25 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Sepatu Bayauw, Kesedihan Okto, dan Keberanian Stevie

Disusurinya penjuru lapangan Stadion Mini USU pelan-pelan. Dengan awas matanya liar mencari sepasang Nike Mercury-nya. Barangkali bukan harganya yang jadi soal, tapi sejarahnya. Bisa jadi itu sepatu pertamanya yang dipakai bermain untuk Timnas Indonesia! Sepatuku mana?

PENYERANG Timnas, Hendra Adi Bayauw pening bukan kepalang. Suatu sore usai latihan, dia melepas sepatunya agar kakinya bernafas. Penat. Letih menjulang. Usai briefing, Bayauw dan pemain lainnya  hendak pulang ke hotel tempat tim menginap. Yang lain langsung menenteng sepatunya lalu naik ke dalam bus. Bayauw tidak. Dia masih sibuk di lapangan hilir mudik mencari sepatunya yang raib entah kemana.

Wajahnya saat kehilangan sepatu pasti lucu. Panik. Hal itu pula yang mengundang perhatian awak media yang biasa meliput timnas saban hari. Awak media langsung mendekatinya dan jelas bertanya. Wow berita unik nih. Pemain timnas kehilangan sepatu. Sepatunya dicuri!

Suasana jadi panik plus mengundang tawa. Ya minimal senyumlah. Lalu kawan-kawan media ramai-ramai mencari sepatu Bayauw. Sejumlah official plus penonton yang ada di situ juga mencari. Tak lama ada yang mengaku mengetahui sepatu Bayauw. Pria itu biasa di kawasan itu sebagai penjaga parkir.
Didekatinya Bayauw lalu menunjuk ke sebuah arah. Oh, di sana rupanya sepatu Bayauw tersimpan dengan rapi. Tertutupi kain. Menurut kawan-kawan, tukang parkir itu ngakunya berusaha mengamankan sepatu Bayauw. Saat itu ramai orang, bisa-bisa sepatunya hilang. Makanya diamankan. Kok cuma sepatu Bayauw yang diamankan? Hehehe, begitulah. Yang penting sepatunya tak jadi hilang.

Konotasi negatif soal Orang Medan terselamatkan. Bukankah sudah tersohor di Medan itu rawan copet. Silap sikit dompet melayang, jam tangan hilang, bahkan kini sepatu bola pun hampir pindah tangan.

Entah apa modusnya, yang jelas bisa jadi si ‘penyelamat’ sepatu Bayauw itu sangat idolakan timnas. Bahkan sangat-sangat cinta hingga akhirnya dia berubah jadi fans fanatik. Bisa jadi dia melakukan itu sebab kecewa berat terhadap prestasi timnas.

Mari kita tinggalkan Hendra Adi Bayauw yang sudah tenang sepatunya tak jadi hilang. Mari kita bicarakan kegalauan Oktovianus Maniani. Sejauh ini, Okto, demikian dia bisa dipanggil, merupakan satu-satunya pemain timnas yang tak punya klub (kecuali pemain PON). Bukan tak laku. Gaya main Okto sebenarnya sangat membuat klub ingin merekrutnya. Tapi di ISL, nama Okto berubah menjadi pesakitan. Dia tak boleh lagi membela klub yang bermain di ISL. Okto dianggap ‘durhaka’ sebab berani membela timnas di saat perseteruan PSSI-KPSI dimulai. Saat perselisihan itu masih hangat-hangatnya, Okto masih membela Persiram Rajaampat. Manajemen klub murka sebab Okto berani meninggalkan klub dan bergabung ke timnas.  Pemain asli Papua itu akhirnya sampai kini tak punya klub. Satu-satunya keluarganya di sepak bola kini ada di timnas.

Kepada media, dia pun curhat. “Sudah banyak tawaran sebenarnya. Tapi di ISL ada yang enggak senang saja sama saya. Semua manajer ISL tolak saya. Ada yang menjelekkan nama saya dan tidak senang dengan saya. Saya mau tahu apa salah saya?” katanya saat wawancara dengan koran ini beberapa waktu lalu.

