Tiga hari setelah bentrok fisik antara warga dengan karyawan PTPN2 di Desa Salang Paku, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deliserdang, kondisi perlahan-lahan mulai kondusif. Namun, pihak PTPN 2 tetap bersikeras untuk melakukan okupasi lagi pada lahan yang sama.
Hal ini ditegaskan Humas PTPN 2 Sei Semayang Eka Damayanti ketika dihubungi Sumut Pos. “Kalau yang di lokasi bentrok kemarin, itu lahannya masih dalam peta HGU kita, jadi kita akan tetap melakukan okupasi,” tegasnya.
Ketika ditanya luas lahan yang sudah digarap warga, Eka mengaku, sudah ratusan hektar yang dirampas warga untuk menanam jagung dan pohon pisang. “Kalau yang sudah dikuasai warga sekitar 300 hektar,” sebutnya.
Kapan dilakukan okupasi lanjutan? Eka mengatakan, pihaknya saat ini tengah berkoordinasi dengan pihak Poldasu untuk membantu melakukan okupasi lanjutan.
Mengenai waktu pastinya, sejauh ini dirinya belum menerima laporan. “Kapan pastinya, saya belum ada konfirmasi lanjutan dari pimpinan, tapi tetap akan dilakukan okupasi,” terangnya.
Terkait bentrok dengan warga, Eka mengaku, sudah membuat laporan pengaduan ke Poldasu terkait pembakaran lima unit mobil truk PTPN 2 dan penganiayaan terhadap karyawan. “Kita berharap pihak kepolisian dapat menyelesaikan laporan kita,” pintanya.
Ketika ditanya soal adanya preman bayaran yang ikut dalam rombongan karyawan PTPN 2 saat melakukan penyerangan, Eka membantah kabar tersebut. Dia meyakini, kalau seluruh orang yang ikut saat melakukan okupasi merupakan karyawan PTPN 2. “Saya jamin itu karyawan PTPN2 semua, tidak ada preman bayaran, itu karyawan,” jelasnya.
Sementara di areal konflik tepatnya di lahan PTPN2, pihak kepolisian masih terlihat berjaga-jaga. Ada beberapa mobil polisi yang terlihat berpatroli. Dan sebagian berjalan dengan memegang senjata laras panjang. Petugas keamanan juga sudah membuat tiga buah tenda perkemahan untuk menjaga suasana sampai jangka waktu yang tak ditentukan.
Selain membuat perkemahan, polisi juga melakukan penyisiran ke perkampungan warga guna mencari pelaku pembakaran mobil. Dalam penyisiran yang dilakukan selama dua hari, pihak kepolisian dari Polres Medan, dikabarkan menemukan senjata tajam berupa klewang, panah beracun dan senjata lainnya seperti bambu dan rotan yang diduga digunakan warga maupun pihak PTPN2, saat terjadi bentrok. Senjata itu ditemukan tergeletak di seputaran lokasi bentrok yang kemungkinan tertinggal.
Di sisi lain, warga sekitar sudah beraktivitas seperti biasanya. Pantauan Sumut Pos di lokasi kejadian, Kamis (24/5) siang, puluhan warga terlihat melakukan aktivitas bercocok tanam dan kegiatan lainnya. Sedangkan anak-anak yang awalnya tidak berani keluar rumah, mulai terlihat berkeliaran di halam rumah warga. Pun begitu, sejumlah kaum pria di lokasi tersebut, tetap melakukan pemantauan terhadap orang yang datang ke kampung tersebut. Soalnya, mereka takut adanya mata-mata dari pihak PTPN 2 yang masuk ke perkampungan untuk mengacaukan suasana.
“Ya, lumayan aman lah, warga pun sudah mulai beraktivitas, Cuma kita tetap waspada, siapa tahu ada penyusup,” kata Zakaria, warga Salang Paku, Kecamatan Kutalimbaru, Deliserdang.
Zakaria juga mengatakan, pihaknya akan tetap mempertahankan lokasi PTPN 2 yang sudah mereka “Kita nggak akan mundur kalau pihak PTPN2 melakukan okupasi. Kita akan tampung mereka hingga titik darah penghabisan,” semangatnya.
Genderang Perang untuk PTPN 4
Di tempat terpisah, ratusan warga terdiri dari Kelompok Tani Bandar Rejo Desa Naga Kesiangan Kecamatan Tebingtinggi Kabupaten Serdangbedagai memblokir jalan masuk ke perkebunan PTPN IV Kebun Pabatu. Merka pun mendirikan posko pemenangan tanah yang dirampas perkebunan seluas 254,33 hektar, Kamis sore (24/5).
Ketua Kelompok Tani Desa Bandar Rejo, Wendi Hutabarat mengatakan bahwa ini adalah awal pertama genderang perang kelompok tani atas ketidakpedulian pihak PTPN IV Kebun Pabatu menanggapi aksi demonstrasi beberapa minggu lalu. “ Kami minta hak rakyat, tanah seluas 254,33 hektar milik warga, maka itu harus dikembalikan kalau tidak ini adalah awal mula genderang perang itu,” ungkap Wendi.
Mendirikan posko pemenangan warga adalah eujud perasaan kecewa dengan pihak PTPN 4 Kebun Pabatu yang hingga kini belum menuntaskan serta memutuskan permasalahan tanah tersebut. “Apabila waktu yang diberikan hingga batas pekan depan tidak ditanggapi pihak perkebunan dan Pemkab Sergai, kami akan langsung mengeksekusi lahan perkebunan itu dengan paksa. Kita berharap awal pembangunan posko ini jangan ada terjadi benturan fisik,” beber Wendi.
Melihat akitivitas Kelompok Tani Bandar Rejo mendirikan posko dan memblokir akses jalan masuk, pihak Polres Tebingtinggi langsung melakukan pengawasan dengan ketat agar tidak terjadi benturan fisik warga dengan pihak pengamanan perkebunan. “Kita siagakan petugas di lapangan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, sejauh ini warga masih bisa diberi pengertian oleh pihak petugas,” ungkap Kasubag Humas Polres Tebingtinggi AKP Ngemat Surbakti.
Sementara itu, Humas PTPN 4 Kebun Pabatu Suheri mengungkapkan bahwa warga membangun posko di luar tanah HGU perkebunan dan tidak memblokir jalan masuk ke dalam perkebunan. Menurutnya, soal lahan tersebut sudah terdaftar dalam nomor surat 20 tahun 2007 yang HGU perkebunan resmi ditandatangani pada April 2007 lalu.
Untuk itu, agar masalah tidak tambah runyam, Suheri meminta Ketua Kelompok Tani Bandar Rejo untuk membuat surat tembusan kepada pihak mediasi terutama Pemkab Sergai. “Wendi (ketua kelompok tani) harus membuat surat ke Pemkab Sergai, tetapi apa? Hingga kini Pemkab Sergai belum menerima surat itu,” ungkap Suheri. (ndi/mag-3)