29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Perbaikan Sistem Logistik Harus Serius

MEDAN- Berdasarkan data Logistics Performance Index (LPI) The World Bank, daya saing logistik Indonesia pada tahun 2012 berada di urutan 59 di dunia. Naik dari tahun 2010 yang hanya peringkat 75. Walaupun mengalami kenaikan, belum menjadikan Indonesia unggul di ASEAN, karena sektor logistik ini masih jauh di bawah negara-negara Asia Tenggara.

Deputi Menko Bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawadi dalam Seminar Sistem Pengembangan Logistik Nasional di Gedung Bina Graha Provinsi Sumatera Utara, mengatakan sangat sulit membangun sektor logistik di Indonesia, karena bentuk negara kepulauan, sehingga membuat biaya lebih mahal, dan banyaknya peraturan yang mengikat.

Seminar yang membicarakan Perpres Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional, Senin (2/7) ini menyatakan sebagai salah satu hububungan international menjadikan wilayah Sumut menjadi nyawa penentu logistik di Indonesia. Karena itu, pengembangan sektor logistik di Sumut perlu digarap secara serius. Dengan baiknya sektor logistik maka dapat memberikan manfaat bagi para pelaku bisnis Indonesia, khususnya di Sumut. Lantaran menurutnya, keberhasilan perekonomian akan terbentuk dengan institusi logistik yang kuat. “Karena itu, kita ingin mengurang beban logistik, pengurangan waktu logistik serta pengurangan aturan logistik dan biaya logistik terhadap GDP (gross domestic product),” tuturnya.

Perpres Nomor 26 tahun 2012, sambungnya, hadir karena melihat sistem logistik yang membuat harga komoditas lebih tinggi dibanding kualitasnya. Seperti di Sumut, kementerian melihat harga jeruk impor dari China ternyata harganya lebih murah dibanding jeruk Berastagi.

Perbedaan harganya juga cukup jauh. Di pasar ibukota Jakarta misalnya, jeruk dari China hanya dihargai Rp8.000/kg, tapi jeruk Berastagi mencapai Rp23.000/kg. “Kondisi ini sangat disayangkan. Untuk itu, kita harus mengatur sistem logistik kebutuhan masyarakat agar lebih efisien,” terang dia.

Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Theo Nugroho S Kumaat mengungkapkan tingginya biaya logistik dan pelayanan yang belum memuaskan, mempengaruhi daya saing dunia usaha di pasar global. “Walaupun kinerja logistik nasional secara gradual mengalami perbaikan, namun belum menggembirakan,” jelasnya.
Menurutnya, kondisi infrastruktur pelabuhan, bandara, jalan, dan jalur kereta api dinilai masih kurang memadai untuk mendukung kelancaran lalu lintas logistik.Sistem transportasi intermodal ataupun multimoda belum dapat berjalan dengan baik. Karena akses transportasi dari sentra-sentra produksi ke pelabuhan dan bandara belum dapat berjalan lancar. Ini disebabkan belum optimalnya infrastruktur pelabuhan dan bandara tersebut, sehingga menyebabkan kualitas pelayanan menjadi rendah dan tarif jasa menjadi mahal. “Kadin juga akan membantu perbaikan sistem logistik ini,” katanya. (ram)

MEDAN- Berdasarkan data Logistics Performance Index (LPI) The World Bank, daya saing logistik Indonesia pada tahun 2012 berada di urutan 59 di dunia. Naik dari tahun 2010 yang hanya peringkat 75. Walaupun mengalami kenaikan, belum menjadikan Indonesia unggul di ASEAN, karena sektor logistik ini masih jauh di bawah negara-negara Asia Tenggara.

Deputi Menko Bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawadi dalam Seminar Sistem Pengembangan Logistik Nasional di Gedung Bina Graha Provinsi Sumatera Utara, mengatakan sangat sulit membangun sektor logistik di Indonesia, karena bentuk negara kepulauan, sehingga membuat biaya lebih mahal, dan banyaknya peraturan yang mengikat.

Seminar yang membicarakan Perpres Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional, Senin (2/7) ini menyatakan sebagai salah satu hububungan international menjadikan wilayah Sumut menjadi nyawa penentu logistik di Indonesia. Karena itu, pengembangan sektor logistik di Sumut perlu digarap secara serius. Dengan baiknya sektor logistik maka dapat memberikan manfaat bagi para pelaku bisnis Indonesia, khususnya di Sumut. Lantaran menurutnya, keberhasilan perekonomian akan terbentuk dengan institusi logistik yang kuat. “Karena itu, kita ingin mengurang beban logistik, pengurangan waktu logistik serta pengurangan aturan logistik dan biaya logistik terhadap GDP (gross domestic product),” tuturnya.

Perpres Nomor 26 tahun 2012, sambungnya, hadir karena melihat sistem logistik yang membuat harga komoditas lebih tinggi dibanding kualitasnya. Seperti di Sumut, kementerian melihat harga jeruk impor dari China ternyata harganya lebih murah dibanding jeruk Berastagi.

Perbedaan harganya juga cukup jauh. Di pasar ibukota Jakarta misalnya, jeruk dari China hanya dihargai Rp8.000/kg, tapi jeruk Berastagi mencapai Rp23.000/kg. “Kondisi ini sangat disayangkan. Untuk itu, kita harus mengatur sistem logistik kebutuhan masyarakat agar lebih efisien,” terang dia.

Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Theo Nugroho S Kumaat mengungkapkan tingginya biaya logistik dan pelayanan yang belum memuaskan, mempengaruhi daya saing dunia usaha di pasar global. “Walaupun kinerja logistik nasional secara gradual mengalami perbaikan, namun belum menggembirakan,” jelasnya.
Menurutnya, kondisi infrastruktur pelabuhan, bandara, jalan, dan jalur kereta api dinilai masih kurang memadai untuk mendukung kelancaran lalu lintas logistik.Sistem transportasi intermodal ataupun multimoda belum dapat berjalan dengan baik. Karena akses transportasi dari sentra-sentra produksi ke pelabuhan dan bandara belum dapat berjalan lancar. Ini disebabkan belum optimalnya infrastruktur pelabuhan dan bandara tersebut, sehingga menyebabkan kualitas pelayanan menjadi rendah dan tarif jasa menjadi mahal. “Kadin juga akan membantu perbaikan sistem logistik ini,” katanya. (ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/