28 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

‘Komunitas Dahlanis’ Simalungun Dideklarasikan

Dahlanis

Dalam budaya Jawa, ada tiga istilah yang kerap digunakan dalam melihat indikator sosok seorang pemimpin. Istilah itu adalah Momong, Momor dan Momo atau 3 M. Tidak semua dapat memiliki kepribadian 3 M, baik masyarakat hingga level tokoh nasional. Akan tetapi, ada seorang sosok tokoh nasional memiliki 3 M. Tokoh tersebut adalah Dahlan Iskan yang merupakan cahaya baru di republik ini menjadi ikon seorang pemimpin.

 

***

DEMIKIAN disampaikan seorang tokoh masyarakat di Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun H Ngatijan Thoha saat berbincang-bincang dengan METRO (grup Sumut Pos), Selasa (8/10). Bukan hanya H Ngatijan Thoha sendiri, namun ia ditemani beberapa tokoh masyarakat dari beberapa kecamatan dengan berbagai latar belakang berbeda.

 

Ketika itu, kepada METRO disampaikan, mereka merupakan sebuah komunitas yang sudah sering duduk satu meja yang walaupun berbeda tempat tinggal. “Kami ini merupakan pencinta Dahlan Iskan dan kami sebut komunitas kami adalah Simalungun Dahlanis,” sebut H Nyatijan Thoha yang dulunya pernah berkiprah di dunia politik.

 

Sebelum menceritakan lebih jauh tentang keberadaan komunitas mereka, Thoha yang sudah berusia 62 tahun ini kembali menjelaskan 3 M dalam istilah Jawa. Pertama adalah Momong yang diartikan sebagai pembimbing dan pengasuh atau juga pengayom. “Sedikitnya, saya mengetahui tentang kepribadian Dahlan dalam mengasuh para anak buahnya yang berupaya keras supaya para anak buahnya itu dapat berhasil dan sehingga hasil kerjanya menjadi sebuah kebanggan. Cara dia membimbing dan mengasuh dapat terlihat dari perusahaan yang telah dibinanya, seperti grup Jawapos,” ujar Thoha.

 

“Kemudian Momor, Nah, istilah Momor ini adalah menyatu atau bersama. Seorang pemimpin yang momor ini seorang pemimpin yang mau berbaur dengan semua golongan dan masyarakat tanpa membeda-bedakan satu dengan lainnya,” terangnya.

 

Disebutkan, dalam kepribadian Dahlan Iskan ini melihat dari kehidupan yang diulas di berbagai media, Momor ini dimiliki seorang Dahlan Iskan. Hal itu terbukti ketika hendak mau dan pulang kerja sering singgah diwarung masyarakat dan tidak sungkan nompang dengan kendraan masyarakat.

 

“Ketika saya lihat di televisi, saya perhatikan dari gaya berbicaranya termasuk cara menyapa masyarakat. Benar-benar dia seorang yang bisa berbaur dengan semua masyarakat,” tambahnya.

 

Istilah yang terakhir adalah Momot dapat mengakomodir kepentingan masyarakat. Thoha menerangkan Dahlan Iskan yang sudah memiliki banyak pengalaman dalam memimpin sebuah perusahaan termasuk di birokrasi dapat diketahui jelas, selama kepemimpinannya yang ada dalam pikirannya adalah kerja dan kerja agar seluruh programnya dapat berjalan dengan baik.

 

“Dalam mengakomodir kepentingan semua golongan dan bukanlah perkara mudah. Namun dibutuhkan pemimpin yang bijak agar keputusan atau kebijakan yang diambil merupakan untuk kepentingan masyarakat banyak. Seperti pemangkasan beberapa struktur di birokrasi di BUMN bukanlah perkara mudah. Dibutuhakn ketegasan dan keberanian yang tujuannya demi kebaikan bersama,” ujarnya.

 

Pada kesempatan itu, May Pelita hakam Sag seorang tokoh agama dari Kecamatan Bandarh Huluan, menceritakan kesediannya ikut bergabung bersama dengan teman-temannya dalam komunitas Simalungun Dahlanis dilatarbelakangi gaya kepemimpinan Dahlan Iskan tidak hanya berdasarkan dari Intelektualnya, tapi diperkuat dari dorongan hati.

 

“Saat itu, saya lihat di TV dimana suatu pagi gerbang tol masih tutup. Akibatnya mobilpun antrian sampai panjang. Nah, ternyata saat itu, Dahlan Iskan turut terjebak. Kemudian dia turun dan langsung membuka gerbang tol. Ini adalah gerakan spontanitas yang tergerak dari dalam hati. Mungkin melihat secara Intelektual selaku Mentri, mungkin agak sulit melakukan hal demikian. Tapi saya lihat, tindakan dia itu merupakan dorongan dari hati yang kasihan melihat antrian panjang,” terangnya.

