BINJAI- Sebanyak tujuh rumah sakit umum (RSU) di Kota Binjai ternyata tak memiliki incinerator (mesin pemusnah limbah). Padahal, incinerator merupakan persyaratan yang harus dimiliki bagi setiap rumah sakit yang beropersi. Hal ini diungkapkan Kepala Badan Lingkungan Hidup Aspian melalui Kabid Amdal Mahruzar, Rabu (26/6).
Dijelaskan Mahruzar, adapun rumah sakit yang tidak memiliki incinerator yaitu, RS Bangkatan, RS Bidadari, RS Latersia, RS Artha Medica, RS Kesrem, RS Al Fuadi, dan RS Ibu dan Anak Syilviana. “Hanya RSU Djeolham yang memiliki mesin incinerator yang lainnya tidak ada,” papar dia.
Insinerator sendiri, lanjut dia, berfungsi sebagai mesin pemusnah atau penghangus sampah yang baik bagi limbah medis yang bersumber dari rumah sakit atau Puskesmas. “Jadi kalau rumah sakit tidak memiliki mesin itu, ke mana mereka membuang limbah medisnya?” katanya sambil bertanya.
Seharusnya, kata dia, pihak rumah sakit menyediakan tempat untuk limbah medis dan non medis. Untuk limbah nonmedis, bisa langsung dibuang ke tempat sampah karena tidak mengandung zat berbahaya, sedangkan limbah medis mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) harus dimusnahkan melalui mesin insinerator tadi, agar bakteri atau virus dan zat-zat berbahaya yang terkandung di dalamnya tidak menyebar.
“Soalnya, limbah medis mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan orang lain. Dan itu sudah diatur dalam Undang-undang,” sebutnya.
Sesuai UU Nomor 30 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, jelasnya, pada Bab pertama (I) pasal 1 ayat (20) menyebutkan, limbah adalah sisa hasil usaha atau kegiatan. Kemudian pada Pasal (21) disebutkan, bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah zat, energi atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan jumlahnya. Baik langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan/merusak lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup orang lain.
Sehingga, sambungnya, bagi pengusaha atau industri yang melakukan pelanggaran ini, dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan minimal satu tahun dan atau denda sebesar Rp3 miliar. (ndi)