30 C
Medan
Thursday, July 4, 2024

Limbah Pabrik Mie Dibuang ke Parit

LUBUK PAKAM- Sarana Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) serta Minimasi Pemisah Air Limbah (MPAL) kilang mie Gunung Mas, tidak berfungsi. Air limbahnya langsung dibuang ke parit di belakang tembok pabrik.

Hal ini diketahui, ketika Komisi C DPRD Deli Serdang berkunjung ke kilang mie Gunung Mas di Desa Bangun Sari, Tanjung Morawa, kemarin. Ketika ditanyakan soal izin pengolahan limbah, pemilik pabrik Kok Leong, tidak mampu menunjukannya.

“Izin penggolahan limbahnya ada tapi tidak di sini. Soalnya surat izinnya tebal jadi disimpan di rumah,” kata Leong menjawab pertanyaan anggota komisi C DPRD Deliserdang.

Curiga dengan alasan surat izin tertinggal di rumah, anggota Komisi C yang hadir dalam kunjungan kerja itu, Riki Prandana, Mberngap Sembiring, Chairul Anwar serta Parlon Sianturi mempertanyakan, apakah pabrik yang berdiri sejak 2001 itu memiliki fasilitas IPAL serta MPAL.

Kemudian, anggota Komisi C, mendatangi lokasi IPAL serta MPAL yang masih berada di dalam komplek pabrik mie itu. Dipandu Kok Leong, anggota Komisi C menemukan sarana IPAL serta MPAL yang sudah tidak berfungsi. Bahkan, sarana IPAL dan MPAL berbentuk kolam berdiding semen itu, kosong dari air limbah.

Pengamatan Sumut Pos, kolam yang berukuran sekitar 3×4 meter dengan kedalaman dua meter itu terlihat kosong. Di dasar kolam, terdapat sendimen lumpur berwarna hitam, mengeluarkan bau busuk.

Sedangkan, saluran pembuangan dari ruang produksi mengalir limbah cair berupa air berwarna kuning serta menebarkan bau busuk menyengat langsung mengalir ke parit di luar pagar pabrik. Padahal, sejatinya cairan kuning yang disebut-sebut sebagai zat pengwarna mie itu, harus masuk ke kolam instalasi IPAL serta MPAL.

Mengetahui tidak berfungsinya sarana IPAL dan MPAL kilang mie itu, Kok Leong berupaya berdalih, cairan yang dikeluarkan melalui parit tanpa dikelola terlebih dahulu, tidak berbahaya. “Nggak apa-apa itu, sudah lama saya buang limbah cair keluar, tapi warga tidak ada yang komplain,” katanya.

Mendengar ucapanan pemilik kilang mie itu, Riki Prandana menyatakan, tindakan itu tidak benar. Bahkan Kok Leong dapat dijerat pasal 41 ayat 1 UU nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dan pasal 94 ayat 2.B UU nomor 7 tahun 2004 dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

“Untuk apa ada IPAL dan MPAL ini, kalau limbahnya dibuang langsung ke parit, ini ada unsur pembiaran dari instansi terkait. Kuat dugaan ada oknum yang bermain di sini,” duga Riki Prandana.

Sementara Kepala Badan Bapedalda Pemkab Deli Serdang H Susmono, saat dikonfirmasi usai rapat dengar pendapat dengan Komisi A DPRD Deliserdang, Jumat (24/2), mengaku heran dengan adanya temuan tidak berfungsinya instalasi pengolahan limbah pabrik itu. Padahal, prosedur pengawasan yang dilakukan Bapedalda, selama ini berupa dengan cara menerima laporan dari perusahaan lewat catatan labolatorium.

