Site icon SumutPos

Gatot Nangis: Saya Sedih yang Mulia…!

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS Terdakwa kasus suap anggota DPRD Sumut yang merupakan mantan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, mengikuti sidang dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa, di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (30/1). Gatot Pujo Nugroho disidang terkait kasus suap terhadap pimpinan berserta sejumlah anggota DPRD Sumut senilai Rp61 miliar.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho menangis saat mencurahkan isi hatinya (curhat) dalam sidang lanjutan kasus suap terhadap pimpinan dan anggota DPRD Sumut di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (30/1). Gatot meneteskan air mata di hadapan majelis hakim yang diketuai Didik Setyo Handono, karena tak sanggup membayangkan derita istri dan anaknya atas kasus dialaminya saat ini.

Dalam sidang dengan agenda keterangan terdakwa, Gatot secara blak-blakan menceritakan apa yang dialaminya dan dampak besar yang dirasakan keluarganya atas kasus korupsi tersebut. “Saya sedih yang Mulia, karena yang paling menanggung beban berat karena kasus saya ini adalah keluarga, istri, dan anak saya. Saya hanya bergaul dengan warga binaan. Tapi istri dan anak saya bergaul dengan orang di lingkungan mereka,” ucap Gatot sambil menangis.

Disebutkan Gatot, kasus tersebut akan dijadikannya sebagai bahan evaluasi. Dan selama di penjara, dirinya selalu diminta memberikan pencerahan di lingkungan narapidana. Dalam setiap kesempatan ceramah, dia selalu mengingatkan kepada para napi bahwa keluarga merekalah yang paling menderita akibat persoalan hukum yang mereka hadapi.

“Selama saya jalani kasus ini, keluarga saya, istri, dan anak-anak saya yang merasakan berdampak buruk atas kasus saya ini. Mohon maaf, istri saya dua, termasuk anak-anak saya di sana (Jakarta) kena imbasnya. Dan sampai anak istri saya pulang naik angkot pun diberitakan yang Mulia,” ucap Gatot lagi.

Istri Gatot, Sutias Handayani dan anak-anaknya yang selalu hadir mengikuti persidangan, saat itu duduk di bangku pengunjung, juga tampak meneteskan air mata. Sesekali Sutias menyapu air matanya dengan tisu.

Dalam keterangannya, Gatot membeberkan peran mantan Seketaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumut, Nurdin Lubis. Menurut Gatot, Nurdin berperan sebagai pengumpul dana untuk semua permintaan anggota DPRD Sumut. “Sekda (Nurdin Lubis) yang koordinasi langsung soal dana ataupun permintaan- permintaan dari anggota dewan. Dan Sekda yang mengumpulkan uang selama ini,” ucap Gatot.

Disebutkannya juga, sebelum dia menjabat sebagai Gubernur Sumut, permintaan- permintaan anggota dewan sepertinya sudah menjadi tradisi, dan jika permintaan anggota dewan tidak diberikan maka pembahasan ataupun sidang paripurna akan selalu ditunda.

“Kawan-kawan di dewan bilang, jika permintaan mereka tidak diberikan maka sidang akan ditunda-tunda,” beber Gatot.

Sementara itu, saat Ketua Majelis Hakim Didik Setyo Handono menanyakan, apakah Nurdin tidak pernah mengeluhkan dana yang mereka dapat dari mana kepada terdakwa, Gatot mengatakan tidak. “Mekanismenya saya tidak tahu dari mana dapat uangnya. Saya tahunya hanya dari sidang ini berdasarkan keterangan para saksi yang Mulia,” jelas Gatot.

Menurut Gatot, dirinya pernah diminta oleh Sekretaris DPRD Sumut Randiman Tarigan untuk memberikan uang purnabakti sebesar Rp200 juta per anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 yang periodeisasinya akan berakhir. Namun Gatot mengaku hanya menyanggupi Rp150 juta.

“Saya diminta uang sebesar Rp200 juta per anggota dewan, tapi saya bilang terlalu besar dan saya setujui hanya Rp150 juta. Namun, terealisasi atau tidak uang Rp150 juta itu saya tidak tahu lagi yang Mulia. Tapi pada akhirnya di persidangan saya dengar anggota dewan dapat Rp200 juta per orang. Berarti perintah saya tidak didengar staf saya,” ucapnya.

Gatot juga menyebutkan, Wakil Gubernur Sumut saat itu akan membayar dua kali lipat untuk memuluskan interpelasi terhadap dirinya. “Saya dapat informasi, Wagub akan bayar dua kali lipat dibanding yang saya bayarkan untuk menggagalkan interpelasi,” ungkap Gatot.

