25 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Pemko Binjai Tagih Pajak Restoran dan Rumah Makan ke PKL Sehari Rp200 Ribu

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Pemko Binjai melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Binjai, belakangan gencar menagih pajak restoran dan rumah makan. Bahkan, mereka menggandeng Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Binjai, melalui surat kuasa khusus, untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Penagihan pajak di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 di Kota Binjai ini, pun menyasar pedagang kaki lima (PKL). Tak ayal, mereka dibuat resah dengan hal ini. Keresahan-keresahan para PKL Kota Binjai ini, beredar di media sosial Facebook.

Seorang PKL yang mengeluhkan dan resah dengan penagihan pajak tersebut, yakni Handoko. Dia merupakan pedagang bakso yang berjualan di Jalan Gatot Subroto, Binjai Barat. Handoko menjajakan dagangannya dengan gerobak digandeng sepeda motor. Akibat tagihan pajak yang dilakukan Pemko Binjai ini, dia pun mengaku tak bisa tidur nyenyak, lantaran harus memikirkan surat tagihan pajak yang diberikan oleh BPKAD Kota Binjai itu. Dia terkejut, lantaran selama berjualan tak pernah menerima surat tagihan pajak. Handoko harus bayar pajak Rp200 ribu per hari, artinya, selama sebulan dia harus membayar Rp6 juta.

“Saya terkejut sampai tidak bisa tidur,” ungkap Handoko. Ironisnya, lanjut Handoko, tidak ada sosialisasi maupun pemberitahuan terkait setoran pajak yang disampaikan oleh Pemko Binjai itu. Namun mendadak, surat tagihan pajak diperoleh Handoko saat sedang berjualan.

“Pendataan tidak ada. Tapi tiba-tiba dapat surat yang diharuskan untuk membayar pajak,” tuturnya.

Handoko yang berjualan di pinggir jalan, tak merasa masuk dalam kategori restoran dan rumah makan. Karena itu, dia heran terhadap kebijakan Pemko Binjai tersebut.

“Selama ini, saya merupakan pedagang kaki lima, berjualan pakai becak yang parkir di pinggir jalan,” katanya lagi.

Terlebih lagi, sambungnya, dia mengaku tidak pernah tahu kalau PKL juga harus menyetor pajak.

“Kami orang kecil. Dari dulu enggak ada sosialisasi soal ini. Maunya dari dulu, kenapa baru sekarang?” ujar Handoko kesal.

Belum lagi berjualan karena takut dibubar paksa oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Menurutnya, omzet juga menurun di tengah pandemi dan penerapan PPKM Level 3 di Kota Binjai.

“Kami jadi takut jualan saat ini, karena pandemi. Terlalu lama jualan ada Satpol-PP, yang meminta kami bubar berjualan. Saat ini, jualan hanya dapat Rp100 ribu sudah hebat. Bagaimana mau bayar pajak Rp200 ribu?” beber Handoko.

Handoko berharap, Pemko Binjai tidak melakukan pengutipan pajak di tengah pandemi.

“Saya harap, pajak ini nanti dulu, setelah pandemi selesai. Setidaknya, jualan jangan menutup warung. Nanti kalau sudah normal, saya juga tidak keberatan membayar pajak, asalkan ada timbal baliknya kepada pedagang,” harapnya.

Sementara itu, Kepala BPKAD Kota Binjai, Affan Siregar menjelaskan, pengutipan pajak merupakan perintah Undang-Undang.

“Tidak ada ditetapkan dalam Undang-Undang, kalau PKL tidak dikutip pajak,” jelasnya saat dikonfirmasi di Balai Kota Binjai, Kamis (26/8).

Muncul dugaan, pengutipan pajak restoran dan rumah makan kepada PKL saat pandemi ini, disebut-sebut karena adanya kebocoran pajak. Ditambah lagi, pengusaha restoran dan rumah makan diketahui menunggak pajak sebesar Rp317 juta pada 2021 ini.

“Di mana? Pajak restoran mana? Saya tidak tahu, jangan pancing dari saya. Data pajak enggak boleh disampaikan,” beber Affan, ketika disoal tunggakan pajak pengusaha restoran dan rumah makan.

Bahkan, Affan mengancam PKL yang ogah membayar pajak, akan disanksi pencabutan izin usaha, jika memang membandel. Namun demikian, juga diawali lebih dulu menyerahkan kepada Jaksa Pengacara Negara (JPN) untuk dimediasi.

