32 C
Medan
Friday, September 27, 2024

Sengketa Tano Holang-holang di Kelurahan Pintu Sona, Keturunan Tuan Hapoltakan Kawal Sidang Lapangan

ist
Sidang Lapangan: Ketua Majelis Hakim Azhary Ginting, SH MH pimpin sidang lapangan di Kelurahan Pintusona, Kecamatan Pangururan yang dihadiri puluhan keturunan tergugat Op.Tuan Hapoltakan Simbolon didampingi Panitera Nella Gultom, SH.

SAMOSIR, SUMUTPOS.CO – Puluhan keturunan Raja Pandua (Pajongga Simbolon) antusias mengikuti jalannya sidang lapangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Balige, atas perkara perdata sengketa kepemilikan tanah antara mereka selaku tergugat melawan penggugat, Martulen Simbolon dan kawan-kawan di Tano Holang-holang, Kelurahan Pintu Sona, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Kamis (21/2).

Adapun sidang lapangan nomor perkara, No.56/Pdt. G/2018/PN Blg ini dipimpin langsung Ketua Majelis Hakim, Azhary Ginting, bersama hakim anggota, Hans Prayugotama dan Arif Wibowo serta para juru bicara kedua belah pihak yang bersengketa.

Dalam persidangan, majelis hakim bersama para pihak bersengketa mengecek seluruh kelengkapan objek lahan, mulai dari batas kawasan sampai titik pembagian. Pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan bukti dokumen denah lahan, yang sebelumnya telah diserahkan antara kedua belah pihak.

Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim, Azhary Ginting menyampaikan pihaknya datang ke lokasi untuk melihat objek yang disengketakan.

“Soal siapa nanti yang menjadi pemilik tanah ini, nanti dibuktikan di pengadilan, bukan di sini. Kedatangan kami para hakim ini untuk melihat objek dan mengukurnya sesuai dengan versi masing-masing penggugat dan tergugat. Agar nantinya proses eksekusi di persidangan berjalan lancar dan jelas,” katanya.

Saat sidang lapangan, ditemukan perbedaan denah yang diajukan antara penggugat dengan tergugat. Dimana sesuai menurut penggugat ukuran objek perkara 12.892 meter dan 15. 315 meter. Sementara denah luasan objek perkara versi dari tergugat 12.892 m2 dan 12.892 m2.

“Ukuran ini sesuai dengan hasil pengukuran dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang telah kami ajukan sebelumnya untuk diukur,” kata pengacara pihak tergugat, Mangembang Pandiangan, SH, MH dan rekan.

Melihat perbedaan itu, ketua majelis hakim mengatakan bahwa denah ukuran tanah dari BPN akan dipertimbangkan.

Seusai melakukan pemeriksaan objek sengketa yang memakan waktu kurang lebih sejam ini, majelis hakim pun memutuskan untuk melanjutkan persidangan pada 11 Maret 2019 mendatang dengan agenda mendengarkan saksi dari pihak penggugat.

Ditemui di lokasi objek sengketa, keturunan Raja Pandua (Pajongga Simbolon), yakni Jabarang Simbolon selaku tergugat X mengharapkan majelis hakim setelah melakukan pengukuran ini bisa memutuskan persoalan sengketa tanah ini sesuai dengan fakta di lapangan.

“Bagi kami tanah (sengketa) ini adalah harga diri keluarga kami. Perkara ini harus kami menangkan tanah ini warisan dari orang tua kami yang turun temurun dari kakek kami,” tegas Jabarang.

Ditambahkan Edwin Simbolon selaku tergugat XI bahwa tanah yang terletak di Holang-holang Kelurahan Pintu Sona itu miliknya. Bahkan pada 1930, tanah ini telah dimenangkan oppungnya (kakeknya), Raja Pandua (Pajongga Simbolon) dari oppung Bintang Simbolon (Andreas) dari perkampungan Siambalo, Desa Hutanamora.

“Dan kemudian dari dulu hingga sekarang tanah ini dikuasai oleh kami keturunan Raja Pandua dan keturunan Oppung Tuan Hapoltahan Simbolon (yang turut menjadi tergugat),” kata Edwin Simbolon.

Tak hanya itu, lanjutnya bahwa di tahun 2015 lalu, tanah Holang-holang ini juga telah diperkarakan oleh orang yang sama hingga ke Mahkamah Agung (MA) dengan nomor perkara No.38/Pdt. G/2015/PN Blg.

“Saat itu MA mengatakan ‘NO’ (Putusan yang mengatakan gugatan tidak dapat diterima karena alasan gugatan mengandung cacat formil) karena si penggugat tidak dapat membuktikan gugatannya di pengadilan,” jelasnya.