Dokumen UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan) merupakan persyaratan mengurus izin pengelolan lingkungan. Sarana IPAL itu seharusnya difungsikan, bukan sebagai jimat. Hendaknya dokumen itu jadi acuan bagi usaha untuk melaksanakan pemantaun pengelolan limbah.(btr)

LUBUK PAKAM- Sarana Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) serta Minimasi Pemisah Air Limbah (MPAL) kilang mie Gunung Mas, tidak berfungsi. Air limbahnya langsung dibuang ke parit di belakang tembok pabrik.

Hal ini diketahui, ketika Komisi C DPRD Deli Serdang berkunjung ke kilang mie Gunung Mas di Desa Bangun Sari, Tanjung Morawa, kemarin. Ketika ditanyakan soal izin pengolahan limbah, pemilik pabrik Kok Leong, tidak mampu menunjukannya.

“Izin penggolahan limbahnya ada tapi tidak di sini. Soalnya surat izinnya tebal jadi disimpan di rumah,” kata Leong menjawab pertanyaan anggota komisi C DPRD Deliserdang.

Curiga dengan alasan surat izin tertinggal di rumah, anggota Komisi C yang hadir dalam kunjungan kerja itu, Riki Prandana, Mberngap Sembiring, Chairul Anwar serta Parlon Sianturi mempertanyakan, apakah pabrik yang berdiri sejak 2001 itu memiliki fasilitas IPAL serta MPAL.

Kemudian, anggota Komisi C, mendatangi lokasi IPAL serta MPAL yang masih berada di dalam komplek pabrik mie itu. Dipandu Kok Leong, anggota Komisi C menemukan sarana IPAL serta MPAL yang sudah tidak berfungsi. Bahkan, sarana IPAL dan MPAL berbentuk kolam berdiding semen itu, kosong dari air limbah.

Pengamatan Sumut Pos, kolam yang berukuran sekitar 3×4 meter dengan kedalaman dua meter itu terlihat kosong. Di dasar kolam, terdapat sendimen lumpur berwarna hitam, mengeluarkan bau busuk.

Sedangkan, saluran pembuangan dari ruang produksi mengalir limbah cair berupa air berwarna kuning serta menebarkan bau busuk menyengat langsung mengalir ke parit di luar pagar pabrik. Padahal, sejatinya cairan kuning yang disebut-sebut sebagai zat pengwarna mie itu, harus masuk ke kolam instalasi IPAL serta MPAL.

Mengetahui tidak berfungsinya sarana IPAL dan MPAL kilang mie itu, Kok Leong berupaya berdalih, cairan yang dikeluarkan melalui parit tanpa dikelola terlebih dahulu, tidak berbahaya. “Nggak apa-apa itu, sudah lama saya buang limbah cair keluar, tapi warga tidak ada yang komplain,” katanya.

Mendengar ucapanan pemilik kilang mie itu, Riki Prandana menyatakan, tindakan itu tidak benar. Bahkan Kok Leong dapat dijerat pasal 41 ayat 1 UU nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dan pasal 94 ayat 2.B UU nomor 7 tahun 2004 dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

“Untuk apa ada IPAL dan MPAL ini, kalau limbahnya dibuang langsung ke parit, ini ada unsur pembiaran dari instansi terkait. Kuat dugaan ada oknum yang bermain di sini,” duga Riki Prandana.

Sementara Kepala Badan Bapedalda Pemkab Deli Serdang H Susmono, saat dikonfirmasi usai rapat dengar pendapat dengan Komisi A DPRD Deliserdang, Jumat (24/2), mengaku heran dengan adanya temuan tidak berfungsinya instalasi pengolahan limbah pabrik itu. Padahal, prosedur pengawasan yang dilakukan Bapedalda, selama ini berupa dengan cara menerima laporan dari perusahaan lewat catatan labolatorium.

Dokumen UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan) merupakan persyaratan mengurus izin pengelolan lingkungan. Sarana IPAL itu seharusnya difungsikan, bukan sebagai jimat. Hendaknya dokumen itu jadi acuan bagi usaha untuk melaksanakan pemantaun pengelolan limbah.(btr)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/