“Kalau tidak membayar, sanksi pencabutan izin akan dilakukan kepada para pengusaha. Kalau ada tunggakan, saya minta untuk dibayar. Kalau tidak dibayar, saya serahkan ke JPN untuk dimediasi, bukan untuk ditangkap,” pungkasnya. (ted/saz)

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Pemko Binjai melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Binjai, belakangan gencar menagih pajak restoran dan rumah makan. Bahkan, mereka menggandeng Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Binjai, melalui surat kuasa khusus, untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Penagihan pajak di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 di Kota Binjai ini, pun menyasar pedagang kaki lima (PKL). Tak ayal, mereka dibuat resah dengan hal ini. Keresahan-keresahan para PKL Kota Binjai ini, beredar di media sosial Facebook.

Seorang PKL yang mengeluhkan dan resah dengan penagihan pajak tersebut, yakni Handoko. Dia merupakan pedagang bakso yang berjualan di Jalan Gatot Subroto, Binjai Barat. Handoko menjajakan dagangannya dengan gerobak digandeng sepeda motor. Akibat tagihan pajak yang dilakukan Pemko Binjai ini, dia pun mengaku tak bisa tidur nyenyak, lantaran harus memikirkan surat tagihan pajak yang diberikan oleh BPKAD Kota Binjai itu. Dia terkejut, lantaran selama berjualan tak pernah menerima surat tagihan pajak. Handoko harus bayar pajak Rp200 ribu per hari, artinya, selama sebulan dia harus membayar Rp6 juta.

“Saya terkejut sampai tidak bisa tidur,” ungkap Handoko. Ironisnya, lanjut Handoko, tidak ada sosialisasi maupun pemberitahuan terkait setoran pajak yang disampaikan oleh Pemko Binjai itu. Namun mendadak, surat tagihan pajak diperoleh Handoko saat sedang berjualan.

“Pendataan tidak ada. Tapi tiba-tiba dapat surat yang diharuskan untuk membayar pajak,” tuturnya.

Handoko yang berjualan di pinggir jalan, tak merasa masuk dalam kategori restoran dan rumah makan. Karena itu, dia heran terhadap kebijakan Pemko Binjai tersebut.

“Selama ini, saya merupakan pedagang kaki lima, berjualan pakai becak yang parkir di pinggir jalan,” katanya lagi.

Terlebih lagi, sambungnya, dia mengaku tidak pernah tahu kalau PKL juga harus menyetor pajak.

“Kami orang kecil. Dari dulu enggak ada sosialisasi soal ini. Maunya dari dulu, kenapa baru sekarang?” ujar Handoko kesal.

Belum lagi berjualan karena takut dibubar paksa oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Menurutnya, omzet juga menurun di tengah pandemi dan penerapan PPKM Level 3 di Kota Binjai.

“Kami jadi takut jualan saat ini, karena pandemi. Terlalu lama jualan ada Satpol-PP, yang meminta kami bubar berjualan. Saat ini, jualan hanya dapat Rp100 ribu sudah hebat. Bagaimana mau bayar pajak Rp200 ribu?” beber Handoko.

Handoko berharap, Pemko Binjai tidak melakukan pengutipan pajak di tengah pandemi.

“Saya harap, pajak ini nanti dulu, setelah pandemi selesai. Setidaknya, jualan jangan menutup warung. Nanti kalau sudah normal, saya juga tidak keberatan membayar pajak, asalkan ada timbal baliknya kepada pedagang,” harapnya.

Sementara itu, Kepala BPKAD Kota Binjai, Affan Siregar menjelaskan, pengutipan pajak merupakan perintah Undang-Undang.

“Tidak ada ditetapkan dalam Undang-Undang, kalau PKL tidak dikutip pajak,” jelasnya saat dikonfirmasi di Balai Kota Binjai, Kamis (26/8).

Muncul dugaan, pengutipan pajak restoran dan rumah makan kepada PKL saat pandemi ini, disebut-sebut karena adanya kebocoran pajak. Ditambah lagi, pengusaha restoran dan rumah makan diketahui menunggak pajak sebesar Rp317 juta pada 2021 ini.

“Di mana? Pajak restoran mana? Saya tidak tahu, jangan pancing dari saya. Data pajak enggak boleh disampaikan,” beber Affan, ketika disoal tunggakan pajak pengusaha restoran dan rumah makan.

Bahkan, Affan mengancam PKL yang ogah membayar pajak, akan disanksi pencabutan izin usaha, jika memang membandel. Namun demikian, juga diawali lebih dulu menyerahkan kepada Jaksa Pengacara Negara (JPN) untuk dimediasi.

“Kalau tidak membayar, sanksi pencabutan izin akan dilakukan kepada para pengusaha. Kalau ada tunggakan, saya minta untuk dibayar. Kalau tidak dibayar, saya serahkan ke JPN untuk dimediasi, bukan untuk ditangkap,” pungkasnya. (ted/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/