Namun selanjutnya, lanjut Edwin, si penggugat, Martulen Simbolon cs kembali melakukan gugatan ke pengadilan pada Oktober 2018. Yang perkembangan kasus sengketa tersebut sudah memasuki tahap sidang lapangan.(mag-8)

ist
Sidang Lapangan: Ketua Majelis Hakim Azhary Ginting, SH MH pimpin sidang lapangan di Kelurahan Pintusona, Kecamatan Pangururan yang dihadiri puluhan keturunan tergugat Op.Tuan Hapoltakan Simbolon didampingi Panitera Nella Gultom, SH.

SAMOSIR, SUMUTPOS.CO – Puluhan keturunan Raja Pandua (Pajongga Simbolon) antusias mengikuti jalannya sidang lapangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Balige, atas perkara perdata sengketa kepemilikan tanah antara mereka selaku tergugat melawan penggugat, Martulen Simbolon dan kawan-kawan di Tano Holang-holang, Kelurahan Pintu Sona, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Kamis (21/2).

Adapun sidang lapangan nomor perkara, No.56/Pdt. G/2018/PN Blg ini dipimpin langsung Ketua Majelis Hakim, Azhary Ginting, bersama hakim anggota, Hans Prayugotama dan Arif Wibowo serta para juru bicara kedua belah pihak yang bersengketa.

Dalam persidangan, majelis hakim bersama para pihak bersengketa mengecek seluruh kelengkapan objek lahan, mulai dari batas kawasan sampai titik pembagian. Pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan bukti dokumen denah lahan, yang sebelumnya telah diserahkan antara kedua belah pihak.

Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim, Azhary Ginting menyampaikan pihaknya datang ke lokasi untuk melihat objek yang disengketakan.

“Soal siapa nanti yang menjadi pemilik tanah ini, nanti dibuktikan di pengadilan, bukan di sini. Kedatangan kami para hakim ini untuk melihat objek dan mengukurnya sesuai dengan versi masing-masing penggugat dan tergugat. Agar nantinya proses eksekusi di persidangan berjalan lancar dan jelas,” katanya.

Saat sidang lapangan, ditemukan perbedaan denah yang diajukan antara penggugat dengan tergugat. Dimana sesuai menurut penggugat ukuran objek perkara 12.892 meter dan 15. 315 meter. Sementara denah luasan objek perkara versi dari tergugat 12.892 m2 dan 12.892 m2.

“Ukuran ini sesuai dengan hasil pengukuran dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang telah kami ajukan sebelumnya untuk diukur,” kata pengacara pihak tergugat, Mangembang Pandiangan, SH, MH dan rekan.

Melihat perbedaan itu, ketua majelis hakim mengatakan bahwa denah ukuran tanah dari BPN akan dipertimbangkan.

Seusai melakukan pemeriksaan objek sengketa yang memakan waktu kurang lebih sejam ini, majelis hakim pun memutuskan untuk melanjutkan persidangan pada 11 Maret 2019 mendatang dengan agenda mendengarkan saksi dari pihak penggugat.

Ditemui di lokasi objek sengketa, keturunan Raja Pandua (Pajongga Simbolon), yakni Jabarang Simbolon selaku tergugat X mengharapkan majelis hakim setelah melakukan pengukuran ini bisa memutuskan persoalan sengketa tanah ini sesuai dengan fakta di lapangan.

“Bagi kami tanah (sengketa) ini adalah harga diri keluarga kami. Perkara ini harus kami menangkan tanah ini warisan dari orang tua kami yang turun temurun dari kakek kami,” tegas Jabarang.

Ditambahkan Edwin Simbolon selaku tergugat XI bahwa tanah yang terletak di Holang-holang Kelurahan Pintu Sona itu miliknya. Bahkan pada 1930, tanah ini telah dimenangkan oppungnya (kakeknya), Raja Pandua (Pajongga Simbolon) dari oppung Bintang Simbolon (Andreas) dari perkampungan Siambalo, Desa Hutanamora.

“Dan kemudian dari dulu hingga sekarang tanah ini dikuasai oleh kami keturunan Raja Pandua dan keturunan Oppung Tuan Hapoltahan Simbolon (yang turut menjadi tergugat),” kata Edwin Simbolon.

Tak hanya itu, lanjutnya bahwa di tahun 2015 lalu, tanah Holang-holang ini juga telah diperkarakan oleh orang yang sama hingga ke Mahkamah Agung (MA) dengan nomor perkara No.38/Pdt. G/2015/PN Blg.

“Saat itu MA mengatakan ‘NO’ (Putusan yang mengatakan gugatan tidak dapat diterima karena alasan gugatan mengandung cacat formil) karena si penggugat tidak dapat membuktikan gugatannya di pengadilan,” jelasnya.

Namun selanjutnya, lanjut Edwin, si penggugat, Martulen Simbolon cs kembali melakukan gugatan ke pengadilan pada Oktober 2018. Yang perkembangan kasus sengketa tersebut sudah memasuki tahap sidang lapangan.(mag-8)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/