30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

TobaPulp Dukung Kaldera Toba jadi Jaringan Geopark Unesco

Juanda Panjaitan
TobaPulp (PT Toba Pulp Lestari,Tbk) melalui Juanda Panjaitan, menyatakan dukungan terhadap kaldera Toba masuk jaringan geopark global.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – TobaPulp, industri pulp berbasis HTI di Sumatera Utara, bersama sejumlah kalangan menyatakan dukungan penuh terhadap upaya memasukkan kaldera Toba ke dalam geopark global dalam jaringan Unesco.

Dukungan itu disampaikan oleh Direktur TobaPulp (PT Toba Pulp Lestari,Tbk) Juanda Panjaitan, ketika diberi kesempatan  memberikan sambutan pada “diskusi terfokus” yang digagas RE Foundation, di kantor salah satu suratkabar di Medan, Kamis petang (24/7).

Sejumlah kalangan yang juga memberi dukungan itu mulai dari ke-7 kabupaten yang wilayahnya bersentuhan dengan Danau Toba (Tobasamosir, Tapanuli Utara, Dairi, Karo, Simalungun, Pakpak Bharat dan Samosir), kalangan gereja, fasilitator penerbangan, media massa,  pecinta lingkungan, hingga pecinta flora dan fauna.

Kaldera Toba, merupakan kawah raksasa yang terbentuk akibat letusan gunung berapi, puluhan ribu tahun silam. Abu vulkaniknya pun tersebar sejauh ribuan kilometer hingga mencapai benua India, dan cukup lama menghalangi sinar matahari. Air hujan yang turun kemudian, berangsur-angsur mengisi kaldera hingga akhirnya membentuk danau raksasa –terbesar di Asia– seperti wujudnya dewasa ini.

Di dunia, tercatat banyak sekali kadera lebih kecil dari Toba. Badan PBB Unesco mencatatnya, serta menjalankan berbagai program –berikut pembiayaannya—sebagai upaya melindunginya dari kerusakan, serta memberdayakannya untuk tujuan-tujuan kesejahteraan umat manusia.

Dalam pengertian luas, kaldera Toba bukanlah hanya menyangkut fisik danau, melainkan juga seluruh hal yang berkaitan dengan proses “kejadian” danau serta pasca keberadaannya hingga kini. Itu bisa meliputi makhluk hidup (manusia, flora, fauna) yang menghuninya, serta benda-benda mati (tanah, batu-batuan, gunung, sungai), serta budaya lokal dan khas yang kemudian berkembang.

Seluruh catatan, berkas, dokumen mengenai keberadaan kaldera Toba itulah yang penting dihimpun –dan penghimpunannya digagas oleh RE Foundation— sebagai salah satu syarat pencatatan kaldera Toba kedalam Global Geopark Network Unesco.

RE Foundation –yang didirikan oleh RE Nainggolan, tokoh masyarakat Batak, mantan bupati di Tapanuli Utara, dan pensiun sebagai Sekretaris Daerah provinsi Sumatera Utara— sudah dua kali menyelenggarakan “diskusi terfokus” mengenai kaldera Toba, untuk menyusun dossier sepanjang 50 halaman, sebelum dikirimkan ke Unesco melalui pemerintah pusat.

Diskusi dimoderatori cendekiawan muda Batak, DR Hinca Panjaitan.

BERBAGAI DUKUNGAN
Berbagai dukungan mengemuka pada diskusi yang diikuti sekitar 100 orang terpilih tersebut. TobaPulp (PT Toba Pulp Lestari,Tbk) melalui Juanda Panjaitan, secara ringkas tetapi tegas menyatakan dukungan terhadap kaldera Toba masuk jaringan geopark global. Selintas dia sempat mengemukakan pihaknya sedang mengembangkan andaliman, tanaman rempah khas Batak sebagai salah satu kekayaan kaldera Toba, yang lazim dimanfaatkan sebagai salah satu bumbu masak “ikan arsik” (ikan mas yang dimasak dengan berbagai bumbu di antaranya andaliman dan kincung). “Kami siap mendukung,” tegas Juanda.

Sebelumnya, para wakil ke-7 kabupaten di seputar Danau Toba lebih dulu menyampaikan paparan. Samosir dan Tapanuli Utara diwakili langsung oleh Bupatinya. Paparan terlengkap disampaikan Bupati Samosir, Mengindar Simbolon, yang secara sepintas mengisahkan  terbentuknya Danau Toba, dan belakangan diikuti muncul ke permukaan pulau Samosir di tengah danau.

