32.8 C
Medan
Saturday, April 27, 2024

Syariah Kalahkan Konvensional

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pertumbuhan industri keuangan syariah pada 2017 cukup tinggi, yakni mencapai 27 persen menjadi Rp 1.133,23 triliun.

Capaian itu belum termasuk saham syariah. Angka tersebut juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan target pertumbuhan 20 persen.

’’Ini lebih tinggi daripada pertumbuhan industri keuangan konvensional. Bahkan, pangsa pasar sukuk Indonesia mencapai 19 persen dari seluruh sukuk yang diterbitkan berbagai negara,’’ kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso setelah dilantik sebagai ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) akhir pekan lalu.

Pertumbuhan itu menunjukkan bahwa Indonesia menyimpan banyak potensi untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah lebih pesat lagi.

Industri keuangan syariah juga dapat berkontribusi lebih besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Wimboh, pertumbuhan keuangan syariah belum optimal.

Sebab, secara kelembagaan industri keuangan syariah belum kukuh dalam menghadapi berbagai tekanan dari eksternal maupun untuk memacu pertumbuhannya.

Belum banyaknya bank syariah yang berstatus bank umum syariah (BUS), misalnya.

Akibatnya, dominasi induk usaha pada unit usaha syariah (UUS) cukup besar. Untuk menjadi BUS, dibutuhkan lebih banyak modal yang disuntikkan kepada UUS.

Selain itu, masih banyak industri keuangan syariah yang bergantung pada bisnis induk sehingga hanya mengandalkan nasabah dari dalam grup usaha sendiri.

Berdasar hasil survei OJK pada 2016, tingkat literasi dan inklusi masyarakat terhadap produk keuangan syariah masih rendah. Yaitu, 8,11 persen.

Tingkat literasi perbankan syariah tercatat 6,63 persen, asuransi syariah 2,51 persen, dan pasar modal syariah 0,02 persen.

Direktur Utama PT Bank Syariah Mandiri Toni E.B. Subari menyatakan, industri perbankan syariah tahun lalu cukup tertekan, tetapi akhirnya berhasil keluar dari masalah.

’’Tahun lalu terjadi tekanan NPL (non-performing loan), tapi kami bisa konsolidasi dan menyelesaikan masalah itu. Tahun ini, secara industri, syariah juga akan mempunyai prospek yang lebih baik seiring peningkatan pertumbuhan ekonomi,’’ tutur Toni. (rin/c14/fal/ram)

 

 

 

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pertumbuhan industri keuangan syariah pada 2017 cukup tinggi, yakni mencapai 27 persen menjadi Rp 1.133,23 triliun.

Capaian itu belum termasuk saham syariah. Angka tersebut juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan target pertumbuhan 20 persen.

’’Ini lebih tinggi daripada pertumbuhan industri keuangan konvensional. Bahkan, pangsa pasar sukuk Indonesia mencapai 19 persen dari seluruh sukuk yang diterbitkan berbagai negara,’’ kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso setelah dilantik sebagai ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) akhir pekan lalu.

Pertumbuhan itu menunjukkan bahwa Indonesia menyimpan banyak potensi untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah lebih pesat lagi.

Industri keuangan syariah juga dapat berkontribusi lebih besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Wimboh, pertumbuhan keuangan syariah belum optimal.

Sebab, secara kelembagaan industri keuangan syariah belum kukuh dalam menghadapi berbagai tekanan dari eksternal maupun untuk memacu pertumbuhannya.

Belum banyaknya bank syariah yang berstatus bank umum syariah (BUS), misalnya.

Akibatnya, dominasi induk usaha pada unit usaha syariah (UUS) cukup besar. Untuk menjadi BUS, dibutuhkan lebih banyak modal yang disuntikkan kepada UUS.

Selain itu, masih banyak industri keuangan syariah yang bergantung pada bisnis induk sehingga hanya mengandalkan nasabah dari dalam grup usaha sendiri.

Berdasar hasil survei OJK pada 2016, tingkat literasi dan inklusi masyarakat terhadap produk keuangan syariah masih rendah. Yaitu, 8,11 persen.

Tingkat literasi perbankan syariah tercatat 6,63 persen, asuransi syariah 2,51 persen, dan pasar modal syariah 0,02 persen.

Direktur Utama PT Bank Syariah Mandiri Toni E.B. Subari menyatakan, industri perbankan syariah tahun lalu cukup tertekan, tetapi akhirnya berhasil keluar dari masalah.

’’Tahun lalu terjadi tekanan NPL (non-performing loan), tapi kami bisa konsolidasi dan menyelesaikan masalah itu. Tahun ini, secara industri, syariah juga akan mempunyai prospek yang lebih baik seiring peningkatan pertumbuhan ekonomi,’’ tutur Toni. (rin/c14/fal/ram)

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/