25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Tradisi Bagi-bagi Bubur di Masjid Raya Nur Addin Sejak Masa Kerajaan Padang

Tak Nikmat Buka Puasa tanpa Bubur Daging Khas Melayu

SUMUTPOS.CO – Tradisi bagi-bagi bubur daging khas Melayu, yang merupakan warisan turun temurun sejak masa kejayaan Kerajaan Padang, hingga kini masih terus terjaga di Masjid Raya Nur Addin yang berlokasi di Jalan Suprapto, Kota Tebingtinggi. Bubur daging ini merupakan panganan berbuka puasa yang sangat digemari masyarakat di Bulan Ramadan.

PADA Ramadan 1444 Hijriah ini, pihak Badan Kenaziran Masjid (BKM) Raya Nur Addin mulai kembali membuat bubur daging Melayu untuk dibagi-bagikan kepada ratusan masyarakat dan untuk jamaah yang berbuka puasa di masjid. Dalam sehari selama Ramadan, pengurus masjid menyiapkan sebanyak 350 porsi mangkuk bubur.

Bubur daging Melayu ini merupakan salah satu tradisi sejak ratusan tahun silam di masa kejayaan Kerajaan Padang, sekitar tahun 1850 dan masih berjalan sampai sekarang. Bubur daging ini merupakan salah satu menu berbuka puasa bagi warga muslim Kota Tebingtinggi yang disediakan di Masjid Nur Addin. Pada masa Kerjaan Padang, Raja yang memerintah saat itu selalu memberi makan warganya dengan menyediakan bubur daging ini selama Bulan Ramadan.

Makanan yang berbahan baku beras kelas premium, dicampur daging lembu, santan kental, dan rempah-rempah resep dari kerajaan, menambah aroma bubur semakin menusuk hidung ketika proses pemasakan dimulai sebelum salat Zuhur.

Bubur pun mulai masak pada saat memasuki waktu salat Ashar. Setelah salat Ashar, bubur yang sudah dibungkus menggunakan plastik langsung diserbu warga yang datang ke Masjid Nur Addin Kota Tebingtinggi, biasanya yang datang warga yang sering mengkonsumsi bubur daging tersebut.

Untuk bahannya, pihak BKM Masjid Raya Nur Addin mengaku menghabiskan beras sebanyak 10 Kg, daging segar 5 kilogram, bawang goreng, daun seledri dan daun sop serta bumbu racikan sepesial kerajaan yang masih dipertahankan rasanya sampai sekarang. Yang paling unik adalah memasaknya, menggunakan api dari kayu bakar. Terkecuali pasokan kayu berkurang, para pemasak menggunakan gas.

“Tradisi ini kita buat setiap Bulan Ramadan, sebagai menu berbuka puasa. Banyak juga warga muslim setiap harinya menyiapkan tempat, berupa rantang maupun mangkuk untuk mengambil bubur daging ini secara gratis untuk berbuka di rumah,” ungkap Ketua BKM Masjid Nur Addin Kota Tebingtinggi, H Khuzamri Amar SE kepada Sumut Pos, Senin (27/3) petang.

Dikatakannya, tradisi pembagian bubur daging Melayu ini sempat terhenti beberapa tahun. Namun pada tahun 1999 dimulai kembali untuk memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa dahulu zaman kerajaan masih ada bubur daging Melayu. “Memang dahulu sempat terhenti, tak ada aktivitas tradisi buat bubur daging, tapi kini tradisi itu kami buat kembali. Ini tradisi dan jangan sampai memudar serta menjadi kebanggaan masyarakat Kota Tebingtinggi,” harap Khuzamri.

Sedangkan untuk kebutuhan 350 mangkuk bubur daging melayu dibutuhkan anggaran paling sedikit sekitar Rp1 juta. Bubur daging Melayu, selain dibagikan kepada warga yang datang, ada beberapa mangkuk yang diperuntukkan untuk menu berbuka puasa di Masjid Nur Addin spesial ditambah dengan menu menu lainnya seperti kue, kolak, kurma dan lainnya.

Sementara itu, juru masak bubur daging, Nazaruddin alias Pak Ucok (61), didampingi Chandra, mengaku sudah empat tahun terus masak bubur setiap Bulan Ramadan di Masjid Nur Addin Kota Tebingtinggi. Nazaruddin mengatakan, kalau dirinya memasak bubur daging dengan menu yang sudah disiapkan pihak kenaziran masjid.

