27 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Penduduk Miskin Sumut Berkurang 59 Ribu

MEDAN- Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara sebanyak 1.421.400 orang, atau sekitar 10,83 persen dari jumlah penduduk Sumatera Utara yang berjumlah 12.985.075 jiwa. Kondisi ini lebih baik jika dibandingkan dengan Maret 2011 dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 1.481.300 orang.

Dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan September 2011 lalu, ada pengurangan 59.900 orang miskin, serta penurunan persentase penduduk miskin sebesar 0,50 poin.

“Data ini kita dapat dari hasil survei sosial ekonomi nasional, kita besyukur, setidaknya ada pengurangan orang miskin,” ucap Kepala Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (BPS SU) Suharno.

Dari data survei tersebut, juga diketahui, penduduk miskin yang paling banyak berada di daerah pedesaan, dengan jumlah 769.300 orang (11,53 persen) dan di daerah perkotaan sebanyak 652.100 orang (10,10 persen). Data yang didapat ini menggunakan garis kemiskinan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang.
Pada September 2011, garis kemiskinan Sumut sebesar 263.209 perkapita perbulan. Untuk daerah perkotaan, garis kemiskinannya sebesar Rp288.023 perkapita perbulan, dan untuk daerah pedesaan sebesar Rp239.208 perkapita perbulan. “Dibandingkan Maret 2011, garis kemiskinan Sumut naik sebesar 6,75 persen, dengan daerah perkotaan naik 6 persen dan pedesaan naik 7,64 persen,” ungkap Suharno.

Dari data survei ini, bukan hanya angka penduduk miskin yang berkurang, tetapi indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan juga mengalami penurunan. Di mana, indeks keparahan kemiskinan turun dari 1,84 pada Maret 2011, menjadi 1,80 pada September 2011. Dan indeks keparahan kemiskinan turun dari 0,51 menjadi 0,47 pada periode yang sama.

“Dengan penurunan nilai indeks ini, mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan dan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga menyempit,” tambah Suharno.

Sementara itu, Dosen Ekonomi Universitas HKBP Nommensen Parulian Simanjuntak, mengatakan, masih ada ketimpangan dalam data survei ini. Karena pada kenyataannya,masih banyak dan belum adanya perubahan dalam struktur ekonomi masyarakat. “Saya ragu bila dikatakan jumlah orang miskin berkurang, karena pada kenyataanya, tidak seperti yang saya lihat, apalagi dilihat dari indikator pertumbuhan ekonomi,” ungkap Parulian.

Menurutnya, walau pertumbuhan ekonomi Sumut mencapai 6,75 persen, tetapi bukan berarti perekonomian masyarakat juga tumbuh. Karena pertumbuhan ekonomi tersebut berdasarkan Konsumtif. “Pertumbuhan ekonomi kita kan naik karena konsumsi, bukan investasi. Nah, kalau investasi yang naik, ada kemungkinan bila pertumbuhan ekonomi masyarakat juga naik,” tambah Parulian.

Diakuinya, tidak ada investasi di Sumut. Seperti perkebunan yang baru, atau pabrik yang baru. Padahal, investasi merupakan salah satu pembuka lapangan kerja yang paling penting. “Lihat saja, tidak ada pabrik, perkebunan, atau lapangan kerja yang baru, jadi bagaimana mungkin bila jumlah orang miskin berkurang?,” tambahnya.
Selain itu, menurutnya program pemerintah dalam penanggulang kemiskinan juga tidak ada yang berhasil. (ram)
“Yang naik itu belanja pemerintah tiap tahun, dan itu pasti. Adapun kenaikan investasi tapi dalam obligasi,” kritis Parulian.

Karena itu, menurutnya, bila dalam survei masih menggunakan pendapatan rata-rata, maka akan sulit untuk mendapatkan hasil yang maksimal. “Logikanya begini, kalau penghasilan saya 100, teman saya 50, dijumlahkan jadi 150, dibagi 2, jadi 75, nah siapa yang naik?, tidak tahukan?,” tegasnya. (ram)

MEDAN- Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara sebanyak 1.421.400 orang, atau sekitar 10,83 persen dari jumlah penduduk Sumatera Utara yang berjumlah 12.985.075 jiwa. Kondisi ini lebih baik jika dibandingkan dengan Maret 2011 dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 1.481.300 orang.

Dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan September 2011 lalu, ada pengurangan 59.900 orang miskin, serta penurunan persentase penduduk miskin sebesar 0,50 poin.

“Data ini kita dapat dari hasil survei sosial ekonomi nasional, kita besyukur, setidaknya ada pengurangan orang miskin,” ucap Kepala Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (BPS SU) Suharno.

Dari data survei tersebut, juga diketahui, penduduk miskin yang paling banyak berada di daerah pedesaan, dengan jumlah 769.300 orang (11,53 persen) dan di daerah perkotaan sebanyak 652.100 orang (10,10 persen). Data yang didapat ini menggunakan garis kemiskinan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang.
Pada September 2011, garis kemiskinan Sumut sebesar 263.209 perkapita perbulan. Untuk daerah perkotaan, garis kemiskinannya sebesar Rp288.023 perkapita perbulan, dan untuk daerah pedesaan sebesar Rp239.208 perkapita perbulan. “Dibandingkan Maret 2011, garis kemiskinan Sumut naik sebesar 6,75 persen, dengan daerah perkotaan naik 6 persen dan pedesaan naik 7,64 persen,” ungkap Suharno.

Dari data survei ini, bukan hanya angka penduduk miskin yang berkurang, tetapi indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan juga mengalami penurunan. Di mana, indeks keparahan kemiskinan turun dari 1,84 pada Maret 2011, menjadi 1,80 pada September 2011. Dan indeks keparahan kemiskinan turun dari 0,51 menjadi 0,47 pada periode yang sama.

“Dengan penurunan nilai indeks ini, mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan dan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga menyempit,” tambah Suharno.

Sementara itu, Dosen Ekonomi Universitas HKBP Nommensen Parulian Simanjuntak, mengatakan, masih ada ketimpangan dalam data survei ini. Karena pada kenyataannya,masih banyak dan belum adanya perubahan dalam struktur ekonomi masyarakat. “Saya ragu bila dikatakan jumlah orang miskin berkurang, karena pada kenyataanya, tidak seperti yang saya lihat, apalagi dilihat dari indikator pertumbuhan ekonomi,” ungkap Parulian.

Menurutnya, walau pertumbuhan ekonomi Sumut mencapai 6,75 persen, tetapi bukan berarti perekonomian masyarakat juga tumbuh. Karena pertumbuhan ekonomi tersebut berdasarkan Konsumtif. “Pertumbuhan ekonomi kita kan naik karena konsumsi, bukan investasi. Nah, kalau investasi yang naik, ada kemungkinan bila pertumbuhan ekonomi masyarakat juga naik,” tambah Parulian.

Diakuinya, tidak ada investasi di Sumut. Seperti perkebunan yang baru, atau pabrik yang baru. Padahal, investasi merupakan salah satu pembuka lapangan kerja yang paling penting. “Lihat saja, tidak ada pabrik, perkebunan, atau lapangan kerja yang baru, jadi bagaimana mungkin bila jumlah orang miskin berkurang?,” tambahnya.
Selain itu, menurutnya program pemerintah dalam penanggulang kemiskinan juga tidak ada yang berhasil. (ram)
“Yang naik itu belanja pemerintah tiap tahun, dan itu pasti. Adapun kenaikan investasi tapi dalam obligasi,” kritis Parulian.

Karena itu, menurutnya, bila dalam survei masih menggunakan pendapatan rata-rata, maka akan sulit untuk mendapatkan hasil yang maksimal. “Logikanya begini, kalau penghasilan saya 100, teman saya 50, dijumlahkan jadi 150, dibagi 2, jadi 75, nah siapa yang naik?, tidak tahukan?,” tegasnya. (ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/