 

Pria 45 tahun ini menambahkan, ketika melihat sosok Dahlan di media ada sesuatu yang lain dalam dirinya yang sulit ada pada diri orang lainnya, yakni  sesuatu kesejukan dan keteduhan.

Hal itu tercermin dari kesederhanaan serta disukai masyarakat dengan hobbinya bercerita dengan masyarakat. “Saat ini masyarakat membutuhkan pemimpin yang mau dekat dengan masyarakatnya sehingga hubungan dengan pemimpin dengan rakyatnya sangat harmonis,” terangnya.

 

H Ngatijan Thoha melanjutkan, Simalungun Dahlanis sudah mereka bentuk sejak beberapa bulan yang lalu yang diawali dari sebuah perbincangan di berbagai kesempatan.

 

“Kami ini, beda tempat lho. Ada yang mantan politisi, ada juga pencara dengan latar belakang yang berbeda. Tapi disini kami berbicara bukan tentang perbedaan, akan tetapi komunitas yang duduk bersama dan membicarakan seorang tokoh nasional yang diharapkan menjadi seorang pemimpin bangsa kelak,” ujar Thoha yang diaminkan beberapa rekannya, yakni M Yamin Indra dari Kecamatan Gunung Malela, Albert Saragih dari Kecamatan Jorlang Hataran, Sahat silitonga SE dari Kecatan Siantar.

 

Menurut Thoha mereka ada sekitar 10 orang dari berbagai kecamatan di Kabupaten Simalungun, dan dalam setiap diskusi mereka adalah bagaiamana agar masyarakat yang lain dapat mengenal lebih dekat tentang sosok Dahlan Iskan. “Disini kami, benar-benar dorongan dari hati dengan membuat sebuah komunitas Simalungun Dahlanis tanpa ada unsure politik. Artinya yang kami bicarakan bukanlah partai, akan tetapi bagaiaman sosok kepemimpinan Dahlan Iskan,” terang Thoha.

 

Tidak tertutup kemungkinan juga, ada masyarakat atau tokoh masyarakat yang memang suka dengan kepemimpinan Dahlan Iskan dapat bergabung supaya komunitas itu kedepan nantinya dapat menyebar tidak hanya ditingkatan kecamatan.

 

“Di sini tidak ada istrilah struktural seperti di organisasi lainnya, yang memiliki ketua sekretaris dan pengurus lainnya. Artinya di Simalungun Dahlanis ini semuanya sama tidak ada yang berbeda. Latar belakang kita bungkus masing-masing, tapi disini kita berbicara tentang seorang pemimpin dimasa yang akan datang,” tutupnya. (pra)

 

Dahlanis

Dalam budaya Jawa, ada tiga istilah yang kerap digunakan dalam melihat indikator sosok seorang pemimpin. Istilah itu adalah Momong, Momor dan Momo atau 3 M. Tidak semua dapat memiliki kepribadian 3 M, baik masyarakat hingga level tokoh nasional. Akan tetapi, ada seorang sosok tokoh nasional memiliki 3 M. Tokoh tersebut adalah Dahlan Iskan yang merupakan cahaya baru di republik ini menjadi ikon seorang pemimpin.

 

***

DEMIKIAN disampaikan seorang tokoh masyarakat di Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun H Ngatijan Thoha saat berbincang-bincang dengan METRO (grup Sumut Pos), Selasa (8/10). Bukan hanya H Ngatijan Thoha sendiri, namun ia ditemani beberapa tokoh masyarakat dari beberapa kecamatan dengan berbagai latar belakang berbeda.

 

Ketika itu, kepada METRO disampaikan, mereka merupakan sebuah komunitas yang sudah sering duduk satu meja yang walaupun berbeda tempat tinggal. “Kami ini merupakan pencinta Dahlan Iskan dan kami sebut komunitas kami adalah Simalungun Dahlanis,” sebut H Nyatijan Thoha yang dulunya pernah berkiprah di dunia politik.

 

Sebelum menceritakan lebih jauh tentang keberadaan komunitas mereka, Thoha yang sudah berusia 62 tahun ini kembali menjelaskan 3 M dalam istilah Jawa. Pertama adalah Momong yang diartikan sebagai pembimbing dan pengasuh atau juga pengayom. “Sedikitnya, saya mengetahui tentang kepribadian Dahlan dalam mengasuh para anak buahnya yang berupaya keras supaya para anak buahnya itu dapat berhasil dan sehingga hasil kerjanya menjadi sebuah kebanggan. Cara dia membimbing dan mengasuh dapat terlihat dari perusahaan yang telah dibinanya, seperti grup Jawapos,” ujar Thoha.

 

“Kemudian Momor, Nah, istilah Momor ini adalah menyatu atau bersama. Seorang pemimpin yang momor ini seorang pemimpin yang mau berbaur dengan semua golongan dan masyarakat tanpa membeda-bedakan satu dengan lainnya,” terangnya.