Dan kini, pemain yang bakal bernasib serupa dengan Okto adalah Stevie Bonsapia. Pemain Persipura ini nekat membela timnas di saat ramai-ramai klub ISL menolak pemainnya membela timnas. Stevie satu-satunya pemain ISL yang menyusul ke TC timnas di Medan. Dengan keberanian membela tanah air, Stevie bahkan siap menerima semua konsekwensinya.  Dipecat pun dia siap. Semua ini demi tanah air. Menolak panggilan timnas adalah murka negara. Jelas Stevie yang merasa Orang Indonesia ingin memberi sumbangsih terhadap negaranya. Lalu di mana hati dan nasionalisme pemain lain di ISL?
Kalau ditanya satu-satu, semua pasti menjawab sangat ingin membela timnas tapi tak diberi izin oleh klub. Kenapa klub tak memberi izin? Bukankah membela timnas adalah hak konstitusi warga negara? Klub pasti akan menjawab, PSSI yang memulai. Begitulah seterusnya sampai entah kapan.

Hanya sebab perseteruan kecil antara PSSI dan KPSI, lantas keinginan membela negara terkebiri. Lihat di seberang benua sana. Coba cari tahu bagaimana perseteruan Catalan dan Spanyol. Orang Catalan tak mengakui Spanyol sebagai negara mereka. Hingga ungkapan ‘Catalanoia Not Spain’ atau ‘Nation Without State’ menggema di penjuru daerah yang dipenuhi orang Catalan. Di sepak bola, Orang Catalan lantas identik dengan Barcelona. Sedangkan Spanyol diidentikkan dengan Real Madrid. Maka itu pertempuran kedua tim sarat politik. Jika dilanjutkan lebih jauh, perseteruan Spanyol versus Catalan membuahkan darah dan air mata. Perseteruan berbayar nyawa.

Tapi begitu, kenapa Orang Catalan mau membela Timnas Spanyol? Hah? Kenapa orang-orang yang punya sejarah berdarah-darah masih mau menyisikan pedih hati dan ideologi demi membela satu timnas?

Rasa-rasanya tak perlulah kita tanyakan langsung kepada Carles Puyol atau Xavi Hernandez. Cukup tanyakan kepada rumput yang bergoyang. Eh. (*)
@fazadesyafa

Disusurinya penjuru lapangan Stadion Mini USU pelan-pelan. Dengan awas matanya liar mencari sepasang Nike Mercury-nya. Barangkali bukan harganya yang jadi soal, tapi sejarahnya. Bisa jadi itu sepatu pertamanya yang dipakai bermain untuk Timnas Indonesia! Sepatuku mana?

PENYERANG Timnas, Hendra Adi Bayauw pening bukan kepalang. Suatu sore usai latihan, dia melepas sepatunya agar kakinya bernafas. Penat. Letih menjulang. Usai briefing, Bayauw dan pemain lainnya  hendak pulang ke hotel tempat tim menginap. Yang lain langsung menenteng sepatunya lalu naik ke dalam bus. Bayauw tidak. Dia masih sibuk di lapangan hilir mudik mencari sepatunya yang raib entah kemana.

Wajahnya saat kehilangan sepatu pasti lucu. Panik. Hal itu pula yang mengundang perhatian awak media yang biasa meliput timnas saban hari. Awak media langsung mendekatinya dan jelas bertanya. Wow berita unik nih. Pemain timnas kehilangan sepatu. Sepatunya dicuri!

Suasana jadi panik plus mengundang tawa. Ya minimal senyumlah. Lalu kawan-kawan media ramai-ramai mencari sepatu Bayauw. Sejumlah official plus penonton yang ada di situ juga mencari. Tak lama ada yang mengaku mengetahui sepatu Bayauw. Pria itu biasa di kawasan itu sebagai penjaga parkir.
Didekatinya Bayauw lalu menunjuk ke sebuah arah. Oh, di sana rupanya sepatu Bayauw tersimpan dengan rapi. Tertutupi kain. Menurut kawan-kawan, tukang parkir itu ngakunya berusaha mengamankan sepatu Bayauw. Saat itu ramai orang, bisa-bisa sepatunya hilang. Makanya diamankan. Kok cuma sepatu Bayauw yang diamankan? Hehehe, begitulah. Yang penting sepatunya tak jadi hilang.

