30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

DPR RI Ragukan Kadishub Sumut

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Bantahan yang dicetuskan Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Sumatera Utara (Sumut) saat jumpa pers terkait dugaan pungli di 11 jembatan timbang, Jumat (10/1) lalu, diragukan anggota DPR RI. Pasalnya, anggota DPR RI Fraksi PDIP Irmadi Lubis melihat bantahan itu tak sesuai kenyataan.

Dalam jumpa pers tempo hari, Kadishub Anthoni Siahaan dan Kepala UPT Pengawasan Pengendalian Sarana dan Prasarana Lalulintas Angkutan Jalan Wilayah III, Tengku Reza Zulkarnain mengatakan laporan Ari Wibowo Saleh tidak benar.

“Kami sudah mengetahui laporan yang dilakukan saudara Ari Wibowo Saleh, ke Polda Sumut atas tuduhan pungutan liar ini, dari harian Sumut Pos. Yang perlu saya tegaskan hari ini, laporan yang dilakukannya itu (Ari Wibowo Saleh, Red), adalah tidak betul. Barang bukti yang dia bawa ke Polda Sumut, berupa rekaman video adalah rekayasanya,” ujar Reza dalam konfrensi pers.

Anthoni Siahaan, menambahkan, bahwa aksi yang dilakukan Ari Wibowo itu didasari ketidakterimaan karena dipindahtugaskan. “Dia dikenakan sanksi disipilin dan dipindahtugaskan karena tidak pernah disiplin. Dia tidak pernah ikut apel pagi, tidak pernah memakai seragam dinas, bahkan tidak pernah memakai sepatu bots layaknya seorang petugas. Yang bersangkutan mau berbuat semaunya. Untuk itu yang bersangkutan dimutasi,” timpal Anthoni.

Padahal, dari pengaduan yang dilayangkan Ari Wibowo Saleh yang merupakan Staf Pos Pelabuhan Regional Teluknibung, TanjungBalai, Seksi Kepelabuhan dan Pengerukan Pada Bidang Laut, Dishub Sumut,  Ari Wibowo akhir 2013 lalu itu nilai pungli mencapai hingga ratusan miliar rupiah setiap tahun. Dan itu hanya terjadi di 11 jembatan timbang, sedangkan jumlah jembatan timbang di Sumut ada tiga belas. Dalam laporannya, Ari Wibowo Saleh juga menyertakan bukti. “Ini jadi menimbulkan pertanyaan, apakah pungli memang setor ke atasan. Menurut saya sudah waktunya semua elemen pemerintah yang ada melaksanakan tertib hukum dengan meminimalisir semua pintu-pintu korupsi (termasuk di Dinas Perhubungan Sumut). Di 2014 ini harus kita tertibkan (semua korupsi dan pungutan liar),” kata Irmadi Lubis, kemarin di Jakarta.

Itulah sebab, Irmadi juga mempertanyakan sikap Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kepolisian Daerah (Polda) Sumut yang tidak juga menanggapi pengaduan maraknya Ari Wibowo Saleh. Menurut Irmadi, lembaga penegak hukum memiliki tugas menegakkan hukum. Jadi seharusnya bekerja cepat menanggapi setiap informasi terkait dugaan-dugaan yang terjadi. Apalagi laporan pengaduan diperkuat dengan kenyataan, truk-truk melebihi muatan setiap hari terlihat sangat banyak melintasi jalan-jalan di Provinsi Sumut.

“Jembatan timbang itu kan alat agar jalan tidak cepat rusak. Tapi pada praktiknya, alat ini tidak berfungsi dengan baik. Bahkan justru menjadi sarana pungutan liar oleh oknum-oknum yang ada. Akibatnya tujuan keberadaan jembatan tersebut tidak tercapai,” katanya.

Untuk itu Irmadi meminta Kejatisu dan Polda Sumut, dapat segera menyelidiki laporan pengaduan dalam waktu dekat. “Karena kalau aparat penegak hukum tidak bertindak, tetap saja jalan-jalan yang ada di Sumut, tidak dapat terpelihara dengan baik. Selain itu jembatan timbang juga kan berperan sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD). Kalau tindakan tidak diambil, ya tujuan itu tidak akan tercapai,” katanya.

Jika Kejati, Polda dan Dinas Perhubungan Sumut tidak juga mengambil tindakan, Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, kata Irmadi, dapat mengambil tindakan tegas seperti yang dilakukan Sudomo di era Orde Baru beberapa waktu lalu.

Saat menjabat sebagai Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib), Sudomo pernah menugaskan sejumlah wartawan melakukan inspeksi mendadak terjadap praktik pungutan liar di sejumlah jembatan timbang. Hasilnya, atas besarnya penyalahgunaan yang terjadi, Sudomo memutuskan menutup seluruh jembatan timbang yang ada.

