LUBUK PAKAM-Sebanyak 16 nelayan asal Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu yang di tahan Polisi Malaysia karena melanggar tapal batas Negara hingga kini belum tahu nasibnya kapan mereka bisa pulang ke tanah air.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Pemkab Deliserdang, Ir Ikhsar Risyad Marbun MSi, pada wartawan Selasa (20/11), mengatakan persoalan nelayan yang masih ditahan di Malyasia diserahkan sepenuhnya ke Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).
“Kita perduli sama nelayan yang tertangkap. Tapi untuk sementara waktu permasalahan ini diurus oleh HNSI,” ucap Marbun singkat, ketika dihubungi wartawan melalui via telepon Selasa (20/11) kemarin.
Sementara itu keluarga nelayan, yang didampingi Korcam Pantai Labu Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sanusi, di Pantai Labu, mengatakan penahan ke-16 nelayan itu terjadi dalam empat tahap.
“Soal memulangkan16 nelayan itu, kita belum ada berkordinasi. Soalnya biaya pemulangan sangat mahal. Kita pernah melaporkan soal nelayan ini ke Diskanla di Lubukpakam,” ucap Sanusi.
Masing masing nelayan yang ditahan, lanjut Sanusi, Alwatan alias Siken (31) dan Johan (40) keduanya warga Desa Paluh Sibaji dan Rahmat Sahwani (30) warga Dusun II Desa Pantailabu Pekan.
Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2012, empat nelayan lainnya juga ditahan diantaranya M Dian alias Ian (31), Susanto alias Entang (32), Ismail alias Mail (21) dan Safrijal alias Ijal (40) seluruhnya warga Desa Paluh Sibaji. Lalu pada tanggal 17 Nopember 2012, lima nelayan juga ditahan diantaranya Udin Penyok (30), Alam alias Mendut (25), Ari alias Ai (16), Amat Perit (16) dan Pian (17) seluruhnya warga Desa Paluih Sibaji ditangkap polisi Malaysia.
Selanjutnya Safri (25), Agus (15), Jirin (16) dan Mansyah (18) seluruhnya warga Desa Paluh Sibaji ditangkap lagi oleh Polisi Malaysia pada Senin (19/11) malam. Selain menahan ke 16 nelayan itu, sebut Sanusi, dua unit boat milik nelayan juga ditahan di Malaysia. Sedangkan satu boat yang dikemudikan Irhanuddin (30) berhasil lolos.
Sanusi juga mengatakan pihaknya telah memberitahukan kepada Sekretaris Jenderal HNSI, M Sali, dan berharap agar pemerintah Malaysia secepatnya memproses para nelayan dan segera dipulangkan ke tanah air.
Sementara itu Yuliana alias Ana (32), istri dari Alwatan kepada Sumut Pos menuturkan, dirinya mengetahui secara pasti suaminya berada di Malaysia setelah mendengar langsung suara, Alwatan melalui sambungan telepon. Ketika itu kata dia, suaminya memberitahukan kalau dirinya sedang berada di Malaysia.
“Sebelumnya memang aku sudah dapat kabar dari dua orang nelayan di daerah, tapi aku belum begitu yakin. Setelah hampir dua minggu tak ada kabar, nggak lama aku mendapat telpon dari suamiku, dia bilang boat (perahu bermotornya) ditangkap kapal patroli Malaysia dan dibawa ke sana,” ujarnya.
Dalam pembicara yang berlangsung singkat tersebut, Alwatan menanyakan tentang kabar anak-anaknya. Namun dia mengaku belum bisa pulang ke tanah air disebabkan terkendala biaya. “Aku sudah mencoba mencari pinjaman uang buat ongkos suamiku, tapi sampai saat ini belum ada juga. Sedangkan persediaan uang di rumah sudah tak ada lagi,” aku ibu empat anak ini.
“Sudah dua kali konsul Indonesia di Malaysia menghubungi kami, terakhir tadi siang (Selasa, 20/11-red) kami dihubungi. Dan bilang apa tidak mau diurus, biar cepat dipulangkan. Tapi begitu kutanyakan berapa biayanya bapak itu tak mau jawab,” ungkap, Ana.
Menurut pengakuannya, Alwatan suaminya ditangkap kapal patroli Diraja Malaysia pada tanggal 21 Oktober 2012 lalu. Ketika itu, perahu bermotor jenis pukat (jaring) rawai ditumpangi oleh lima orang nelayan ini disangkakan memasuki perairan Malaysia tanpa izin.(btr/mag-17)