Konotasi negatif soal Orang Medan terselamatkan. Bukankah sudah tersohor di Medan itu rawan copet. Silap sikit dompet melayang, jam tangan hilang, bahkan kini sepatu bola pun hampir pindah tangan.

Entah apa modusnya, yang jelas bisa jadi si ‘penyelamat’ sepatu Bayauw itu sangat idolakan timnas. Bahkan sangat-sangat cinta hingga akhirnya dia berubah jadi fans fanatik. Bisa jadi dia melakukan itu sebab kecewa berat terhadap prestasi timnas.

Mari kita tinggalkan Hendra Adi Bayauw yang sudah tenang sepatunya tak jadi hilang. Mari kita bicarakan kegalauan Oktovianus Maniani. Sejauh ini, Okto, demikian dia bisa dipanggil, merupakan satu-satunya pemain timnas yang tak punya klub (kecuali pemain PON). Bukan tak laku. Gaya main Okto sebenarnya sangat membuat klub ingin merekrutnya. Tapi di ISL, nama Okto berubah menjadi pesakitan. Dia tak boleh lagi membela klub yang bermain di ISL. Okto dianggap ‘durhaka’ sebab berani membela timnas di saat perseteruan PSSI-KPSI dimulai. Saat perselisihan itu masih hangat-hangatnya, Okto masih membela Persiram Rajaampat. Manajemen klub murka sebab Okto berani meninggalkan klub dan bergabung ke timnas.  Pemain asli Papua itu akhirnya sampai kini tak punya klub. Satu-satunya keluarganya di sepak bola kini ada di timnas.

Kepada media, dia pun curhat. “Sudah banyak tawaran sebenarnya. Tapi di ISL ada yang enggak senang saja sama saya. Semua manajer ISL tolak saya. Ada yang menjelekkan nama saya dan tidak senang dengan saya. Saya mau tahu apa salah saya?” katanya saat wawancara dengan koran ini beberapa waktu lalu.

Dan kini, pemain yang bakal bernasib serupa dengan Okto adalah Stevie Bonsapia. Pemain Persipura ini nekat membela timnas di saat ramai-ramai klub ISL menolak pemainnya membela timnas. Stevie satu-satunya pemain ISL yang menyusul ke TC timnas di Medan. Dengan keberanian membela tanah air, Stevie bahkan siap menerima semua konsekwensinya.  Dipecat pun dia siap. Semua ini demi tanah air. Menolak panggilan timnas adalah murka negara. Jelas Stevie yang merasa Orang Indonesia ingin memberi sumbangsih terhadap negaranya. Lalu di mana hati dan nasionalisme pemain lain di ISL?
Kalau ditanya satu-satu, semua pasti menjawab sangat ingin membela timnas tapi tak diberi izin oleh klub. Kenapa klub tak memberi izin? Bukankah membela timnas adalah hak konstitusi warga negara? Klub pasti akan menjawab, PSSI yang memulai. Begitulah seterusnya sampai entah kapan.

Hanya sebab perseteruan kecil antara PSSI dan KPSI, lantas keinginan membela negara terkebiri. Lihat di seberang benua sana. Coba cari tahu bagaimana perseteruan Catalan dan Spanyol. Orang Catalan tak mengakui Spanyol sebagai negara mereka. Hingga ungkapan ‘Catalanoia Not Spain’ atau ‘Nation Without State’ menggema di penjuru daerah yang dipenuhi orang Catalan. Di sepak bola, Orang Catalan lantas identik dengan Barcelona. Sedangkan Spanyol diidentikkan dengan Real Madrid. Maka itu pertempuran kedua tim sarat politik. Jika dilanjutkan lebih jauh, perseteruan Spanyol versus Catalan membuahkan darah dan air mata. Perseteruan berbayar nyawa.

Tapi begitu, kenapa Orang Catalan mau membela Timnas Spanyol? Hah? Kenapa orang-orang yang punya sejarah berdarah-darah masih mau menyisikan pedih hati dan ideologi demi membela satu timnas?

Rasa-rasanya tak perlulah kita tanyakan langsung kepada Carles Puyol atau Xavi Hernandez. Cukup tanyakan kepada rumput yang bergoyang. Eh. (*)
@fazadesyafa

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/