“Kalau pihak-pihak terkait seperti Dishub tidak segera bertindak, tutup saja. Toh dulu Sudomo pernah melakukan itu (menutup jembatan timbang), karena melihat keberadaan jembatan timbang sebagai alat tidak berfungsi. Untuk apa kalau hanya menjadi sumber pungutan liar. Toh sekarang jalan juga terlihat rusak. Truk melebihi muatan tetap berjalan seperti biasa,” katanya.

Menurut Irmadi, Sudomo melakukan hal tersebut bukan karena tidak menyadari manfaat jembatan timbang tersebut. Namun lebih kepada memberi pelajaran agar semua pihak yang berkepentingan merawatnya dan memfungsikannya sebagai alat guna tercapainya pembangunan yang hakiki.

“Tapi apa iya harus ditutup. Keberadaan jembatan timbang ini menurut saya masih sangat dibutuhkan. Karena itu perlu ada tindakan tegas, agar pungli bisa di atasi,” katanya.

Sebelumnya, anggota DPR RI lainnya, Idris Luthfi dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), juga heran dengan sikap Polda dan Kejati Sumut. “Penegak hukum itu kan punya prosedur tetap (Protap) terkait pengaduan masyarakat. Bahwa semua pengaduan harus ditanggapi. Tidak boleh didiamkan begitu saja. Itu protap penegakan hukum. Kalau memang tidak memenuhi syarat, nyatakan di mana kesalahannya,” ujar Idris kepada koran ini di Jakarta, Senin (20/1).

Menurut Luthfi, lembaga penegak hukum penting menyadari bahwa sekarang merupakan eranya keterbukaan publik. Karena itu jika masih saja tetap tertutup, maka citra lembaga hukum yang ada akan semakin menurun di mata masyarakat. Karena dinilai tidak transparan.

“Kalau nggak ada tanggapan, orang akhirnya tidak hanya malas melapor. Tapi juga citra lembaga hukum menjadi kurang baik.  Masyarakat ahirnya apatis karena merasa percuma melapor. Di DPR atau DPRD saja itu kalau orang datang melapor, langsung ditanggapi. Jadi harusnya hal yang sama juga berlaku di kepolisian dan kejaksaan. Kalau orang datang melapor harus cepat direspon,” katanya.(gir/rbb)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Bantahan yang dicetuskan Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Sumatera Utara (Sumut) saat jumpa pers terkait dugaan pungli di 11 jembatan timbang, Jumat (10/1) lalu, diragukan anggota DPR RI. Pasalnya, anggota DPR RI Fraksi PDIP Irmadi Lubis melihat bantahan itu tak sesuai kenyataan.

Dalam jumpa pers tempo hari, Kadishub Anthoni Siahaan dan Kepala UPT Pengawasan Pengendalian Sarana dan Prasarana Lalulintas Angkutan Jalan Wilayah III, Tengku Reza Zulkarnain mengatakan laporan Ari Wibowo Saleh tidak benar.

“Kami sudah mengetahui laporan yang dilakukan saudara Ari Wibowo Saleh, ke Polda Sumut atas tuduhan pungutan liar ini, dari harian Sumut Pos. Yang perlu saya tegaskan hari ini, laporan yang dilakukannya itu (Ari Wibowo Saleh, Red), adalah tidak betul. Barang bukti yang dia bawa ke Polda Sumut, berupa rekaman video adalah rekayasanya,” ujar Reza dalam konfrensi pers.

Anthoni Siahaan, menambahkan, bahwa aksi yang dilakukan Ari Wibowo itu didasari ketidakterimaan karena dipindahtugaskan. “Dia dikenakan sanksi disipilin dan dipindahtugaskan karena tidak pernah disiplin. Dia tidak pernah ikut apel pagi, tidak pernah memakai seragam dinas, bahkan tidak pernah memakai sepatu bots layaknya seorang petugas. Yang bersangkutan mau berbuat semaunya. Untuk itu yang bersangkutan dimutasi,” timpal Anthoni.

Padahal, dari pengaduan yang dilayangkan Ari Wibowo Saleh yang merupakan Staf Pos Pelabuhan Regional Teluknibung, TanjungBalai, Seksi Kepelabuhan dan Pengerukan Pada Bidang Laut, Dishub Sumut,  Ari Wibowo akhir 2013 lalu itu nilai pungli mencapai hingga ratusan miliar rupiah setiap tahun. Dan itu hanya terjadi di 11 jembatan timbang, sedangkan jumlah jembatan timbang di Sumut ada tiga belas. Dalam laporannya, Ari Wibowo Saleh juga menyertakan bukti. “Ini jadi menimbulkan pertanyaan, apakah pungli memang setor ke atasan. Menurut saya sudah waktunya semua elemen pemerintah yang ada melaksanakan tertib hukum dengan meminimalisir semua pintu-pintu korupsi (termasuk di Dinas Perhubungan Sumut). Di 2014 ini harus kita tertibkan (semua korupsi dan pungutan liar),” kata Irmadi Lubis, kemarin di Jakarta.

