30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Minta Doa Tangkap Banyak Ikan Biar Bisa Rehab Rumah

Foto kedua ABK semasa hidup diperlihatkan keluarga. Kedua ABK yang tewas Khairul dan
Foto Ariyanto (tengah) semasa hidup diperlihatkan keluarga. Ariyanto dan dua ABK tewas terjebak di kabin saat kapal mereka tenggelam di Perairan Pulau Berhala.

SUMUTPOS.CO – Dari rumah duka korban di Dusun II, Desa Hessa Air Genting, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan, jenazah Ariyanto sudah dinanti pihak keluarga. Isak tangis pilu mewarnai kedatangan tulang punggung keluarga itu.

“Tidak punya firasat apa pun, sejak keberangkatan hingga kabar duka ini sampai di telingaku,” ungkap Sena, sambil menitikkan air mata di rumah duka, sembari menunggu kedatangan jenazah.

“Ariyanto sudah lama kerja jadi ABK, namun baru sekitar empat bulan ini dipercaya jadi nakhoda (tekong, red) oleh juragannya,” ujar Sena mengenang anak kesembilan dari sembilan bersaudara itu.

Ibu malang itu sangat mengingat ucapan terakhir anaknya saat pamitan pergi melaut. “Pigi ya mak. Doakan banyak dapat tangkapan biar kita bisa merehab rumah,” tuturnya menirukan ucapan Ariyanto yang saat itu memberikan uang belanja sebagaimana biasanya.

Dijelaskan, Sena jika Khairul yang ikut tewas tenggelam merupakan cucunya juga. “Sejak masih bayi Khairul itu saya yang mengasuhnya dan baru tiga kali berangkat ke laut bersama pamannya (Hariyanto). Ini anak dan cucuku meninggal,” beber Sena didampingi Tima, ibu kandung Khairul yang merupakan putri sulungnya.

Kejadian ini begitu memukul Sena. Pasalnya ia harus kehilangan anak dan cucu yang sangat disayanginya. “Ariyanto sejak umur 1,5 tahun sudah ditinggal ayahnya karena kecelakaan lalu lintas beberapa waktu silam. Sedangkan Khairul sejak masih bayi sudah ditinggal ayahnya lantaran ibunya bercerai,” terang Sena.

Bagi Sena, sosok Ariyanto adalah tulang punggung keluarga. “Dia yang selama ini menafkahi saya. Dia putus sekolah karena ketiadaan ekonomi, hanya sampai kelas II SMP dan tidak melanjutkan lagi,” kata Sena sambil mengelus foto terakhir putra bungsunya itu.

“Ini foto terakhir mereka saat bertamasya ke daerah wisata Gundaling Tanah Karo,” kenang Sena lagi.

Kesedihan serupa juga terpancar jelas di wajah Tima, ibu kandung Khairul. Ia sendiri tak pernah merasakan firasat apa pun kalau bakal ditinggal anaknya. “Tidak ada sedikitpun tanda-tanda maupun firasat buruk. Pamit mau berangkat seperti biasa saja, jadi dirinya pun cuma berpesan agar baik-baik saja saat bekerja. Baru tiga kali ikut bergabung dengan pamanya. Sebelumnya Khairul pernah kerja jadi ABK juga di Belawan dan Batubara.

Tak berbeda dengan orangtua Hariyanto dan Khairul, orangtua Khaidir, juga berlinang air mata mengetahui kabar duka tersebut. “Baru tiga kali ini berangkat ikut bekerja di laut, sebelumnya dia hanya bekerja apa adanya di kampung ini,” ujar Ihsan ditemani istrinya Farida. (sus/bd)

Foto kedua ABK semasa hidup diperlihatkan keluarga. Kedua ABK yang tewas Khairul dan
Foto Ariyanto (tengah) semasa hidup diperlihatkan keluarga. Ariyanto dan dua ABK tewas terjebak di kabin saat kapal mereka tenggelam di Perairan Pulau Berhala.

SUMUTPOS.CO – Dari rumah duka korban di Dusun II, Desa Hessa Air Genting, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan, jenazah Ariyanto sudah dinanti pihak keluarga. Isak tangis pilu mewarnai kedatangan tulang punggung keluarga itu.

“Tidak punya firasat apa pun, sejak keberangkatan hingga kabar duka ini sampai di telingaku,” ungkap Sena, sambil menitikkan air mata di rumah duka, sembari menunggu kedatangan jenazah.

“Ariyanto sudah lama kerja jadi ABK, namun baru sekitar empat bulan ini dipercaya jadi nakhoda (tekong, red) oleh juragannya,” ujar Sena mengenang anak kesembilan dari sembilan bersaudara itu.

Ibu malang itu sangat mengingat ucapan terakhir anaknya saat pamitan pergi melaut. “Pigi ya mak. Doakan banyak dapat tangkapan biar kita bisa merehab rumah,” tuturnya menirukan ucapan Ariyanto yang saat itu memberikan uang belanja sebagaimana biasanya.

Dijelaskan, Sena jika Khairul yang ikut tewas tenggelam merupakan cucunya juga. “Sejak masih bayi Khairul itu saya yang mengasuhnya dan baru tiga kali berangkat ke laut bersama pamannya (Hariyanto). Ini anak dan cucuku meninggal,” beber Sena didampingi Tima, ibu kandung Khairul yang merupakan putri sulungnya.

Kejadian ini begitu memukul Sena. Pasalnya ia harus kehilangan anak dan cucu yang sangat disayanginya. “Ariyanto sejak umur 1,5 tahun sudah ditinggal ayahnya karena kecelakaan lalu lintas beberapa waktu silam. Sedangkan Khairul sejak masih bayi sudah ditinggal ayahnya lantaran ibunya bercerai,” terang Sena.

Bagi Sena, sosok Ariyanto adalah tulang punggung keluarga. “Dia yang selama ini menafkahi saya. Dia putus sekolah karena ketiadaan ekonomi, hanya sampai kelas II SMP dan tidak melanjutkan lagi,” kata Sena sambil mengelus foto terakhir putra bungsunya itu.

“Ini foto terakhir mereka saat bertamasya ke daerah wisata Gundaling Tanah Karo,” kenang Sena lagi.

Kesedihan serupa juga terpancar jelas di wajah Tima, ibu kandung Khairul. Ia sendiri tak pernah merasakan firasat apa pun kalau bakal ditinggal anaknya. “Tidak ada sedikitpun tanda-tanda maupun firasat buruk. Pamit mau berangkat seperti biasa saja, jadi dirinya pun cuma berpesan agar baik-baik saja saat bekerja. Baru tiga kali ikut bergabung dengan pamanya. Sebelumnya Khairul pernah kerja jadi ABK juga di Belawan dan Batubara.

Tak berbeda dengan orangtua Hariyanto dan Khairul, orangtua Khaidir, juga berlinang air mata mengetahui kabar duka tersebut. “Baru tiga kali ini berangkat ikut bekerja di laut, sebelumnya dia hanya bekerja apa adanya di kampung ini,” ujar Ihsan ditemani istrinya Farida. (sus/bd)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/