30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kloning Bibit Haminjon Sukses di Tobasa

Foto: Istimewa Adventeris Hutagaol sedang merawat bibit Haminjon (Kemenyan) di pusat pembibitan Nursery kompleks TobaPulp.
Foto: Istimewa
Adventeris Hutagaol sedang merawat bibit Haminjon (Kemenyan) di pusat pembibitan Nursery kompleks TobaPulp.

TELE, HUMBAHAS, SUMUTPOS.CO – Keberhasilan kloning bibit haminjon (kemenyan) di kawasan oleh wanita peneliti, Adventris Hutagaol bersama timnya di kompleks TobaPulp (PT Toba Pulp Lestari,Tbk) di Parmaksian, Tobasa, disambut para petani dengan sukacita. Mereka melukiskan kesuksesan itu sebagai “harapan baru di masa depan.”

“Saya jamin masyarakat Pancurbatu menyambut gembira kloning haminjon ini. Apalagi kelak masyarakat diberi kesempatan memperolehnya secara gratis,” kata Ama Risda Lumbanbatu (55), seorang penyadap haminjon di desa Pancurbatu, Kecamatan Pollung, Humbang Hasundutan, hari ini, sembari tersenyum lebar.

Ama Risda biasa menyadap haminjon di beberapa lokasi di di pasar-3 dan pasar-9 kawasan tombak (hutan) Tele. Tetapi, kata dia, pohon-pohonnya kini sudah tua-tua, sehingga tinggal sedikit yang mengeluarkan getah, dan itupun tidak lagi maksimal.

Selain Ama Risda, sebanyak 300 kk warga Pancurbatu, dan juga penduduk desa-desa jiran seperti Hutapaung, Hutajulu, Hutagalung dan Sipituhuta, umumnya juga berprofesi sebagai penyadap getah kemenyan.

“Saya punya lahan tidur 3 hektar di sekitar rumah. Bisa dijangkau angkutan. Siap ditanami bibit haminjon bila diberi kesempatan mendapatkan bibit kloning-nya. Di parik (tegalan) di tengah tanaman kopi masyarakat pun haminjon bisa ditanam. Kita bisa coba menanamnya di pekarangan rumah,” katanya penuh semangat.

Keberhasilan pembibitan haminjon, apalagi melalui teknik kloning (clone) –karena itu pasti bibit unggul– memungkinkan petani melakukan peremajaan (replanting). Apalagi, bila melalui penerapan teknologi pertanaman bisa pula dipanen lebih cepat dari haminjon tombak yang baru dapat diambil getahnya pada usia di atas 10 tahun, serta produktivitasnya retahnya lebih tinggi, serta mutunya lebih baik.

 

BISA TUMBUH DI LAHAN TERBUKA

Berita kloning bibit haminjon itu bersumber dari seorang wanita peneliti, Adventris Hutagaol, 33, Rabu (27/8). Ia bahkan meyakini, haminjon benar-benar bisa tumbuh dan berkembang di lahan terbuka, dan dengan menerapkan teknologi produktivitas getahnya dimungkinkan lebih baik dari haminjon alami. “Saya sangat yakin,” kata Adventris, yang sejak 2013 “bergulat” dan “bergelut” dengan haminjon.

Adven –demikian panggilannya— bersama timnya sejak Mei 2013 melakukan penelitian sekaligus pembibitannya di kompleks TobaPulp (PT Toba Pulp Lestari,Tbk) di Parmaksian, Tobasa. Mereka, pertama-tama mencari anakan haminjon Toba (styrax sumatrana) di kawasan HTI (hutan tanaman industri) perusahaan di sektor Habinsaran (Tobasamosir). Mereka memperoleh sekitar 30 – 50 anakan yang layak dijadikan calon pohon induk (mother plant).

Pohon-pohon induk ini diberi pupuk yang dicairkan sebanyak tiga kali seminggu, disiram saban hari sesuai kebutuhan tergantung cuaca, diberi naungan, serta diberi pupuk padat sekali dalam tiga bulan. Mother plant (MP) ini diperbanyak melalui tunas-tunas yang tumbuh kemudian sehingga jumlahnya kini mencapai lebih kurang 800 pohon. Dari pohon-pohon induk inilah kemudian diperoleh tunas-tunas baru untuk dijadikan bibit dengan menerapkan teknik klon.

Dibandingkan dengan MP ekaliptus (Eucalyptus sp) yang dijadikan tanaman-pokok HTI TobaPulp, pertumbuhan tunas haminjon memang lebih lambat, rata-rata 1 MP hanya menghasilkan 1 – 2 tunas saja per bulan. Sedangkan ekaliptus bisa menghasilkan 5 hingga 6 tunas untuk waktu yang sama.

Sama dengan klon ekaliptus, hasil stek (cutting) haminjon juga diberi hormon perangsang akar, kemudian dimasukkan kedalam wadah tube (tiup) berisi cocopit (ampas sabut kelapa) yang di-sterilkan, serta di-inapkan di mist-house selama 30 hingga 40 hari, sebelum dipindahkan ke area terbuka berpelindung.

