24 C
Medan
Tuesday, September 24, 2024

Nias Butuh Satu Nomor Telepon Panggilan Darurat Sentral


MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepulauan Nias membutuhkan satu nomor telepon panggilan darurat sentral, untuk tanggap darurat menerjunkan sumberdaya saat terjadi bencana. 

Poin itu menjadi salahsatu hasil Survei Pengurangan Resiko Bencana Kota Gunung Sitoli, Kabupaten Nias dan Nias Selatan, yang diserahkan Amerika Serikat (AS) melalui International Criminal Investigative Training Assistance Program (ICITAP) di bawah Departemen Kehakiman, kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Kamis (26/2). 

Selain mengenai satu nomor telepon darurat, ICITAP juga menyebutkan beberapa poin yang ditemukan dari hasil studi di Nias oleh tim peneliti. Di antaranya adalah dalam pengurangan resiko bencana,  agar Kepulauan Nias tidak dipandang terpisah per wilayah administratif, namun perlu dipandang sebagai satu kesatuan. 

“Oleh karenanya, Badan Penanggulangan Bencana pada masing-masing kabupaten/kota di Kepulauan Nias perlu membentuk kelompok kerja bersama. Selain itu, masih ada suatu gap dalam pemahaman secara keseluruhan tentang resiko tsunami dan langkah-langkah yang harus dilakukan masyarakat,” kata Disaster Response Mitigation Planner Kedutaan AS, Matthew Finnie, saat menyerahkan hasil penelitian berupa buku tersebut kepada Pelaksana Harian Sekda Provsu Ir Hj Sabrina, M.Si di Kantor Gubsu.

Mathew Finnie dalam kesempatan itu didampingi beberapa rekannya di antaranya Koordinator Proyek US DOJ ICITAP Iwan Maskun dan Penasihat Penegakan Hukum Komjen (Purn) Oegroseno. 

Survey tersebut menurut tim adalah menjawab permintaan Gubernur Sumatera Utara H Gatot Pujo Nugroho, ST,M.Si dalam pertemuan sebelumnya September tahun 2014. Dalam pertemuan tersbut Gubsu secara khusus meminta tim ICITAP menjadikan Pulau Nias sebagai salah satu lokasi survey mengingat di daerah tersebut pernah terjadi bencana dahsyat yaitu gempa dan tsunami.

Mathew menjelaskan bahwa sebelumnya ICITAP telah menyerahkan hasil Survei Pegurangan Resiko Bencana yang dilakukan di Kota Medan. Mempertimbangkan permintaan Gubsu tersebut, tim kemudian melakukan survei di tiga daerah mewakili kepulauan Nias yaitu Kota Gunung Sitoli, Kabupaten Nias dan Nias Selatan.  Hasil survey tersebut memuat hasil pengamatan dan rekomendasi mengenai langkah-langkah solusi untuk panduan dalam penanganan kebencanaan.  

“Kami berharap hasil survey ini dapat berguna dan kami akan menindaklanjuti dengan bantuan pelatihan dan bantuan peralatan,” ujar Matthew Finnie. Survei akan ditindaklanjuti dengan pelatihan sumberdaya manusia dengan mendatangkan tenaga ahli dari Hawai dan Surabaya khusus Ambulan 118.  

Menanggapi hal tersebut, Sabrina mengungkapkan apresiasi Pemerintah Provinsi atas hasil survei yang sudah dilakukan pada akhir 2014 tersebut. “Kami sangat berterima kasih. Hasil survei ini akan sangat membantu mempercepat penerapan kesiagaan kebencanaan,” ujar Sabrina.

Sumatera Utara yang memiliki luas wilayah 72.981,23 km²,  dengan kondisi geografi yang memang rawan terhadap bencana alam di antaranya gempa dan tsunami, banjir bandang, longsor serta letusan gunung berapi. Luasnya wilayah menurut Sabrina menjadikan aksesbilitas menuju lokasi bencana sering menjadi persoalan dalam penanganan kedaruratan. (mea/rel)


MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepulauan Nias membutuhkan satu nomor telepon panggilan darurat sentral, untuk tanggap darurat menerjunkan sumberdaya saat terjadi bencana. 

