SUMUTPOS.CO – Kementerian Keuangan membongkar kinerja keuangan dari para BUMN penerima suntikan penyertaan modal negara (PMN) di ruang DPR RI, Senin (2/12). Kementerian yang dipimpin Sri Mulyani Indrawati ini juga membuat penilaian dengan ‘cap merah’ terhadap BUMN penerima PMN yang berkinerja buruk.
Menurut bahan paparan Kementerian Keuangan yang dibacakan oleh Sri Mulyani, terdapat penjabaran mengenai kinerja keuangan BUMN penerima PMN per 31 Desember 2018.
Sri Mulyani memberikan penilaian terhadap 2 rasio keuangan yakni Return on Equity (RoE) dan Debt to Equity Ratio (DER). RoE sendiri adalah rasio profitabilitas atau kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba, sedangkan DER untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar utangnya.
Selain itu Kementerian Keuangan juga memberikan penilaian Z-Score dengan 3 penilaian hijau yang artinya kategori aman, kuning kategori waspada dan merah kategori distress.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Isa Rachmatarwata menjelaskan Z-Score dibuat Kemenkeu untuk menilai kerentanan kondisi keuangan BUMN. Untuk cap merah sendiri tertulis distres yang artinya kondisi keuangan perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan.
“Mengukur kerentanan perusahaan untuk kebangkrutan/instabilitas. Itu istilah awam kebangkrutan ini misalnya yang kita ukur aset lancarnya cukup nggak keuntungannya, cukup nggak untuk mengatasi shock,” terangnya di gedung DPR, Jakarta, Senin (2/12). Dengan penilaian itu, Kemenkeu bisa lebih berhati-hati dalam memberikan PMN. Sebab tujuan pemberian PMN tujuan untamanya menciptakan leverage dari setiap uang yang disuntikan kepada BUMN.
“Memang tadi ada beberapa BUMN yang over leverage itu yang kita harus hati-hati. Mungkin akan harus dikendalikan berikan tambahan modal dan sebagainya untuk menyehatkan dia lagi,” tambah Isa.
Penjabarannya terbagi dalam beberapa kategori BUMN. Kategori BUMN aneka industri yang kondisinya paling buruk. Semua BUMN yang mendapatkan PMN di kategori ini mendapatkan Z-Score merah.
BUMN aneka industri yang dimaksud PT Dirgantara Indonesia (Persero), PT Pindad (Persero), PT Industri Kereta Api (Persero), PT Barata Indonesia (Persero), PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, PT Dok dan Kodja Bahari (Persero), PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), PT Industri Kapal Indonesia (Persero), dan PT PAL Indonesia (Persero).
Di sektor barang konsumsi berisi 2 BUMN. Dari kedua BUMN itu, Perum Bulog mendapatkan cap merah baik RoE, DER maupum Z-Score. Sedangkan PT Garam mendapatkan cap hijau.
Untuk BUMN konstruksi sendiri yang paling buruk adalah PT Hutama Karya (HK) yang mendapatkan DER dan Z-Score merah, sedangkan RoE hijau. Sedangkan PT Wijaya Karya Tbk mendapatkan cap hijau untuk 3 penilaian itu.
Sementara di sektor BUMN pertanian, PT Sang Hyang Seri mendapatkan cap merah di ketiga indikator itu. Di sektor infrastruktur PT Jasa Marga Tbk mendapatkan cap merah untuk DER dan Z-Score.
Lalu sisanya ada beberapa yang mendapatkan Z-Score merah seperti PT Perkebunan Nusantara III, PT Pertani, PT Djakarta Lloyd, PT PNM dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Impor.
Tahun 2020 pemerintah menyiapkan PMN untuk BUMN sebesar Rp 18,7 triliun baik tunai maupun non tunai. Angka itu lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 20,3 triliun.
Para BUMN yang merugi di 2018 itu pun tak mendapatkan jatah untuk PMN 2020. Terdapat 7 BUMN dan 1 khusus untuk penguatan neraca transaksi berjalanan.
Pertama PT SMF sebesar Rp 2,5 triliun, PT Hutama Karya (HK) Rp 3,5 triliun, Permodalan Nasional Madani sebesar Rp 1 triliun, PT Geo Dipa Energi sebesar Rp 0,7 triliun, PT PLN sebesar Rp 5 triliun, PT PANN sebesar Rp 3,76 triliun, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) sebesar Rp 0,27 triliun.
Sementara PMN untuk penguatan transaksi berjalan sebesar Rp 1 triliun. Saluran ini untuk meningkatkan kinerja ekspor dan menekan impor khususnya impor migas melalui investasi kepada BUMN. (bbs/ram)