BINJAI, SUMUTPOS.CO – Penghentian perkara yang menyeret oknum Anggota DPRD Binjai berinisial RW oleh penyidik Reskrim Polres Binjai, berujung Prapid. LS yang tidak terima laporannya dihentikan, mengajukan Prapid ke Pengadilan Negeri Binjai.
Dahsat Tarigan, Kuasa Hukum pemohon yang melayangkan Prapid tersebut sesuai dengan Nomor: 3/Pid.Pra/2020/PN Bnj. Dalam permohonan Prapid ini, Kapolri Jenderal Idham Aziz, Kapolda Sumut Irjen Martuani Sormin dan Kapolres Binjai AKBP Romadhoni Sutardjo menjadi termohon.
“Penyidik yang menghentikan penyidikan perkara ini tidak melakukan pemeriksaan secara maksimal. Pengaduan dari klien kami ke Polres Binjai bahwa diduga kuat terlapor (RW) telah terbukti secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur tindak pidana melakukan tindak pidana memberikan keterangan palsu atau sumpah dan atau menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik di hadapan pejabat umum yang berwenang,” kata Dahsat usai Sidang Prapid yang dipimpin Hakim David Simare-mare di PN Binjai, Rabu (26/8).
Menurut Dahsat, sejumlah SOP yang dilakukan tidak sesuai. Misalnya, gelar perkara yang dilakukan penyidik tidak menghadirkan atau memanggil LS.
Padahal, sambung dia, pihaknya telah menyiapkan saksi ahli Dr Mahmud Mulyadi untuk hadir memberikan keterangan dalam perkara tersebut. “Klien kami diberi waktu 1 minggu untuk hadirkan saksi dalam gelar perkara sesuai surat pada 9 Mei 2020. Kemudian klien kami mengajukannya (saksi ahli). Namun, pada 11 Mei 2020, digelar perkara tanpa pemohon (LS) dan langsung SP3. Ada apa?” seru dia.
Menurut dia, kliennya boleh hadir dalam gelar perkara. Dalam Pasal 15 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, gelar perkara merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari penyidikan.
“Karena penyidik tidak menghadirkan klien kami dalam gelar perkara, maka gelar perkara yang dilakukan dikualifikasi sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan peraturan, menyimpang dari ketentuan Perkap No 14/2012, sehingga hasil gelar perkara yang dijadikan dasar penghentian penyidikan perkara adalah tidak sah dan cacat hukum,” beber dia.
“Sebab, gelar perkara juga harus dihadiri langsung oleh para pihak pelapor dan terlapor. Tidak boleh diwakilkan oleh pihak lain. Gelar perkara juga harus dihadiri ahli yang independen, kredibel dan tidak memihak,”sambungnya.
Sumut Pos pernah melaporkan bahwa perkara ini akan segera disidangkan. Sebab, penyidik sudah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan kepada Kejaksaan Negeri Binjai dengan RW ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan, Kejari Binjai sudah menunjuk Jaksa Penuntut Umum Benny Surbakti untuk meneliti berkas perkara tersebut.
Namun belakangan, kata dia, SPDP dengan Nomor K/51/II/2020/Reskrim ini diduga telah ditarik kembali oleh penyidik. Menurut dia, ini dapat berakibat fatal dalam kacamata hukum.
“Sudah gitu, pasal yang disangkakan juga berubah dari 242 (keterangan palsu) menjadi 244 (memalsukan mata uang dan uang kertas negara serta uang kertas bank). Ini diketahui dari Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan Nomor: B/14/V/2020/Reskrim pada 8 Mei 2020 yang diterima oleh klien kami,” beber dia.
“Terakhir, SP3 tidak ditandatangani oleh Kapolres. Penyidik kan teknis, harusnya ditandatangan oleh Kapolres, bukan Kasat Reskrim yang menandatangani,” pungkasnya.
Diketahui, RW tercatat sebagai terlapor di Satuan Reserse Kriminal Polres Binjai yang dilaporkan oleh LS. RW dilaporkan atas dugaan memalsukan surat tentang kepartaian. (ted/han)