Itulah sebab, Irmadi juga mempertanyakan sikap Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kepolisian Daerah (Polda) Sumut yang tidak juga menanggapi pengaduan maraknya Ari Wibowo Saleh. Menurut Irmadi, lembaga penegak hukum memiliki tugas menegakkan hukum. Jadi seharusnya bekerja cepat menanggapi setiap informasi terkait dugaan-dugaan yang terjadi. Apalagi laporan pengaduan diperkuat dengan kenyataan, truk-truk melebihi muatan setiap hari terlihat sangat banyak melintasi jalan-jalan di Provinsi Sumut.

“Jembatan timbang itu kan alat agar jalan tidak cepat rusak. Tapi pada praktiknya, alat ini tidak berfungsi dengan baik. Bahkan justru menjadi sarana pungutan liar oleh oknum-oknum yang ada. Akibatnya tujuan keberadaan jembatan tersebut tidak tercapai,” katanya.

Untuk itu Irmadi meminta Kejatisu dan Polda Sumut, dapat segera menyelidiki laporan pengaduan dalam waktu dekat. “Karena kalau aparat penegak hukum tidak bertindak, tetap saja jalan-jalan yang ada di Sumut, tidak dapat terpelihara dengan baik. Selain itu jembatan timbang juga kan berperan sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD). Kalau tindakan tidak diambil, ya tujuan itu tidak akan tercapai,” katanya.

Jika Kejati, Polda dan Dinas Perhubungan Sumut tidak juga mengambil tindakan, Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, kata Irmadi, dapat mengambil tindakan tegas seperti yang dilakukan Sudomo di era Orde Baru beberapa waktu lalu.

Saat menjabat sebagai Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib), Sudomo pernah menugaskan sejumlah wartawan melakukan inspeksi mendadak terjadap praktik pungutan liar di sejumlah jembatan timbang. Hasilnya, atas besarnya penyalahgunaan yang terjadi, Sudomo memutuskan menutup seluruh jembatan timbang yang ada.

“Kalau pihak-pihak terkait seperti Dishub tidak segera bertindak, tutup saja. Toh dulu Sudomo pernah melakukan itu (menutup jembatan timbang), karena melihat keberadaan jembatan timbang sebagai alat tidak berfungsi. Untuk apa kalau hanya menjadi sumber pungutan liar. Toh sekarang jalan juga terlihat rusak. Truk melebihi muatan tetap berjalan seperti biasa,” katanya.

Menurut Irmadi, Sudomo melakukan hal tersebut bukan karena tidak menyadari manfaat jembatan timbang tersebut. Namun lebih kepada memberi pelajaran agar semua pihak yang berkepentingan merawatnya dan memfungsikannya sebagai alat guna tercapainya pembangunan yang hakiki.

“Tapi apa iya harus ditutup. Keberadaan jembatan timbang ini menurut saya masih sangat dibutuhkan. Karena itu perlu ada tindakan tegas, agar pungli bisa di atasi,” katanya.

Sebelumnya, anggota DPR RI lainnya, Idris Luthfi dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), juga heran dengan sikap Polda dan Kejati Sumut. “Penegak hukum itu kan punya prosedur tetap (Protap) terkait pengaduan masyarakat. Bahwa semua pengaduan harus ditanggapi. Tidak boleh didiamkan begitu saja. Itu protap penegakan hukum. Kalau memang tidak memenuhi syarat, nyatakan di mana kesalahannya,” ujar Idris kepada koran ini di Jakarta, Senin (20/1).

Menurut Luthfi, lembaga penegak hukum penting menyadari bahwa sekarang merupakan eranya keterbukaan publik. Karena itu jika masih saja tetap tertutup, maka citra lembaga hukum yang ada akan semakin menurun di mata masyarakat. Karena dinilai tidak transparan.

“Kalau nggak ada tanggapan, orang akhirnya tidak hanya malas melapor. Tapi juga citra lembaga hukum menjadi kurang baik.  Masyarakat ahirnya apatis karena merasa percuma melapor. Di DPR atau DPRD saja itu kalau orang datang melapor, langsung ditanggapi. Jadi harusnya hal yang sama juga berlaku di kepolisian dan kejaksaan. Kalau orang datang melapor harus cepat direspon,” katanya.(gir/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/