Poin itu menjadi salahsatu hasil Survei Pengurangan Resiko Bencana Kota Gunung Sitoli, Kabupaten Nias dan Nias Selatan, yang diserahkan Amerika Serikat (AS) melalui International Criminal Investigative Training Assistance Program (ICITAP) di bawah Departemen Kehakiman, kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Kamis (26/2). 

Selain mengenai satu nomor telepon darurat, ICITAP juga menyebutkan beberapa poin yang ditemukan dari hasil studi di Nias oleh tim peneliti. Di antaranya adalah dalam pengurangan resiko bencana,  agar Kepulauan Nias tidak dipandang terpisah per wilayah administratif, namun perlu dipandang sebagai satu kesatuan. 

“Oleh karenanya, Badan Penanggulangan Bencana pada masing-masing kabupaten/kota di Kepulauan Nias perlu membentuk kelompok kerja bersama. Selain itu, masih ada suatu gap dalam pemahaman secara keseluruhan tentang resiko tsunami dan langkah-langkah yang harus dilakukan masyarakat,” kata Disaster Response Mitigation Planner Kedutaan AS, Matthew Finnie, saat menyerahkan hasil penelitian berupa buku tersebut kepada Pelaksana Harian Sekda Provsu Ir Hj Sabrina, M.Si di Kantor Gubsu.

Mathew Finnie dalam kesempatan itu didampingi beberapa rekannya di antaranya Koordinator Proyek US DOJ ICITAP Iwan Maskun dan Penasihat Penegakan Hukum Komjen (Purn) Oegroseno. 

Survey tersebut menurut tim adalah menjawab permintaan Gubernur Sumatera Utara H Gatot Pujo Nugroho, ST,M.Si dalam pertemuan sebelumnya September tahun 2014. Dalam pertemuan tersbut Gubsu secara khusus meminta tim ICITAP menjadikan Pulau Nias sebagai salah satu lokasi survey mengingat di daerah tersebut pernah terjadi bencana dahsyat yaitu gempa dan tsunami.

Mathew menjelaskan bahwa sebelumnya ICITAP telah menyerahkan hasil Survei Pegurangan Resiko Bencana yang dilakukan di Kota Medan. Mempertimbangkan permintaan Gubsu tersebut, tim kemudian melakukan survei di tiga daerah mewakili kepulauan Nias yaitu Kota Gunung Sitoli, Kabupaten Nias dan Nias Selatan.  Hasil survey tersebut memuat hasil pengamatan dan rekomendasi mengenai langkah-langkah solusi untuk panduan dalam penanganan kebencanaan.  

“Kami berharap hasil survey ini dapat berguna dan kami akan menindaklanjuti dengan bantuan pelatihan dan bantuan peralatan,” ujar Matthew Finnie. Survei akan ditindaklanjuti dengan pelatihan sumberdaya manusia dengan mendatangkan tenaga ahli dari Hawai dan Surabaya khusus Ambulan 118.  

Menanggapi hal tersebut, Sabrina mengungkapkan apresiasi Pemerintah Provinsi atas hasil survei yang sudah dilakukan pada akhir 2014 tersebut. “Kami sangat berterima kasih. Hasil survei ini akan sangat membantu mempercepat penerapan kesiagaan kebencanaan,” ujar Sabrina.

Sumatera Utara yang memiliki luas wilayah 72.981,23 km²,  dengan kondisi geografi yang memang rawan terhadap bencana alam di antaranya gempa dan tsunami, banjir bandang, longsor serta letusan gunung berapi. Luasnya wilayah menurut Sabrina menjadikan aksesbilitas menuju lokasi bencana sering menjadi persoalan dalam penanganan kedaruratan. (mea/rel)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/