28.9 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

20 Ton Beras Bulog Disposal, Bulog Lakukan Lelang

BERAS: Sejumlah buruh memanggul beras yang tiba di gudang Bulog Jalan Mustapa Medan, beberapa waktu lalu.
BERAS: Sejumlah buruh memanggul beras yang tiba di gudang Bulog Jalan Mustapa Medan, beberapa waktu lalu.

Perum Bulog (Badan Urusan Logistik) harus melepas cadangan beras pemerintah (CBP) dari gudang sebesar 20 ribu ton karena melewati batas waktu simpan. Rencananya, beras-beras yang turun mutunya tersebut akan dilakukan pelelangan.

Direktur Utama Bulog, Budi Waseso berkata bahwa beras yang dinyatakan rusak tersebut tidak langsung dibuang, melainkan akan melalui proses uji laboratorium dan BPOM (badan pengawas obat dan makanan). Setelah itu, nilai jualnya akan ditafsir oleh Kementerian Pertanian.

“Apa ini harganya bisa diturunkan, atau memang sudah tidak bisa digunakan terus beras itu akan dirubah menjadi tepung terigu, atau juga bisa dijual untuk pakan ayam tentunya harganya akan turun, atau yang dinyatakan tidak layak dikonsumsi oleh hewan apalagi manusia, itu bisa dibuat untuk etanol,” kata dia di kantornya, Selasa (3/12).

Pemnelian beras CBP (cadangan beras pemerintah) ini nantinya akan diganti oleh uang negara. Akan tetapi, keputusan tersebut harus melalui rapat koordinasi yang dilakukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Kita ajukan selisih harga tadi dengan harga jualnya, harganya (beras) Rp 8.000 sekarang Rp 5.000 (karena disposal) itu selisihnya Rp 3.000 diganti oleh negara, itu sudah ada aturannya, kan yang megang Menteri Keuangan (Menkeu), jadi bagaimana keputusan dari Menkeu bahwa ini akan dirapatkan dihitung dan akan diputuskan,” tuturnya.

Menurutnya, hal ini harus segera dilakukan. Tentunya, hal tersebut untuk mengurangi potensi bertambahnya beras yang kualitasnya menurun.

“Kalau dalam kurun waktu ke depan tidak dimanfaatkan beras-beras itu, tidak dimanfaatkan dibulog, akan ada potensi pertambahan (disposal), akan ada batas waktunya dan tidak mungkin kita yakini tidak akan berubah,” tambahnya.

Komersialkan Beras

Budi Waseso mengatakan bahwa pihaknya akan mengomersialkan 50 persen beras yang dikelola Bulog pada tahun mendatang. Beras yang disalurkan secara komersial dan dari penugasan pemerintah memiliki persentase 50:50.

“Dalam komersial itu bisa, tapi karena cuma 20 persen (realisasi saat ini, Red) itu masih kurang memadai. Tahun depan kita harus 50 persen untuk komersial sehingga kita bisa menutupi bunga utang dan kita bisa nyicil bunga utang,” ungkap Budi.

Hal ini dilakukan adalah untuk menekan tingkat utang yang Bulog pinjam dari pihak bank. Salah satu pemicunya adalah cadangan beras pemerintah (CBP) yang pada September lalu bertransformasi menjadi bantuan badan pemberdayaan masyarakat dan desa (BPMD).

“Berubah menjadi BPMD, akhirnya tidak menggunakan berasnya Bulog, karena masyarakat dibebaskan memilih untuk membeli beras yang mana, bukan dari Bulog aja,” terangnya.

Akibatnya, beras ini tidak bisa digunakan dan konsekuensi bunga yang dipinjam dari bank tetap berjalan. Hal yang harus dilakukan oleh Bulog yakni mendorong penjualan beras melalui e-commerce dan ritel modern.

“Serta menyalurkan beras kepada berbagai instansi seperti Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Kalau bicara komersial saya yakin Bulog palling murah. Kita punya gudang di seluruh indonesia,” tambahnya.

Budi yakin bahwa stok CBP tidak akan terganggu. Pasalnya, stok beras di gudang Bulog saat ini sebesar 2,1 juta ton. Apalagi, Bulog telah mendapat dana segar sebesar Rp 2,5 triliun untuk melakukan penyerapan beras dari petani yang setara dengan 250 ribu ton beras.

“Penyerapannya mengacu pada Instruksi Presiden Nomor5 Tahun 2015, adapun untuk beras komersial, Bulog menyerapnya sesuai dengan harga pasar,” katanya.

Beras serapan yang dibeli akan dipakai untuk memenuhi CBP, pemerintah pun akan mengganti selisih harga antara pembelian dengan penjualan sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.