“Itulah sebabnya saya lebih merasa sebagai putra pulau Samosir dari pada anak Sumatera,” katanya secara berkelakar. Pada hal, Danau Toba dan pulau Samosir di tengahnya berada di tengah pulau Sumatera, persisnya di Sumatera Utara. “Proses kejadian Sumatera dan Samosir, berbeda,” katanya setengah berpromosi.

Dari kalangan gereja, antara lain diwakili GKPI (gereja Kristen protestan Indonesia), menilai bumi sebagai tempat tinggal, lapangan ekonomi dan juga kebudayaan. Tindakan penyelamatan bumi sebagai tempat tinggal umat manusia bersama lingkungannya, pasti didukung semua gereja.

Ketua PWI Sumut Muhammmad Syahrir mengemukakan “yang terpenting dari gagasan ini ialah perwujudannya.” Ketua asosiasi radio swasta, Fauzi Usman, menyatakan siap mempublikasikan kegiatan terkait Danau Toba, bahkan sudah sejak puluhan tahun silam.

Fasilitator penerbangan (pengelola bandara Kualanamu) berpendapat mutlak dibutuhkan mobilitas yang mudah untuk mencapai kaldera Toba melalui penerbangan Kualanamu – Silangit (Tapanuli Utara).

Anggota DPRD Sumut Rooslynda Marpaung –juga anggota DPRRI terpilih— siap memperjuangkan “perhatian pemerintah lebih besar” terhadap Toba.

Sedangkan kolektor anggrek Toba, seorang dokter perempuan, mempertunjukkan “temuannya” selama 3,5 tahun berkelana di rimba sekitar Toba –sebagai bagian dari warisan kaldera Toba— yang sangat eksotik dan tiada duanya di dunia, salah satunya foto bungan bangkai. Dia kemudian menyerahkan foto-foto koleksinya untuk melengkapi dossier kaldera Toba.

Hinca Panjaitan menyimpulkan ternyata begitu besar perhatian dan dukungan publik terhadap kaldera Toba. Hal terpenting, katanya, menyosialisasikan kaldera Toba ini ke lapisan masyarakat di lapangan – grass root— sehingga ketika para pejabat Unesco melakukan “uji lapangan,” kelak, pencatatan kaldera Toba menjadi “anggota” geopark global benar-benar menjadi keinginan riil seluruh lapisan masyarakat. (rel/mea)

Juanda Panjaitan
TobaPulp (PT Toba Pulp Lestari,Tbk) melalui Juanda Panjaitan, menyatakan dukungan terhadap kaldera Toba masuk jaringan geopark global.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – TobaPulp, industri pulp berbasis HTI di Sumatera Utara, bersama sejumlah kalangan menyatakan dukungan penuh terhadap upaya memasukkan kaldera Toba ke dalam geopark global dalam jaringan Unesco.

Dukungan itu disampaikan oleh Direktur TobaPulp (PT Toba Pulp Lestari,Tbk) Juanda Panjaitan, ketika diberi kesempatan  memberikan sambutan pada “diskusi terfokus” yang digagas RE Foundation, di kantor salah satu suratkabar di Medan, Kamis petang (24/7).

Sejumlah kalangan yang juga memberi dukungan itu mulai dari ke-7 kabupaten yang wilayahnya bersentuhan dengan Danau Toba (Tobasamosir, Tapanuli Utara, Dairi, Karo, Simalungun, Pakpak Bharat dan Samosir), kalangan gereja, fasilitator penerbangan, media massa,  pecinta lingkungan, hingga pecinta flora dan fauna.

Kaldera Toba, merupakan kawah raksasa yang terbentuk akibat letusan gunung berapi, puluhan ribu tahun silam. Abu vulkaniknya pun tersebar sejauh ribuan kilometer hingga mencapai benua India, dan cukup lama menghalangi sinar matahari. Air hujan yang turun kemudian, berangsur-angsur mengisi kaldera hingga akhirnya membentuk danau raksasa –terbesar di Asia– seperti wujudnya dewasa ini.

Di dunia, tercatat banyak sekali kadera lebih kecil dari Toba. Badan PBB Unesco mencatatnya, serta menjalankan berbagai program –berikut pembiayaannya—sebagai upaya melindunginya dari kerusakan, serta memberdayakannya untuk tujuan-tujuan kesejahteraan umat manusia.

Dalam pengertian luas, kaldera Toba bukanlah hanya menyangkut fisik danau, melainkan juga seluruh hal yang berkaitan dengan proses “kejadian” danau serta pasca keberadaannya hingga kini. Itu bisa meliputi makhluk hidup (manusia, flora, fauna) yang menghuninya, serta benda-benda mati (tanah, batu-batuan, gunung, sungai), serta budaya lokal dan khas yang kemudian berkembang.