Faktanya kemudian, bibit-bibit klon haminjon itu tumbuh dengan baik. Perakarannya pun kompak dan padat, dan pada usia 4 hingga 6 bulan tingginya sudah mencapai 20 hingga 30 sentimeter dengan jumlah daun 4 hingga 5 pasang (8 hingga 10 helai). Secara teoritis, bibit-bibit ini sudah dapat ditanam di lapangan.

Secara terbatas, bibit-bibit klon haminjon itu sebenarnya sudah diuji-coba tanam di lahan terbuka, dua bulan lalu, dengan jarak tanam 3×3 meter. Kenyataannya bisa tumbuh. Hanya, untuk memperoleh catatan-catatan lebih lengkap masih dibutuhkan waktu lebih panjang. Namun, kata Adven, bila pembibitan haminjon ini dipandang sebagai sebuah “perjuangan,” maka hasil yang diperoleh sejauh ini dapat dikatakan “sudah mengarah pada keberhasilan.” Kesimpulan itu mengacu pada pendapat-pendapat yang mengatakan –sebelumnya– bahwa sebagai vegetasi hutan haminjon hanya bisa tumbuh baik di habitatnya, di hutan, tidak dapat tumbuh baik di lapangan terbuka.

BPK (Badan Penelitian Kehutanan) Aeknauli, dekat kota Parapat, sejak belasan tahun silam sebenarnya juga sudah mengujicoba penanaman haminjon untuk kepentingan riset. Usia tanamannya di kompleks BPK Aeknauli kini mendekati 15 tahun. Di bawah supervisi BPK Aeknauli pula TobaPulp –dengan Adventris sebagai salah seorang peneliti— mengembangkan kloning bibit haminjon untuk –kelak– didistribusikan kepada masyarakat.

Pembibitan haminjon itu pernah ditinjau langsung Pangdam-I/Bukit Barisan Mayjen TNI Istu Hari Subagyo saat akan meresmikan kegiatan penghijauan yang digagas Kodam, melanjutkan program Toba Go Green (TGG) di lokasi Hutaginjang, Tobasamosir, Mei lalu. Panglima tertarik pada pembibitan haminjon mengingat getah haminjon alam sudah sejak lama menjadi salah satu sumber penghasilan petani, terutama yang bermukim di sekitar kawasan hutan. Getah haminjon bermanfaat untuk berbagai keperluan seperti bahan baku kosmetik, komponen industri rokok, serta pelengkap ritual sesuatu kepercayaan. (rel/mea)

Foto: Istimewa Adventeris Hutagaol sedang merawat bibit Haminjon (Kemenyan) di pusat pembibitan Nursery kompleks TobaPulp.
Foto: Istimewa
Adventeris Hutagaol sedang merawat bibit Haminjon (Kemenyan) di pusat pembibitan Nursery kompleks TobaPulp.

TELE, HUMBAHAS, SUMUTPOS.CO – Keberhasilan kloning bibit haminjon (kemenyan) di kawasan oleh wanita peneliti, Adventris Hutagaol bersama timnya di kompleks TobaPulp (PT Toba Pulp Lestari,Tbk) di Parmaksian, Tobasa, disambut para petani dengan sukacita. Mereka melukiskan kesuksesan itu sebagai “harapan baru di masa depan.”

“Saya jamin masyarakat Pancurbatu menyambut gembira kloning haminjon ini. Apalagi kelak masyarakat diberi kesempatan memperolehnya secara gratis,” kata Ama Risda Lumbanbatu (55), seorang penyadap haminjon di desa Pancurbatu, Kecamatan Pollung, Humbang Hasundutan, hari ini, sembari tersenyum lebar.

Ama Risda biasa menyadap haminjon di beberapa lokasi di di pasar-3 dan pasar-9 kawasan tombak (hutan) Tele. Tetapi, kata dia, pohon-pohonnya kini sudah tua-tua, sehingga tinggal sedikit yang mengeluarkan getah, dan itupun tidak lagi maksimal.

Selain Ama Risda, sebanyak 300 kk warga Pancurbatu, dan juga penduduk desa-desa jiran seperti Hutapaung, Hutajulu, Hutagalung dan Sipituhuta, umumnya juga berprofesi sebagai penyadap getah kemenyan.

“Saya punya lahan tidur 3 hektar di sekitar rumah. Bisa dijangkau angkutan. Siap ditanami bibit haminjon bila diberi kesempatan mendapatkan bibit kloning-nya. Di parik (tegalan) di tengah tanaman kopi masyarakat pun haminjon bisa ditanam. Kita bisa coba menanamnya di pekarangan rumah,” katanya penuh semangat.

Keberhasilan pembibitan haminjon, apalagi melalui teknik kloning (clone) –karena itu pasti bibit unggul– memungkinkan petani melakukan peremajaan (replanting). Apalagi, bila melalui penerapan teknologi pertanaman bisa pula dipanen lebih cepat dari haminjon tombak yang baru dapat diambil getahnya pada usia di atas 10 tahun, serta produktivitasnya retahnya lebih tinggi, serta mutunya lebih baik.