“Bulog sebagai perum negara bicara komersial perlu lagi diatur berapa persen penugasan yang wajib untuk Bulog. Kalau seperti tadi kompensasinya harus dibantu pemerintah,” tutupnya. (jpc/ram)

BERAS: Sejumlah buruh memanggul beras yang tiba di gudang Bulog Jalan Mustapa Medan, beberapa waktu lalu.
BERAS: Sejumlah buruh memanggul beras yang tiba di gudang Bulog Jalan Mustapa Medan, beberapa waktu lalu.

Perum Bulog (Badan Urusan Logistik) harus melepas cadangan beras pemerintah (CBP) dari gudang sebesar 20 ribu ton karena melewati batas waktu simpan. Rencananya, beras-beras yang turun mutunya tersebut akan dilakukan pelelangan.

Direktur Utama Bulog, Budi Waseso berkata bahwa beras yang dinyatakan rusak tersebut tidak langsung dibuang, melainkan akan melalui proses uji laboratorium dan BPOM (badan pengawas obat dan makanan). Setelah itu, nilai jualnya akan ditafsir oleh Kementerian Pertanian.

“Apa ini harganya bisa diturunkan, atau memang sudah tidak bisa digunakan terus beras itu akan dirubah menjadi tepung terigu, atau juga bisa dijual untuk pakan ayam tentunya harganya akan turun, atau yang dinyatakan tidak layak dikonsumsi oleh hewan apalagi manusia, itu bisa dibuat untuk etanol,” kata dia di kantornya, Selasa (3/12).

Pemnelian beras CBP (cadangan beras pemerintah) ini nantinya akan diganti oleh uang negara. Akan tetapi, keputusan tersebut harus melalui rapat koordinasi yang dilakukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Kita ajukan selisih harga tadi dengan harga jualnya, harganya (beras) Rp 8.000 sekarang Rp 5.000 (karena disposal) itu selisihnya Rp 3.000 diganti oleh negara, itu sudah ada aturannya, kan yang megang Menteri Keuangan (Menkeu), jadi bagaimana keputusan dari Menkeu bahwa ini akan dirapatkan dihitung dan akan diputuskan,” tuturnya.

Menurutnya, hal ini harus segera dilakukan. Tentunya, hal tersebut untuk mengurangi potensi bertambahnya beras yang kualitasnya menurun.

“Kalau dalam kurun waktu ke depan tidak dimanfaatkan beras-beras itu, tidak dimanfaatkan dibulog, akan ada potensi pertambahan (disposal), akan ada batas waktunya dan tidak mungkin kita yakini tidak akan berubah,” tambahnya.

Komersialkan Beras

Budi Waseso mengatakan bahwa pihaknya akan mengomersialkan 50 persen beras yang dikelola Bulog pada tahun mendatang. Beras yang disalurkan secara komersial dan dari penugasan pemerintah memiliki persentase 50:50.

“Dalam komersial itu bisa, tapi karena cuma 20 persen (realisasi saat ini, Red) itu masih kurang memadai. Tahun depan kita harus 50 persen untuk komersial sehingga kita bisa menutupi bunga utang dan kita bisa nyicil bunga utang,” ungkap Budi.

Hal ini dilakukan adalah untuk menekan tingkat utang yang Bulog pinjam dari pihak bank. Salah satu pemicunya adalah cadangan beras pemerintah (CBP) yang pada September lalu bertransformasi menjadi bantuan badan pemberdayaan masyarakat dan desa (BPMD).

“Berubah menjadi BPMD, akhirnya tidak menggunakan berasnya Bulog, karena masyarakat dibebaskan memilih untuk membeli beras yang mana, bukan dari Bulog aja,” terangnya.

Akibatnya, beras ini tidak bisa digunakan dan konsekuensi bunga yang dipinjam dari bank tetap berjalan. Hal yang harus dilakukan oleh Bulog yakni mendorong penjualan beras melalui e-commerce dan ritel modern.

“Serta menyalurkan beras kepada berbagai instansi seperti Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Kalau bicara komersial saya yakin Bulog palling murah. Kita punya gudang di seluruh indonesia,” tambahnya.

Budi yakin bahwa stok CBP tidak akan terganggu. Pasalnya, stok beras di gudang Bulog saat ini sebesar 2,1 juta ton. Apalagi, Bulog telah mendapat dana segar sebesar Rp 2,5 triliun untuk melakukan penyerapan beras dari petani yang setara dengan 250 ribu ton beras.

“Penyerapannya mengacu pada Instruksi Presiden Nomor5 Tahun 2015, adapun untuk beras komersial, Bulog menyerapnya sesuai dengan harga pasar,” katanya.

Beras serapan yang dibeli akan dipakai untuk memenuhi CBP, pemerintah pun akan mengganti selisih harga antara pembelian dengan penjualan sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.

“Bulog sebagai perum negara bicara komersial perlu lagi diatur berapa persen penugasan yang wajib untuk Bulog. Kalau seperti tadi kompensasinya harus dibantu pemerintah,” tutupnya. (jpc/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/