26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kejari Humbahas Damaikan Dua Kasus Saling Lapor

HUMBAHAS, SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Negeri (Kejari) Humbang Hasundutan berhasil melaksanakan penghentian penuntutan perkara terhadap dua kasus penganiayaan warga Desa Marbun Toruan Kecamatan Baktiraja, setelah ada perdamaian antara korban dengan tersangka, Senin (29/11).

BERDAMAI: Kedua belah pihak dengan dua kasus penganiayaan, saling lapor sepakat melakukan perdamaian dalam perkara 351 setelah diupayakan restorative justice oleh Kejaksaan Humbang Hasundutan.ist/sumutpos.

Demikian disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Humbang Hasundutan Martinus Hasibuan didampingi Kepala Seksi Pidana Umum Hiras Afandy Silaban kepada sejumlah wartawan diruang kerjanya.

Kepala Kejaksaan Martinus menuturkan, kedua kasus penganiayaan ini, saling lapor atas tersangka Debora Banjarnahor (38), dan korban Mutiara Banjarnahor (45), Bohal Banjarnahor (38). Dan, sebaliknya tersangka Mutiara, dan korban Debora.

Kedua kasus ini, korban Debora dikenakan Pasal 351 ayat (1) KUHPidana, dan Pasal 351 ayat (1) Jo Pasal 55 KUHPidana kepada Mutiara dan Bohal.

Dikatakan Martinus, penghentian kasus ini baru kali pertama dilaksanakan, dan ini berdasarkan

Peraturan Jaksa Agung nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative.

“ Artinya, restorative justice adalah proses penyelesaian perkara di luar persidangan dengan tujuan untuk memulihkan keadaan semula antara korban dan tersangka, dengan asas Keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, cepat dan sederhana,” jelasnya.

Ditambahkannya, bahwa proses penyelesaian melalui restorative justice ini mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan hukum di pengadilan.

Dan, dengan restorative justice ini juga dapat menekan angka penahanan. Atau menekan banyaknya orang yang masuk dalam penjara.

Selain itu, sambung Kasi Pidum, dalam restorative justice (penyelesaian perkara pidana) tidak semua kasus dapat diselesaikan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative.

Ia menjelaskan, ada beberapa syarat, pertama tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun. Dan, barang bukti atau nilai kerugian perkara tidak lebih dari Rp2.500.000.

“ Jadi, penyelesaian dengan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative, tidak semua pidana umum dapat dilaksanakan. Ada beberapa syarat yang harus kita pahami, dan masyarakat,” ungkapnya.

Di samping itu juga, sambung Kajari Humbang Hasundutan, agar masyarakat Humbang Hasundutan sebelum lapor melapor agar dapat berpikir dulu. Dan, diharapkan juga kepada para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat turut untuk dapat melakukan mediasi.

“Karena damai itu sangat indah. Apalagi kita ini tinggal di Bina Pasogit yang masih ada Dalihan Natolu,” harap Kajari.(des/azw)

HUMBAHAS, SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Negeri (Kejari) Humbang Hasundutan berhasil melaksanakan penghentian penuntutan perkara terhadap dua kasus penganiayaan warga Desa Marbun Toruan Kecamatan Baktiraja, setelah ada perdamaian antara korban dengan tersangka, Senin (29/11).

BERDAMAI: Kedua belah pihak dengan dua kasus penganiayaan, saling lapor sepakat melakukan perdamaian dalam perkara 351 setelah diupayakan restorative justice oleh Kejaksaan Humbang Hasundutan.ist/sumutpos.

Demikian disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Humbang Hasundutan Martinus Hasibuan didampingi Kepala Seksi Pidana Umum Hiras Afandy Silaban kepada sejumlah wartawan diruang kerjanya.

Kepala Kejaksaan Martinus menuturkan, kedua kasus penganiayaan ini, saling lapor atas tersangka Debora Banjarnahor (38), dan korban Mutiara Banjarnahor (45), Bohal Banjarnahor (38). Dan, sebaliknya tersangka Mutiara, dan korban Debora.

Kedua kasus ini, korban Debora dikenakan Pasal 351 ayat (1) KUHPidana, dan Pasal 351 ayat (1) Jo Pasal 55 KUHPidana kepada Mutiara dan Bohal.

Dikatakan Martinus, penghentian kasus ini baru kali pertama dilaksanakan, dan ini berdasarkan

Peraturan Jaksa Agung nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative.

“ Artinya, restorative justice adalah proses penyelesaian perkara di luar persidangan dengan tujuan untuk memulihkan keadaan semula antara korban dan tersangka, dengan asas Keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, cepat dan sederhana,” jelasnya.

Ditambahkannya, bahwa proses penyelesaian melalui restorative justice ini mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan hukum di pengadilan.

Dan, dengan restorative justice ini juga dapat menekan angka penahanan. Atau menekan banyaknya orang yang masuk dalam penjara.

Selain itu, sambung Kasi Pidum, dalam restorative justice (penyelesaian perkara pidana) tidak semua kasus dapat diselesaikan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative.

Ia menjelaskan, ada beberapa syarat, pertama tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun. Dan, barang bukti atau nilai kerugian perkara tidak lebih dari Rp2.500.000.

“ Jadi, penyelesaian dengan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative, tidak semua pidana umum dapat dilaksanakan. Ada beberapa syarat yang harus kita pahami, dan masyarakat,” ungkapnya.

Di samping itu juga, sambung Kajari Humbang Hasundutan, agar masyarakat Humbang Hasundutan sebelum lapor melapor agar dapat berpikir dulu. Dan, diharapkan juga kepada para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat turut untuk dapat melakukan mediasi.

“Karena damai itu sangat indah. Apalagi kita ini tinggal di Bina Pasogit yang masih ada Dalihan Natolu,” harap Kajari.(des/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/