Seluruh catatan, berkas, dokumen mengenai keberadaan kaldera Toba itulah yang penting dihimpun –dan penghimpunannya digagas oleh RE Foundation— sebagai salah satu syarat pencatatan kaldera Toba kedalam Global Geopark Network Unesco.

RE Foundation –yang didirikan oleh RE Nainggolan, tokoh masyarakat Batak, mantan bupati di Tapanuli Utara, dan pensiun sebagai Sekretaris Daerah provinsi Sumatera Utara— sudah dua kali menyelenggarakan “diskusi terfokus” mengenai kaldera Toba, untuk menyusun dossier sepanjang 50 halaman, sebelum dikirimkan ke Unesco melalui pemerintah pusat.

Diskusi dimoderatori cendekiawan muda Batak, DR Hinca Panjaitan.

BERBAGAI DUKUNGAN
Berbagai dukungan mengemuka pada diskusi yang diikuti sekitar 100 orang terpilih tersebut. TobaPulp (PT Toba Pulp Lestari,Tbk) melalui Juanda Panjaitan, secara ringkas tetapi tegas menyatakan dukungan terhadap kaldera Toba masuk jaringan geopark global. Selintas dia sempat mengemukakan pihaknya sedang mengembangkan andaliman, tanaman rempah khas Batak sebagai salah satu kekayaan kaldera Toba, yang lazim dimanfaatkan sebagai salah satu bumbu masak “ikan arsik” (ikan mas yang dimasak dengan berbagai bumbu di antaranya andaliman dan kincung). “Kami siap mendukung,” tegas Juanda.

Sebelumnya, para wakil ke-7 kabupaten di seputar Danau Toba lebih dulu menyampaikan paparan. Samosir dan Tapanuli Utara diwakili langsung oleh Bupatinya. Paparan terlengkap disampaikan Bupati Samosir, Mengindar Simbolon, yang secara sepintas mengisahkan  terbentuknya Danau Toba, dan belakangan diikuti muncul ke permukaan pulau Samosir di tengah danau.

“Itulah sebabnya saya lebih merasa sebagai putra pulau Samosir dari pada anak Sumatera,” katanya secara berkelakar. Pada hal, Danau Toba dan pulau Samosir di tengahnya berada di tengah pulau Sumatera, persisnya di Sumatera Utara. “Proses kejadian Sumatera dan Samosir, berbeda,” katanya setengah berpromosi.

Dari kalangan gereja, antara lain diwakili GKPI (gereja Kristen protestan Indonesia), menilai bumi sebagai tempat tinggal, lapangan ekonomi dan juga kebudayaan. Tindakan penyelamatan bumi sebagai tempat tinggal umat manusia bersama lingkungannya, pasti didukung semua gereja.

Ketua PWI Sumut Muhammmad Syahrir mengemukakan “yang terpenting dari gagasan ini ialah perwujudannya.” Ketua asosiasi radio swasta, Fauzi Usman, menyatakan siap mempublikasikan kegiatan terkait Danau Toba, bahkan sudah sejak puluhan tahun silam.

Fasilitator penerbangan (pengelola bandara Kualanamu) berpendapat mutlak dibutuhkan mobilitas yang mudah untuk mencapai kaldera Toba melalui penerbangan Kualanamu – Silangit (Tapanuli Utara).

Anggota DPRD Sumut Rooslynda Marpaung –juga anggota DPRRI terpilih— siap memperjuangkan “perhatian pemerintah lebih besar” terhadap Toba.

Sedangkan kolektor anggrek Toba, seorang dokter perempuan, mempertunjukkan “temuannya” selama 3,5 tahun berkelana di rimba sekitar Toba –sebagai bagian dari warisan kaldera Toba— yang sangat eksotik dan tiada duanya di dunia, salah satunya foto bungan bangkai. Dia kemudian menyerahkan foto-foto koleksinya untuk melengkapi dossier kaldera Toba.

Hinca Panjaitan menyimpulkan ternyata begitu besar perhatian dan dukungan publik terhadap kaldera Toba. Hal terpenting, katanya, menyosialisasikan kaldera Toba ini ke lapisan masyarakat di lapangan – grass root— sehingga ketika para pejabat Unesco melakukan “uji lapangan,” kelak, pencatatan kaldera Toba menjadi “anggota” geopark global benar-benar menjadi keinginan riil seluruh lapisan masyarakat. (rel/mea)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/