25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Warga 2 Desa Siap Demo Kantor Gubsu

Walhi Sumut Lakukan Investigasi
Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Sumut, Dana Tarigan mengaku tengah melakukan investigasi untuk mengetahui siapa orang atau perusahaan di balik pengerukan pasir laut di Pantai Labu. “Masyarakat di sana komunikasi dengan kita soal pengerukan. Dan saat ini kita tengah mencari tahu siapa di belakang dari ini semua sekaligus untuk mencari izin AMDALnya,” terangnya.

Lanjutnya, selain melakukan investigasi soal amdal, pihak Walhi Sumut sendiri tengah investigasi soal adanya permainan dengan cara memanfaatkan tandatangan penduduk. Dimana penduduk saat itu diajak oleh pihak perusahaan untuk kegiatan sosialisasi atas pengerukan pasir di sana, tapi ternyata diketahui tandatangan tersebut malah disalah gunakan untuk menyetujui adanya pengerukan di sana. “Jadi kemarin ada sempat pihak perusahaan ini mengajak warga untuk sosialisasi kalau akan terjadi pengerukan, di situ warga dimintai tandatangannya. Tetapi justru tandatangan itu dimanfaatkan untuk menyetujui pengerukan, padahal masyarakat tidak pernah ada yang setuju pengerukan tersebut,” ujarnya.

Namun dirinya mengaku kalau saat ini masih menunggu masyarakat untuk kompak dan bersatu, dikarenakan ada sebagian masyarakat yang menyetujui pengerukan tersebut. “Kita masih belum bisa untuk maju, karena masih ada masyarakat di sana yang pro. Dan kita takut kalau nantinya akan ada konflik horizontal antara masyarakat. Yang akan ada oknum-oknum lain yang akan membenturkan masyarakat yang satu dengan yang lain,” ujarnya.

Dirinya juga mengatakan kalau sebelumnya sekitar 5 tahun yang lalu juga terjadi hal yang sama, yang saat itu dilakukan pengerukan untuk pembangunan bandara KNIA. Dengan perjanjian kepada masyarakat akan mendapatkan pembangunan rumah ibadah, perbaikan jalan dan masyarakat setempat akan bekerja di sana. Tetapi buktinya tidak sesuai dengan perjanjian. “Kita juga sempat tangani advokasi masalah yang sama saat pembangunan KNIA. Tapi segala perjanjian itu tidak ada diterima warga, hanya dampak polusi udara akibat truk yang jalan dan terkikisnya pantai yang dapat menyebabkan tsunami datang,” ungkapnya.

Pengerukan ini membuat nelayan yang tidak memiliki perahu kehilangan mata pencaharian, dikarenakan nelayan mencari nafkah dengan mencari kerang, kepah dan bibit ikan kerapu saat air tengah surut. “Yang dirugikan nelayan yang punya perahu, karena orang ini kan cari ikan saat air sedang surut. Tapi karena pengerukan ini, membuat nelayan kehilangan pencahariannya,” terangnya. Dan masyarakat sekitar sampai saat ini menolak adanya pengerukan tersebut.

“Sampai saat ini kita masih komunikasi dengan masyarakat disana, dan mereka tetap menolak pengerukan karena tidak ada feed back positif yang dirasakan, hanya janji-janji dan yang didapatkan hanya dampak ekonomi dan kesehatan yang dirasakan, dan kemungkinan terburuk lainnya seperti tsunami,” ungkapnya. (man/bay/deo)

Walhi Sumut Lakukan Investigasi
Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Sumut, Dana Tarigan mengaku tengah melakukan investigasi untuk mengetahui siapa orang atau perusahaan di balik pengerukan pasir laut di Pantai Labu. “Masyarakat di sana komunikasi dengan kita soal pengerukan. Dan saat ini kita tengah mencari tahu siapa di belakang dari ini semua sekaligus untuk mencari izin AMDALnya,” terangnya.

Lanjutnya, selain melakukan investigasi soal amdal, pihak Walhi Sumut sendiri tengah investigasi soal adanya permainan dengan cara memanfaatkan tandatangan penduduk. Dimana penduduk saat itu diajak oleh pihak perusahaan untuk kegiatan sosialisasi atas pengerukan pasir di sana, tapi ternyata diketahui tandatangan tersebut malah disalah gunakan untuk menyetujui adanya pengerukan di sana. “Jadi kemarin ada sempat pihak perusahaan ini mengajak warga untuk sosialisasi kalau akan terjadi pengerukan, di situ warga dimintai tandatangannya. Tetapi justru tandatangan itu dimanfaatkan untuk menyetujui pengerukan, padahal masyarakat tidak pernah ada yang setuju pengerukan tersebut,” ujarnya.

Namun dirinya mengaku kalau saat ini masih menunggu masyarakat untuk kompak dan bersatu, dikarenakan ada sebagian masyarakat yang menyetujui pengerukan tersebut. “Kita masih belum bisa untuk maju, karena masih ada masyarakat di sana yang pro. Dan kita takut kalau nantinya akan ada konflik horizontal antara masyarakat. Yang akan ada oknum-oknum lain yang akan membenturkan masyarakat yang satu dengan yang lain,” ujarnya.

Dirinya juga mengatakan kalau sebelumnya sekitar 5 tahun yang lalu juga terjadi hal yang sama, yang saat itu dilakukan pengerukan untuk pembangunan bandara KNIA. Dengan perjanjian kepada masyarakat akan mendapatkan pembangunan rumah ibadah, perbaikan jalan dan masyarakat setempat akan bekerja di sana. Tetapi buktinya tidak sesuai dengan perjanjian. “Kita juga sempat tangani advokasi masalah yang sama saat pembangunan KNIA. Tapi segala perjanjian itu tidak ada diterima warga, hanya dampak polusi udara akibat truk yang jalan dan terkikisnya pantai yang dapat menyebabkan tsunami datang,” ungkapnya.

Pengerukan ini membuat nelayan yang tidak memiliki perahu kehilangan mata pencaharian, dikarenakan nelayan mencari nafkah dengan mencari kerang, kepah dan bibit ikan kerapu saat air tengah surut. “Yang dirugikan nelayan yang punya perahu, karena orang ini kan cari ikan saat air sedang surut. Tapi karena pengerukan ini, membuat nelayan kehilangan pencahariannya,” terangnya. Dan masyarakat sekitar sampai saat ini menolak adanya pengerukan tersebut.

“Sampai saat ini kita masih komunikasi dengan masyarakat disana, dan mereka tetap menolak pengerukan karena tidak ada feed back positif yang dirasakan, hanya janji-janji dan yang didapatkan hanya dampak ekonomi dan kesehatan yang dirasakan, dan kemungkinan terburuk lainnya seperti tsunami,” ungkapnya. (man/bay/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/