 

BISA TUMBUH DI LAHAN TERBUKA

Berita kloning bibit haminjon itu bersumber dari seorang wanita peneliti, Adventris Hutagaol, 33, Rabu (27/8). Ia bahkan meyakini, haminjon benar-benar bisa tumbuh dan berkembang di lahan terbuka, dan dengan menerapkan teknologi produktivitas getahnya dimungkinkan lebih baik dari haminjon alami. “Saya sangat yakin,” kata Adventris, yang sejak 2013 “bergulat” dan “bergelut” dengan haminjon.

Adven –demikian panggilannya— bersama timnya sejak Mei 2013 melakukan penelitian sekaligus pembibitannya di kompleks TobaPulp (PT Toba Pulp Lestari,Tbk) di Parmaksian, Tobasa. Mereka, pertama-tama mencari anakan haminjon Toba (styrax sumatrana) di kawasan HTI (hutan tanaman industri) perusahaan di sektor Habinsaran (Tobasamosir). Mereka memperoleh sekitar 30 – 50 anakan yang layak dijadikan calon pohon induk (mother plant).

Pohon-pohon induk ini diberi pupuk yang dicairkan sebanyak tiga kali seminggu, disiram saban hari sesuai kebutuhan tergantung cuaca, diberi naungan, serta diberi pupuk padat sekali dalam tiga bulan. Mother plant (MP) ini diperbanyak melalui tunas-tunas yang tumbuh kemudian sehingga jumlahnya kini mencapai lebih kurang 800 pohon. Dari pohon-pohon induk inilah kemudian diperoleh tunas-tunas baru untuk dijadikan bibit dengan menerapkan teknik klon.

Dibandingkan dengan MP ekaliptus (Eucalyptus sp) yang dijadikan tanaman-pokok HTI TobaPulp, pertumbuhan tunas haminjon memang lebih lambat, rata-rata 1 MP hanya menghasilkan 1 – 2 tunas saja per bulan. Sedangkan ekaliptus bisa menghasilkan 5 hingga 6 tunas untuk waktu yang sama.

Sama dengan klon ekaliptus, hasil stek (cutting) haminjon juga diberi hormon perangsang akar, kemudian dimasukkan kedalam wadah tube (tiup) berisi cocopit (ampas sabut kelapa) yang di-sterilkan, serta di-inapkan di mist-house selama 30 hingga 40 hari, sebelum dipindahkan ke area terbuka berpelindung.

Faktanya kemudian, bibit-bibit klon haminjon itu tumbuh dengan baik. Perakarannya pun kompak dan padat, dan pada usia 4 hingga 6 bulan tingginya sudah mencapai 20 hingga 30 sentimeter dengan jumlah daun 4 hingga 5 pasang (8 hingga 10 helai). Secara teoritis, bibit-bibit ini sudah dapat ditanam di lapangan.

Secara terbatas, bibit-bibit klon haminjon itu sebenarnya sudah diuji-coba tanam di lahan terbuka, dua bulan lalu, dengan jarak tanam 3×3 meter. Kenyataannya bisa tumbuh. Hanya, untuk memperoleh catatan-catatan lebih lengkap masih dibutuhkan waktu lebih panjang. Namun, kata Adven, bila pembibitan haminjon ini dipandang sebagai sebuah “perjuangan,” maka hasil yang diperoleh sejauh ini dapat dikatakan “sudah mengarah pada keberhasilan.” Kesimpulan itu mengacu pada pendapat-pendapat yang mengatakan –sebelumnya– bahwa sebagai vegetasi hutan haminjon hanya bisa tumbuh baik di habitatnya, di hutan, tidak dapat tumbuh baik di lapangan terbuka.

BPK (Badan Penelitian Kehutanan) Aeknauli, dekat kota Parapat, sejak belasan tahun silam sebenarnya juga sudah mengujicoba penanaman haminjon untuk kepentingan riset. Usia tanamannya di kompleks BPK Aeknauli kini mendekati 15 tahun. Di bawah supervisi BPK Aeknauli pula TobaPulp –dengan Adventris sebagai salah seorang peneliti— mengembangkan kloning bibit haminjon untuk –kelak– didistribusikan kepada masyarakat.

Pembibitan haminjon itu pernah ditinjau langsung Pangdam-I/Bukit Barisan Mayjen TNI Istu Hari Subagyo saat akan meresmikan kegiatan penghijauan yang digagas Kodam, melanjutkan program Toba Go Green (TGG) di lokasi Hutaginjang, Tobasamosir, Mei lalu. Panglima tertarik pada pembibitan haminjon mengingat getah haminjon alam sudah sejak lama menjadi salah satu sumber penghasilan petani, terutama yang bermukim di sekitar kawasan hutan. Getah haminjon bermanfaat untuk berbagai keperluan seperti bahan baku kosmetik, komponen industri rokok, serta pelengkap ritual sesuatu kepercayaan. (rel/mea)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/