Memang cara memasaknya membutuhkan kesabaran, karena beras yang dicampur santan, harus terus diaduk tanpa berhenti dalam waktu empat jam lamanya secara bergantian.

“Apabila kita tinggalkan sejenak, bubur akan gosong dan aroma harumnya menghilang. Inilah yang dibutuhkan saat memasak khas bubur daging Melayu disini, tidak boleh main-main, harus fokus jangan sampai gosong. Kalau gosong, rasa bubur daging berubah secara otomatis. Butuh keuletan dan kesabaran dalam memasak buburnya,” beber Nazaruddin.

 

Adapun kandungan gizi pada bubur tersebut, menurut Nazaruddin, sangat kaya gizi. Karena mengandung daging dan rempah-rempah tradisional. “Makan satu mangkuk bubur daging saat berbuka puasa, biasanya akan merasa kenyang. Bahkan tahan hingga masuk waktu sahur. Jadi, kalau sudah makan bubur ini biasanya tak makan malam lagi. Jadi bubur daging Melayu ini juga bisa menambah energi bagi yang melaksanakan Puasa Ramadan,” ungkap Nazaruddin.

Rosidin (62), warga Jalan Ahmad Yani Kota Tebingtinggi mengaku, tidak nikmat berbuka puasa tanpa makan bubur daging Melayu khas Masjid Nur Addin Kota Tebingtinggi. “Karena enaknya rasa bubur tersebut membuat kami pencinta kuliner bubur daging susah untuk melupakannya,” katanya.

Rosidin mengaku rela antre setiap hari untuk mendapatkan bubur daging Melayu ini, karena sudah menjadi kebiasaan setiap Bulan Ramadan ada bubur daging Melayu khas Kerajaan Padang ini. Terkadang di luar Ramadan, kami rindu dengan bubur daging ini, terpaksa harus menunggu tahun depan. Jika ingin makan bubur daging Melayu, datang saja ke Tebingtinggi tepat di Masjid Nur Addin Jalan Suprapto pusat Kota Tebingtinggi,” ajak Rosidin. (ian/adz)

SUMUTPOS.CO – Tradisi bagi-bagi bubur daging khas Melayu, yang merupakan warisan turun temurun sejak masa kejayaan Kerajaan Padang, hingga kini masih terus terjaga di Masjid Raya Nur Addin yang berlokasi di Jalan Suprapto, Kota Tebingtinggi. Bubur daging ini merupakan panganan berbuka puasa yang sangat digemari masyarakat di Bulan Ramadan.

PADA Ramadan 1444 Hijriah ini, pihak Badan Kenaziran Masjid (BKM) Raya Nur Addin mulai kembali membuat bubur daging Melayu untuk dibagi-bagikan kepada ratusan masyarakat dan untuk jamaah yang berbuka puasa di masjid. Dalam sehari selama Ramadan, pengurus masjid menyiapkan sebanyak 350 porsi mangkuk bubur.

Bubur daging Melayu ini merupakan salah satu tradisi sejak ratusan tahun silam di masa kejayaan Kerajaan Padang, sekitar tahun 1850 dan masih berjalan sampai sekarang. Bubur daging ini merupakan salah satu menu berbuka puasa bagi warga muslim Kota Tebingtinggi yang disediakan di Masjid Nur Addin. Pada masa Kerjaan Padang, Raja yang memerintah saat itu selalu memberi makan warganya dengan menyediakan bubur daging ini selama Bulan Ramadan.

Makanan yang berbahan baku beras kelas premium, dicampur daging lembu, santan kental, dan rempah-rempah resep dari kerajaan, menambah aroma bubur semakin menusuk hidung ketika proses pemasakan dimulai sebelum salat Zuhur.

Bubur pun mulai masak pada saat memasuki waktu salat Ashar. Setelah salat Ashar, bubur yang sudah dibungkus menggunakan plastik langsung diserbu warga yang datang ke Masjid Nur Addin Kota Tebingtinggi, biasanya yang datang warga yang sering mengkonsumsi bubur daging tersebut.

