32 C
Medan
Friday, June 28, 2024

GMKI Pematangsiantar-Simalungun Himbau Karhutla Tidak Terjadi Kembali

SUMUTPOS.CO – Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) adalah suatu peristiwa terbakarnya hutan dan/atau lahan, baik secara alami maupun oleh perbuatan manusia. Sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang menimbukan kerugian ekologi, ekonomi, sosial budaya dan politik. Kejadian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia rutin terjadi setiap tahun, terutama ketika musim kemarau tiba.

Setiap tahun kebakaran hutan terjadi di Indonesia. Kebakaran hutan yang sering terjadi sebagian besar diakibatkan oleh faktor kelalaian ataupun kesengajaan manusia dalam rangka pembukaan lahan secara besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan dan kehutanan secara ilegal, baik untuk usaha pertanian, kehutanan maupun perkebunan. Hanya sebagian kecil saja yang disebabkan oleh alam (petir atau lava gunung berapi).

Tiopan Sianipar selaku Wasekfung Masyarakat BPC GMKI Pematangsiantar-Simalungun menyebutkan satu contoh besar tentang kebakaran sehingga perlu dicegah agar tidak terjadi kembali.

“Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi baru-baru ini di kawasan Gunung Bromo. Kebakaran tersebut diketahui terjadi akibat penggunaan flare untuk keperluan foto pre-wedding yang ternyata memicu munculnya api di tengah padang savana.

Tentu hal itu sangat merugikan negara, hanya karna kepentingan seorang, banyak yang dirugikan. Kebakaran hutan terjadi akibat adanya pembersihan lahan (land clearing) dan konservasi hutan menjadi perkebunan dengan cara membakar seresah, daun dan sisa tumbuhan. Metode pembakaran ini merupakan metode yang paling murah, mudah dan efisien. Namun akibat tidak terkendalinya pembakaran tersebut, api merambat kemana-mana dan menimbulkan kebakaran.

Faktor cuaca juga merupakan faktor penting yang menyebabkan kebakaran hutan, meliputi angin, suhu, curah hujan, keadaan air tanah dan kelembaban relatif. Untuk itu saya mengimbau kepada masyarakat agar berhati-hati untuk menggunakan barang yang mudah terbakar, apalagi dikawasan padang rumput ataupun hutan agar hal yang merugikan tidak terjadi”, ujar Tiopan.

Faktor topografi yang mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan mencakup tiga hal yaitu kemiringan, arah lereng dan medan. Masing-masing faktor tersebut sangat mempengaruhi perilaku api kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan telah menjadi masalah tahunan yang serius di Indonesia, terutama pada musim kemarau.

Kebakaran hutan dan lahan tidak hanya berdampak pada daerah kejadian saja, tetapi juga berdampak kepada negara tetangga. Selain asap akibat kebakaran yang mengganggu kesehatan masyarakat serta sarana transportasi baik darat, perairan maupun udara, yaitu dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan juga cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global.

Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan pada tahun 2019 luas kebakaran hutan dan lahan di seluruh Indonesia mencapai angka 1.649.258 Ha. Luas kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun yang sama mencapai 317.749 Ha. Akibat kebakaran hutan dan lahan tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas hidup utamanya kesehatan masyarakat, ekonomi dan sosial masyarakat secara nasional namun juga telah mempengaruhi negara tetangga.

Dari aspek penegakan hukum, KLHK melakukan langkah-langkah penguatan. Untuk memperluas skala penindakan, KLHK mendorong keterlibatan Pemda dalam pengawasan. Sedangkan untuk memperkuat efek jera, KLHK menerapkan pidana tambahan dan penegakan hukum multidoor. Selain itu, KLHK juga memperkuat sistem monitoring melalui Intelligence Center di Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK.

Dilansir dari situs resmi KLHK, Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengatakan, bahwa untuk memastikan strategi ini berjalan, maka perlu melakukan sinergitas program dalam pengendalian karhutla, di Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, serta Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM KLHK.

