LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Satu unit alat berat yang hadir di Dusun 2 Paluh Pasir, Desa Halaban, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, membuat masyarakat resah. Mereka yang bergantung hidup dengan hutan mangrove, terancam ke depannya sulit mencari nafkah.
Mereka cemas, karena alat berat yang hadir itu, disebut untuk melakukan alih fungsi tanaman mangrove menjadi kelapa hibrida. Alat berat itu hadir tak jauh dari hutan mangrove.
“Kami sudah berulang kali bilang, alat berat agar segera dibawa keluar dari dusun kami. Tapi mereka berasalan, jika alat berat rusak. Jadi sampai saat ini alat berat masih berada di dusun kami,” ungkap Hendro, warga Dusun 2 Paluh Pasir, Senin (24/11).
Pria yang mencari nafkah sebagai nelayan menolak keras rencana alih fungsi tersebut. Juga turut masyarakat lainnya menolak rencana itu.
“Kami menolak keras alih fungsi hutan mangrove ke kelapa hibrida, karena kami warga Dusun II Paluh Pasir, Desa Halaban ini, sehari-hari mencari makan di hutan mangrove, untuk seperti kepiting, udang, dan ikan,” kata Hendro.
Lebih lanjut Hendro menuturkan, alat berat itu hadir mulanya didalihkan untuk perbaikan jalan. Memang, diakuinya, ada beberapa titik jalan yang mendapat sentuhan perbaikan.
“Tapi, eskavator itu tidak keluar dari kampung kami. Kemarin ada surat yang ditunjukkan, katanya dari PU untuk memperbaiki jalan. Ya namanya jalan mau diperbaiki, siapa yang menolak,” katanya.
“Jangan ada bahasa nelayan menolak perbaiki jalan. Kalau untuk memperbaiki jalan, masyarakat setuju. Sudah ada yang diperbaiki seperti disiram batu, tapi tidak rampung semuanya,” imbuh Hendro.
Hendro juga menuturkan, rencana alih fungsi lahan diduga melibatkan sejumlah oknum kepala desa.
“Beberapa oknum kepala desa terlibat dalam alih fungsi ini. Kalau mau alih fungsi jangan di wilayah kami, cari tempat yang lain,” tegasnya.
Bahkan, kata dia, oknum kepala desa tersebut mulanya setuju dengan alih fungsi itu.
“Mulanya kepala desa kami berembuk setuju, setelah masyarakat berontak baru ada klarifikasi, kepala desa menolak dan mendukung penghijauan,” kata Hendro lagi.
Sementara, Kepala Dinas PUTR Langkat Khairul Azmi, saat dikonfirmasi menyebutkan, pihaknya tidak ada mengejakan perbaikan jalan di Dusun 2 Paluh Pasir, Desa Halaban. “Enggak ada kegiatan kami (Dinas PUTR) di sana,” bebernya.
Rencana alih fungsi lahan tersebut diharap ada tindakan dari aparat penegak hukum. Secara umum, alat berat tidak boleh masuk hutan karena merupakan perusakan hutan dan ilegal jika dilakukan tanpa izin resmi.
Kegiatan ini melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana berat, kecuali jika ada izin dari pemerintah untuk tujuan tertentu seperti pertambangan bawah tanah, pembangunan infrastruktur, atau pembuatan jalur evakuasi kebakaran hutan, dan dilakukan sesuai prosedur perizinan.
Menggunakan alat berat untuk membuka lahan di dalam kawasan hutan tanpa izin adalah tindakan ilegal dan melanggar undang-undang kehutanan.
Pelakunya dapat dijerat dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda paling sedikit Rp2 miliar hingga Rp10 miliar, berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. (ted/saz)

