TAPTENG, SUMUTPOS.CO – Pihak Panti Asuhan Hidayatullah membantah pengakuan ke empat korban, tentang kekerasan fisik dan pemaksaan memakan kotoran kambing dan cicak.
“Kalau tuduhan kekerasan fisik itu tidak ada. Cuma kadang-kadang, seperti di pesantren ada itu sanksi-sanksi disuruh berdiri. Kalau pun ada pemukulan, bukan pemukulan yang keras. Bagaimana orangtua mukul anak, paling ya gitu saja. Biasa dicubit sayang gitu,” kata Firman, pimpinan panti asuhan tersebut, Selasa (24/2) sore.
Terkait hukuman memakan kotoran kambing dan cicak, Firman mengatakan itu cuma ancaman saja.
“Itu cuma ancaman saja. Awas nanti nak (dikasih makan kotoran ternak), paling gitu saja. Kadang-kadang kalau sampai jengkelnya kita bilang gitu, nanti dikasih makanan kotoran ternak lho kamu,” kilah Firman seraya menyebut bekas luka pada wajah salah satu anak asuhnya itu adalah karena berkelahi dengan temannya.
Firman membenarkan ada 15 orang anak asuhnya. Ada yang berasal dari Sibolga sekitarnya, Sidikalang dan Medan. Dia juga berpendapat bahwa terkadang ada anak yang mungkin sudah terbiasa bebas di luar lalu masuk ke panti asuhan dengan semua peraturannya jadi merasa kurang senang.
Namun pihaknya selalu terbuka dengan pihak lain yang ingin mengetahui sistem pendidikan di panti asuhannya.
Sebelumnya, empat bocah penghuni Panti Asuhan di Kabupaten Tapanuli Tengah mengaku disiksa pembimbingnya. Selain mendapat kekerasan fisik, para korban juga ngaku dipaksa makan kotoran kambing dan cicak sebanyak 10 sendok.
Perlakuan tak manusiawi ini dialami Boy Trenget Bancin (11) asal Pakpak Barat, kelas 4 SD. Sura Padang (11) asal Pakpak Barat, kelas 5 SD. Haikal Akbar (9) asal Medan Polonia, kelas 5 SD dan Febriyan Abi Eza (10) asal Medan Polonia, kelas 4 SD.
Kasus ini terungkap atas kecurigaan guru saat melihat luka di tubuh korban setiba di sekolah. Bukan itu saja, para korban juga kerap tak mengerjakan PR dan ngantuk di kelas. (dh/smg/deo)