Lily Sandy Munthe selaku Sekretaris Cabang GMKI Pematangsiantar-Simalungun menegaskan bahwa perlunya dilakukan berbagai upaya serius untuk menanggulanginya, terkhusus juga agar tidak terjadinya kebakaran hutan dan didaerah Simalungun.

“Penting untuk diketahui, bahwa kebakaran hutan dan lahan bukanlah masalah yang bisa dipandang sebelah mata karna banyak dampak negatif yang terjadi seperti tersebarnya asap, emisi gas karbondioksida dan gas-gas lain ke udara serta juga akan berdampak pada pemanasan global dan perubahan iklim.

Selain itu, karhutla dapat mengakibatkan hutan menjadi gundul, banjir dan tanah longsor. Khususnya daerah Simalungun yang banyak dikelilingi hutan, lahan maupun perkebunan. Lalu, terdapat hutan yang luas dan terdapat Taman Wisata Kera Sibaganding, Kec. Girsang Sipangan Bolon. Jika hal yang tidak diinginkam terjadi, maka banyak hewan dan satwa, khususnya hewan yang dilindungi akan kehilangan habitatnya”, ujar Lily.

“Selain itu, kerugian biaya yang dikeluarkan oleh Negara juga bukan angka yang main-main untuk penanganan karhutla ini setiap tahunnya. Penting disadari bahwa lokasi karhutla ini tidak selalu di lokasi yang sama, maka dari itu diperlukan upaya penanggulangan investasi jangka panjang berupa infrastruktur, sistem dan pengelolaan keterlibatan manusia.

Membakar hutan dan lahan juga kini dianggap sebagai tindak pidana yang serius dan para pelaku dapat dihukum dengan penjara hingga 10 tahun serta denda sebesar 10 Miliar Rupiah, sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 Pasal 48 Ayat 1. Jadi, jangan dipandang sebelah mata dan mari bersama-sama menjaga hutan dan lahan kita”, pungkas Lily.

SUMUTPOS.CO – Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) adalah suatu peristiwa terbakarnya hutan dan/atau lahan, baik secara alami maupun oleh perbuatan manusia. Sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang menimbukan kerugian ekologi, ekonomi, sosial budaya dan politik. Kejadian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia rutin terjadi setiap tahun, terutama ketika musim kemarau tiba.

Setiap tahun kebakaran hutan terjadi di Indonesia. Kebakaran hutan yang sering terjadi sebagian besar diakibatkan oleh faktor kelalaian ataupun kesengajaan manusia dalam rangka pembukaan lahan secara besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan dan kehutanan secara ilegal, baik untuk usaha pertanian, kehutanan maupun perkebunan. Hanya sebagian kecil saja yang disebabkan oleh alam (petir atau lava gunung berapi).

Tiopan Sianipar selaku Wasekfung Masyarakat BPC GMKI Pematangsiantar-Simalungun menyebutkan satu contoh besar tentang kebakaran sehingga perlu dicegah agar tidak terjadi kembali.

“Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi baru-baru ini di kawasan Gunung Bromo. Kebakaran tersebut diketahui terjadi akibat penggunaan flare untuk keperluan foto pre-wedding yang ternyata memicu munculnya api di tengah padang savana.

Tentu hal itu sangat merugikan negara, hanya karna kepentingan seorang, banyak yang dirugikan. Kebakaran hutan terjadi akibat adanya pembersihan lahan (land clearing) dan konservasi hutan menjadi perkebunan dengan cara membakar seresah, daun dan sisa tumbuhan. Metode pembakaran ini merupakan metode yang paling murah, mudah dan efisien. Namun akibat tidak terkendalinya pembakaran tersebut, api merambat kemana-mana dan menimbulkan kebakaran.

