan dalam peraturan/keputusan gubernur.
Supriyanto mengingatkan kepada Dishub Kabupaten/Kota sudah bisa menyiapkan kenaikan tarif angkot dan angkutan pedesaan berkoordinasi dengan Organda setempat dan stakeholder terkait. Namun, tarif batas bawah dan atas harus mengikuti dan mengacu kesepakatan tarif ditetapkan oleh Dishub Sumut dan Organda Sumut.
“Dia (gambaran besaran kenaikan tarif) penerapan itu kan ditetapkan SK Gubernur, mereka untuk merancang juga boleh, kan sudah ada gambaran dari kemenhub,” ucap Supriyanto.
Namun, Supriyanto mengatakan, gambaran kenaikan tarif angkutan darat di Kabupaten/Kota belum bisa diterapkan, sebelum SK Gubernur kenaikan tarif di tingkat Provinsi Sumut ditertibkan oleh Pemprov Sumut.
“Tapi hanya dalam batas koridor itu saja, selagi belum ada keputusan dari pemerintah daerah. Saya pikir itu belum berlaku belum sah. Tetapi, untuk merancang di Kabupaten/Kota saya pikir mereka sudah mendapat itu silakan. Kabupaten/Kota ini, seharusnya acuannya kan provinsi, makanya saya sudah sampaikan juga kemarin,” pungkasnya.(gus/ila)