Untuk bahannya, pihak BKM Masjid Raya Nur Addin mengaku menghabiskan beras sebanyak 10 Kg, daging segar 5 kilogram, bawang goreng, daun seledri dan daun sop serta bumbu racikan sepesial kerajaan yang masih dipertahankan rasanya sampai sekarang. Yang paling unik adalah memasaknya, menggunakan api dari kayu bakar. Terkecuali pasokan kayu berkurang, para pemasak menggunakan gas.

“Tradisi ini kita buat setiap Bulan Ramadan, sebagai menu berbuka puasa. Banyak juga warga muslim setiap harinya menyiapkan tempat, berupa rantang maupun mangkuk untuk mengambil bubur daging ini secara gratis untuk berbuka di rumah,” ungkap Ketua BKM Masjid Nur Addin Kota Tebingtinggi, H Khuzamri Amar SE kepada Sumut Pos, Senin (27/3) petang.

Dikatakannya, tradisi pembagian bubur daging Melayu ini sempat terhenti beberapa tahun. Namun pada tahun 1999 dimulai kembali untuk memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa dahulu zaman kerajaan masih ada bubur daging Melayu. “Memang dahulu sempat terhenti, tak ada aktivitas tradisi buat bubur daging, tapi kini tradisi itu kami buat kembali. Ini tradisi dan jangan sampai memudar serta menjadi kebanggaan masyarakat Kota Tebingtinggi,” harap Khuzamri.

Sedangkan untuk kebutuhan 350 mangkuk bubur daging melayu dibutuhkan anggaran paling sedikit sekitar Rp1 juta. Bubur daging Melayu, selain dibagikan kepada warga yang datang, ada beberapa mangkuk yang diperuntukkan untuk menu berbuka puasa di Masjid Nur Addin spesial ditambah dengan menu menu lainnya seperti kue, kolak, kurma dan lainnya.

Sementara itu, juru masak bubur daging, Nazaruddin alias Pak Ucok (61), didampingi Chandra, mengaku sudah empat tahun terus masak bubur setiap Bulan Ramadan di Masjid Nur Addin Kota Tebingtinggi. Nazaruddin mengatakan, kalau dirinya memasak bubur daging dengan menu yang sudah disiapkan pihak kenaziran masjid.

Memang cara memasaknya membutuhkan kesabaran, karena beras yang dicampur santan, harus terus diaduk tanpa berhenti dalam waktu empat jam lamanya secara bergantian.

“Apabila kita tinggalkan sejenak, bubur akan gosong dan aroma harumnya menghilang. Inilah yang dibutuhkan saat memasak khas bubur daging Melayu disini, tidak boleh main-main, harus fokus jangan sampai gosong. Kalau gosong, rasa bubur daging berubah secara otomatis. Butuh keuletan dan kesabaran dalam memasak buburnya,” beber Nazaruddin.

 

Adapun kandungan gizi pada bubur tersebut, menurut Nazaruddin, sangat kaya gizi. Karena mengandung daging dan rempah-rempah tradisional. “Makan satu mangkuk bubur daging saat berbuka puasa, biasanya akan merasa kenyang. Bahkan tahan hingga masuk waktu sahur. Jadi, kalau sudah makan bubur ini biasanya tak makan malam lagi. Jadi bubur daging Melayu ini juga bisa menambah energi bagi yang melaksanakan Puasa Ramadan,” ungkap Nazaruddin.

Rosidin (62), warga Jalan Ahmad Yani Kota Tebingtinggi mengaku, tidak nikmat berbuka puasa tanpa makan bubur daging Melayu khas Masjid Nur Addin Kota Tebingtinggi. “Karena enaknya rasa bubur tersebut membuat kami pencinta kuliner bubur daging susah untuk melupakannya,” katanya.

Rosidin mengaku rela antre setiap hari untuk mendapatkan bubur daging Melayu ini, karena sudah menjadi kebiasaan setiap Bulan Ramadan ada bubur daging Melayu khas Kerajaan Padang ini. Terkadang di luar Ramadan, kami rindu dengan bubur daging ini, terpaksa harus menunggu tahun depan. Jika ingin makan bubur daging Melayu, datang saja ke Tebingtinggi tepat di Masjid Nur Addin Jalan Suprapto pusat Kota Tebingtinggi,” ajak Rosidin. (ian/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/