 

Disebutkan, dalam kepribadian Dahlan Iskan ini melihat dari kehidupan yang diulas di berbagai media, Momor ini dimiliki seorang Dahlan Iskan. Hal itu terbukti ketika hendak mau dan pulang kerja sering singgah diwarung masyarakat dan tidak sungkan nompang dengan kendraan masyarakat.

 

“Ketika saya lihat di televisi, saya perhatikan dari gaya berbicaranya termasuk cara menyapa masyarakat. Benar-benar dia seorang yang bisa berbaur dengan semua masyarakat,” tambahnya.

 

Istilah yang terakhir adalah Momot dapat mengakomodir kepentingan masyarakat. Thoha menerangkan Dahlan Iskan yang sudah memiliki banyak pengalaman dalam memimpin sebuah perusahaan termasuk di birokrasi dapat diketahui jelas, selama kepemimpinannya yang ada dalam pikirannya adalah kerja dan kerja agar seluruh programnya dapat berjalan dengan baik.

 

“Dalam mengakomodir kepentingan semua golongan dan bukanlah perkara mudah. Namun dibutuhkan pemimpin yang bijak agar keputusan atau kebijakan yang diambil merupakan untuk kepentingan masyarakat banyak. Seperti pemangkasan beberapa struktur di birokrasi di BUMN bukanlah perkara mudah. Dibutuhakn ketegasan dan keberanian yang tujuannya demi kebaikan bersama,” ujarnya.

 

Pada kesempatan itu, May Pelita hakam Sag seorang tokoh agama dari Kecamatan Bandarh Huluan, menceritakan kesediannya ikut bergabung bersama dengan teman-temannya dalam komunitas Simalungun Dahlanis dilatarbelakangi gaya kepemimpinan Dahlan Iskan tidak hanya berdasarkan dari Intelektualnya, tapi diperkuat dari dorongan hati.

 

“Saat itu, saya lihat di TV dimana suatu pagi gerbang tol masih tutup. Akibatnya mobilpun antrian sampai panjang. Nah, ternyata saat itu, Dahlan Iskan turut terjebak. Kemudian dia turun dan langsung membuka gerbang tol. Ini adalah gerakan spontanitas yang tergerak dari dalam hati. Mungkin melihat secara Intelektual selaku Mentri, mungkin agak sulit melakukan hal demikian. Tapi saya lihat, tindakan dia itu merupakan dorongan dari hati yang kasihan melihat antrian panjang,” terangnya.

 

Pria 45 tahun ini menambahkan, ketika melihat sosok Dahlan di media ada sesuatu yang lain dalam dirinya yang sulit ada pada diri orang lainnya, yakni  sesuatu kesejukan dan keteduhan.

Hal itu tercermin dari kesederhanaan serta disukai masyarakat dengan hobbinya bercerita dengan masyarakat. “Saat ini masyarakat membutuhkan pemimpin yang mau dekat dengan masyarakatnya sehingga hubungan dengan pemimpin dengan rakyatnya sangat harmonis,” terangnya.

 

H Ngatijan Thoha melanjutkan, Simalungun Dahlanis sudah mereka bentuk sejak beberapa bulan yang lalu yang diawali dari sebuah perbincangan di berbagai kesempatan.

 

“Kami ini, beda tempat lho. Ada yang mantan politisi, ada juga pencara dengan latar belakang yang berbeda. Tapi disini kami berbicara bukan tentang perbedaan, akan tetapi komunitas yang duduk bersama dan membicarakan seorang tokoh nasional yang diharapkan menjadi seorang pemimpin bangsa kelak,” ujar Thoha yang diaminkan beberapa rekannya, yakni M Yamin Indra dari Kecamatan Gunung Malela, Albert Saragih dari Kecamatan Jorlang Hataran, Sahat silitonga SE dari Kecatan Siantar.

 

Menurut Thoha mereka ada sekitar 10 orang dari berbagai kecamatan di Kabupaten Simalungun, dan dalam setiap diskusi mereka adalah bagaiamana agar masyarakat yang lain dapat mengenal lebih dekat tentang sosok Dahlan Iskan. “Disini kami, benar-benar dorongan dari hati dengan membuat sebuah komunitas Simalungun Dahlanis tanpa ada unsure politik. Artinya yang kami bicarakan bukanlah partai, akan tetapi bagaiaman sosok kepemimpinan Dahlan Iskan,” terang Thoha.

 

Tidak tertutup kemungkinan juga, ada masyarakat atau tokoh masyarakat yang memang suka dengan kepemimpinan Dahlan Iskan dapat bergabung supaya komunitas itu kedepan nantinya dapat menyebar tidak hanya ditingkatan kecamatan.

 

“Di sini tidak ada istrilah struktural seperti di organisasi lainnya, yang memiliki ketua sekretaris dan pengurus lainnya. Artinya di Simalungun Dahlanis ini semuanya sama tidak ada yang berbeda. Latar belakang kita bungkus masing-masing, tapi disini kita berbicara tentang seorang pemimpin dimasa yang akan datang,” tutupnya. (pra)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/