Disebutkannya, pembatalan penggunaan hak interpelasi pada 2015 merupakan salah satu dari delapan item tujuan pemberian gratifikasi dari Gatot kepada anggota DPRD Sumut. Saat itu, Gatot memang disebut akan diinterpelasi karena beristri dua.

Dalam dakwaan Jaksa, untuk pembatalan pengajuan Hak Interpelasi Anggota DPRD Sumut Tahun 2015, Gatot memberi Rp1 miliar. Uang itu dibagikan kepada Fraksi PDIP, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi PAN, Fraksi Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Persatuan Pembangunan.

Gatot mengaku mengetahui pemberian gratifikasi untuk pembatalan gratifikasi ini. Dia juga mengaku terlibat langsung karena hal itu menyangkut hal pribadi. “Seperti yang punya istri dua,” ucapnya.

Anggota Majelis Hakim Yusra sempat menanyakan Gatot yang menyebut wakilnya ingin membayar dua kali lipat. “Anda tahu dari mana Wagub akan membayar dua kali lipat?” tanyanya.

Gatot menyatakan, dia mendapatkan informasi itu dari Wakil Ketua DPRD Sumut dari PDIP, Muhammad Affan. Selain itu, dia juga pernah mendengar dari Japorman Saragih, Ketua DPD PDIP Sumut saat ini.

“Pernah Wagub menelepon Ketua DPD I PDIP, Japorman Saragih. Dia bilang, ‘Bang tolong saya dibantu’,” ungkap Gatot.

Hakim Yusra kembali mempertanyakan, bagaimana Gatot mengetahui isi pembicaraan itu. “Saya sudah konfirmasi,” ucapnya.

Namun Hakim Yusra menyudahi pertanyaan yang berkaitan dengan Wagub Sumut yang saat ini menjadi Gubsu. “Kita sudahi soal Wagub, biar nanti jaksa yang memutuskan tindaklanjutnya,” ucapnya.

Saat menjabat Gubernur Sumut, Gatot mengakui memang kurang harmonis dengan wakilnya saat itu. Dalam persidangan, Gatot pun mengaku tidak melibatkan Erry dalam pemberian gratifikasi kepada anggota DPRD Sumut. Selanjutmya, majelis hakim menunda sidang untuk dilanjutkan pekan mendatang dengan agenda tuntutan.

Seperti diketahui, dalam kasus ini terdapat 8 item pemberian gratifikasi yang dilakukan Gatot kepada DPRD Sumut. Pertama, Gatot ingin DPRD Sumut periode 2009-2014 dan periode 2014-2019 menyetujui Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) APBD Sumut 2012.

Kemudian, menyetujui Perubahan APBD Sumut 2013, menyetujui APBD Sumut 2014, menyetujui Perubahan APBD Sumut 2014,  menyetujui APBD Sumut 2015, menyetujui LPJP APBD Sumut 2014, dan menyetujui Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) APBD Sumut 2014, serta Pembatalan Pengajuan Hak Interpelasi Anggota DPRD Sumut Tahun 2015.

Pada suap untuk persetujuan LPJP APBD Provinsi Sumut TA 2012, Gatot memberikan uang kepada seluruh anggota, Sekretaris Fraksi, Ketua Fraksi, Wakil Ketua dan Ketua DPRD Sumut. Total yang diberikan Rp1.550.000.000.

Untuk persetujuan terhadap Perubahan APBD Sumut 2013, Gatot memberikan Rp2.550.000.000.  Lalu, untuk persetujuan APBD Sumut 2014, Gatot memberikan “uang ketok” Rp44.260.000.000.

Kemudian untuk persetujuan dan pengesahan Perubahan APBD Sumut 2014 dan pengesahan APBD Sumut 2015, Gatot memberikan Rp11.675.000.000. Untuk persetujuan LPJP APBD Sumut 2014, Gatot menberikan Rp300 juta. Sementara untuk persetujuan terhadap LKPJ APBD Sumut 2014, Gatot memerintahkan pemberian Rp500.000.000.

Terakhir untuk pembatalan pengajuan Hak Interpelasi Anggota DPRD Sumut Tahun 2015, Gatot memberi Rp1 miliar. Uang itu dibagikan kepada Fraksi PDIP, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi PAN, Fraksi Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Persatuan Pembangunan.

Atas perbuatannya, Gatot diancam pidana dalam pasal 13 UU Nomor 13 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (red/adz)

Exit mobile version