Site icon SumutPos

Warga 2 Desa Siap Demo Kantor Gubsu

Foto: Hulman/PM Kapal pengeruk pasir yang beroperasi di Pantai Labu, Deliserdang. Kegiatan ini dikawal aparat bersenjata.
Foto: Hulman/PM
Kapal pengeruk pasir yang beroperasi di Pantai Labu, Deliserdang. Kegiatan ini dikawal aparat bersenjata.

PANTAI LABU, SUMUTPOS.CO – Jika pengerukan pasir yang dilaporkan ke Presiden RI tak ditanggapi, maka warga Desa Paluh Sibaji dan Rugemuk, Kecamatan Pantai Labu akan melakukan demo besar-besaran ke kantor Gubsu. Hal itu ditegaskan Ketua Perwakilan Masyarakat Kecamatan Pantai Labu, Abdul Hafis didampingi Rusdi (48) Bidang Teknis Program Pembangunan Ekonomi Tim Perwakilan kepada kru koran ini, Senin (26/10).

“Kita masih menunggu jawaban dari Presden RI. Soal aksi, kita akan mengadakan aksi yang rencananya demo ke kantor Gubsu, namun belum ditentukan kapan kepastian demonya. Dan bila perlu kita akan turun ke tengah laut untuk menghentikan pengerukan pasir dampaknya sangat besar terhadap nelayan,” tegas Hafis.

Menurutnya, masyarakat tidak pernah menghambat pembangunan tapi masyarakat minta kompensasi dar pengerukan pasir itu karena dampaknya sangat besar.

Selain merusak ekosistem laut dan mengurangi pencarian nelayan, pengerukan pasir itu akan menenggelamkan sejumlah permukiman warga. Sebagai bukti, lanjut mantan Kepala Desa Paluh Sibaji ini,ketika PT Citta Traindo Pratama melakukan pengerukan pasir untuk pembangunan Bandara Kuala Namu dampaknya tercatat 400 KK di Dusun IV Desa Paluh Sibaji kehilangan tempat tinggal.

“Sebelum dilakukan pengerukan pasir, Dusun IV Desa Paluh Sibaji masih bisa dilalui mobil atau sepeda motor. Tapi pasca 2008 usai PT Citta Traindo Pratama melakukan pengerukan pasir, perkampungan warga itu terkikis akibat abrasi. Ada foto-foto perkampungan Dusun IV Paluh Sibaji sebelum dilakukan pengerukan pasir di laut dan setelah dilakukan pengerukan pasir di laut. Sekarang ini, kompensasi belum ada terhadap masyarakat sudah dilakukan pengerukan oleh PT HAIEN. Jangankan perkampungan warga, Bandara KNIA yang dibangun dengan biaya triliunan rupiah bakal “tenggelam” jika dampak pengerukan pasir tidak diantisipasi sejak dini,” ujarnya
Sementara itu Kepala Dinas Informasi, Komunikasi dan Telematika (Infokom) Kabupaten Deli Serdang Neken Ketaren ketika dkonfirmasi di ruang kerjanya menyatakan, pengerukan pasir itu untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Belawan telah mengantongi izin yang dikeluarkan Pemprovsu. “Amdalnya sudah lengkap. Kalau soal kompensasi kepada masyarakat itu tidak bisa sayakomentari dan campuri. Kita tidak tahu bagaimana perjanjian perusahaan yang mengeruk pasir dengan masyarakat,” jawabnya.

Walhi Sumut Lakukan Investigasi
Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Sumut, Dana Tarigan mengaku tengah melakukan investigasi untuk mengetahui siapa orang atau perusahaan di balik pengerukan pasir laut di Pantai Labu. “Masyarakat di sana komunikasi dengan kita soal pengerukan. Dan saat ini kita tengah mencari tahu siapa di belakang dari ini semua sekaligus untuk mencari izin AMDALnya,” terangnya.

Lanjutnya, selain melakukan investigasi soal amdal, pihak Walhi Sumut sendiri tengah investigasi soal adanya permainan dengan cara memanfaatkan tandatangan penduduk. Dimana penduduk saat itu diajak oleh pihak perusahaan untuk kegiatan sosialisasi atas pengerukan pasir di sana, tapi ternyata diketahui tandatangan tersebut malah disalah gunakan untuk menyetujui adanya pengerukan di sana. “Jadi kemarin ada sempat pihak perusahaan ini mengajak warga untuk sosialisasi kalau akan terjadi pengerukan, di situ warga dimintai tandatangannya. Tetapi justru tandatangan itu dimanfaatkan untuk menyetujui pengerukan, padahal masyarakat tidak pernah ada yang setuju pengerukan tersebut,” ujarnya.

Namun dirinya mengaku kalau saat ini masih menunggu masyarakat untuk kompak dan bersatu, dikarenakan ada sebagian masyarakat yang menyetujui pengerukan tersebut. “Kita masih belum bisa untuk maju, karena masih ada masyarakat di sana yang pro. Dan kita takut kalau nantinya akan ada konflik horizontal antara masyarakat. Yang akan ada oknum-oknum lain yang akan membenturkan masyarakat yang satu dengan yang lain,” ujarnya.

Dirinya juga mengatakan kalau sebelumnya sekitar 5 tahun yang lalu juga terjadi hal yang sama, yang saat itu dilakukan pengerukan untuk pembangunan bandara KNIA. Dengan perjanjian kepada masyarakat akan mendapatkan pembangunan rumah ibadah, perbaikan jalan dan masyarakat setempat akan bekerja di sana. Tetapi buktinya tidak sesuai dengan perjanjian. “Kita juga sempat tangani advokasi masalah yang sama saat pembangunan KNIA. Tapi segala perjanjian itu tidak ada diterima warga, hanya dampak polusi udara akibat truk yang jalan dan terkikisnya pantai yang dapat menyebabkan tsunami datang,” ungkapnya.

Pengerukan ini membuat nelayan yang tidak memiliki perahu kehilangan mata pencaharian, dikarenakan nelayan mencari nafkah dengan mencari kerang, kepah dan bibit ikan kerapu saat air tengah surut. “Yang dirugikan nelayan yang punya perahu, karena orang ini kan cari ikan saat air sedang surut. Tapi karena pengerukan ini, membuat nelayan kehilangan pencahariannya,” terangnya. Dan masyarakat sekitar sampai saat ini menolak adanya pengerukan tersebut.

“Sampai saat ini kita masih komunikasi dengan masyarakat disana, dan mereka tetap menolak pengerukan karena tidak ada feed back positif yang dirasakan, hanya janji-janji dan yang didapatkan hanya dampak ekonomi dan kesehatan yang dirasakan, dan kemungkinan terburuk lainnya seperti tsunami,” ungkapnya. (man/bay/deo)

Exit mobile version