MEDAN- Sejak April lalu faktor yang mendukung inflasi di Sumut merupakan faktor sekunder. Dimana April yang lalu, Cukur Rambut menjadi penyumbang inflasi Sumut, dan Mei 2012, giliran kenaikan harga ketupat atau lontong sayur yang menyumbang inflasi Sumut sebesar 0,05 persen.
Walaupun begitu, inflasi ini tetap rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang mencapau 0,07 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara mencatat komoditas ketupat/lontong sayur ini mengalami peningkatan sebesar 9,46 persen dibandingkan bulan lalu, dan menjadi pendorong utama inflasi di Medan, dan sekaligus Sumatera Utara
“Ketupat/lontong sayur pada Mei ini menjadi pendorong utama inflasi di Medan. Karena peran Medan terhadap tingkat inflasi di sumut lebih dari 80 persen, maka otomatis menjadi pemicu inflasi di Sumut. Munculnya komoditas ini akibat kenaikan yang cukup tinggi, di tengah harga komoditas pokok yang relatif stabil Mei lalu,” terang Kepala BPS Sumut Suharno (1/6)
Inflasi di Sumut sendiri tercatat sebesar 0,05 persen pada Mei 2012. Pergerakan ini relatif lebih rendah dibanding rata-rata inflasi nasional yang mencapai 0,07 persen. “Inflasi kita bulan ini tetap lebih rendah dari inflasi nasional. Termasuk inflasi kumulatif Januari – Mei. Sumut 0,91 persen sementara nasional 1,15 persen. Namun untuk laju inflasi tahunan, kita sedikit lebih tinggi, kalau nasional 4,45 persen, kita 5,29 persen,” ungkapnya.
Disamping harga ketupat/lontong sayur, komoditas lainnya penyumbang inflasi di Sumut yaitu tarif angkutan udara sebesar 6,16 persen, jeruk 10,45 persen, sewa rumah 0,57 persen, gula pasir 1,77 persen, cabe merah 3,46 persen dan sawi hijau 9,32 persen. “Tarif angkutan udara lagi-lagi mendorong inflasi di Sumut, meski bukan komoditas yang memberikan peran terbesar Mei lalu, tapi frekuensinya yang selalu muncul membuat perannya terhadap inflasi kumulatif termasuk besar,” jelasnya.
Di Sumut, dari 4 kota dengan indeks harga konsumen, 2 diantaranya mengalami inflasi, yaitu Medan dan Sibolga masing-masing 0,11 persen dan 0,22 persen. Sementara dua lainnya yaitu Sibolga dan Pematang Siantar mengalami deflasi, masing-masing 0,49 persen dan 0,04 persen.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Unimed, M Ishak menyatakan ketidaksetujuannya dengan data yang dikeluarkan BPS SU.
Menurutnya, BPS SU sangat lemah dengan angka-angka untuk dijadikan sebuah alat ukur, seperti inflasi.
“Kalau mau berhitung beneran, berapa besar masyarakat Kota Medan mengkonsumsi lontong secara terus menerus. Kalau konsumsi lontong naik maka logis industri lontong juga naik. Tapi, apa iya kenaikan di sektor ini menjadi pemicu utama inflasi di Kota Medan dan Sumut sementara komoditas pokok lainnya adalah stabil,” ujarnya.
Menurutnya, kenaikan harga-harga lontong selain peningkatan konsumen, juga sangat signifikan dipicu oleh komoditas pokok lain seperti beras, sayur, dan lain-lain. Sama seperti bulan lalu, penyumbang terbesar inflasi adalah jasa cukur rambut.
“Ini agak aneh juga, emangnya dari dulu-dulu, masyarakat Kota Medan, tak pernah cukur rambut, atau masyarakat Kota Medan, melakukan cukuran secara serentak? Inikan udah pola yang rutin,” tambahnya. (ram)