Faktor cuaca juga merupakan faktor penting yang menyebabkan kebakaran hutan, meliputi angin, suhu, curah hujan, keadaan air tanah dan kelembaban relatif. Untuk itu saya mengimbau kepada masyarakat agar berhati-hati untuk menggunakan barang yang mudah terbakar, apalagi dikawasan padang rumput ataupun hutan agar hal yang merugikan tidak terjadi”, ujar Tiopan.

Faktor topografi yang mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan mencakup tiga hal yaitu kemiringan, arah lereng dan medan. Masing-masing faktor tersebut sangat mempengaruhi perilaku api kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan telah menjadi masalah tahunan yang serius di Indonesia, terutama pada musim kemarau.

Kebakaran hutan dan lahan tidak hanya berdampak pada daerah kejadian saja, tetapi juga berdampak kepada negara tetangga. Selain asap akibat kebakaran yang mengganggu kesehatan masyarakat serta sarana transportasi baik darat, perairan maupun udara, yaitu dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan juga cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global.

Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan pada tahun 2019 luas kebakaran hutan dan lahan di seluruh Indonesia mencapai angka 1.649.258 Ha. Luas kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun yang sama mencapai 317.749 Ha. Akibat kebakaran hutan dan lahan tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas hidup utamanya kesehatan masyarakat, ekonomi dan sosial masyarakat secara nasional namun juga telah mempengaruhi negara tetangga.

Dari aspek penegakan hukum, KLHK melakukan langkah-langkah penguatan. Untuk memperluas skala penindakan, KLHK mendorong keterlibatan Pemda dalam pengawasan. Sedangkan untuk memperkuat efek jera, KLHK menerapkan pidana tambahan dan penegakan hukum multidoor. Selain itu, KLHK juga memperkuat sistem monitoring melalui Intelligence Center di Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK.

Dilansir dari situs resmi KLHK, Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengatakan, bahwa untuk memastikan strategi ini berjalan, maka perlu melakukan sinergitas program dalam pengendalian karhutla, di Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, serta Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM KLHK.

Lily Sandy Munthe selaku Sekretaris Cabang GMKI Pematangsiantar-Simalungun menegaskan bahwa perlunya dilakukan berbagai upaya serius untuk menanggulanginya, terkhusus juga agar tidak terjadinya kebakaran hutan dan didaerah Simalungun.

“Penting untuk diketahui, bahwa kebakaran hutan dan lahan bukanlah masalah yang bisa dipandang sebelah mata karna banyak dampak negatif yang terjadi seperti tersebarnya asap, emisi gas karbondioksida dan gas-gas lain ke udara serta juga akan berdampak pada pemanasan global dan perubahan iklim.

Selain itu, karhutla dapat mengakibatkan hutan menjadi gundul, banjir dan tanah longsor. Khususnya daerah Simalungun yang banyak dikelilingi hutan, lahan maupun perkebunan. Lalu, terdapat hutan yang luas dan terdapat Taman Wisata Kera Sibaganding, Kec. Girsang Sipangan Bolon. Jika hal yang tidak diinginkam terjadi, maka banyak hewan dan satwa, khususnya hewan yang dilindungi akan kehilangan habitatnya”, ujar Lily.

“Selain itu, kerugian biaya yang dikeluarkan oleh Negara juga bukan angka yang main-main untuk penanganan karhutla ini setiap tahunnya. Penting disadari bahwa lokasi karhutla ini tidak selalu di lokasi yang sama, maka dari itu diperlukan upaya penanggulangan investasi jangka panjang berupa infrastruktur, sistem dan pengelolaan keterlibatan manusia.

Membakar hutan dan lahan juga kini dianggap sebagai tindak pidana yang serius dan para pelaku dapat dihukum dengan penjara hingga 10 tahun serta denda sebesar 10 Miliar Rupiah, sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 Pasal 48 Ayat 1. Jadi, jangan dipandang sebelah mata dan mari bersama-sama menjaga hutan dan lahan kita”, pungkas Lily.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/