27.8 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

2017, BBM Satu Harga

bbm

JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Pemerintah sudah memastikan pelaksanaan kebijakan bahan bakar minyak (BBM) 1 harga di seluruh Indonesia, mulai berjalan pada 1 Januari 2017. Supaya program itu tidak sia-sia, parlemen meminta agar penjual BBM eceran ditertibkan. Kalau perlu, Kementerian ESDM segera membentuk task force.

Anggota Komisi VII, Satya W Yudha mengatakan, penjual BBM eceran meski kadang membantu, membuat pelaksaan BBM 1 harga bisa terganggu. Sebab, mereka tidak mungkin menjual BBM dengan harga yang sama seperti stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).

“Kami minta dibentuk task force yang diberi wewenang untuk melakukan tindakan hukum,” tutur Satya, Minggu (4/12) lalu.

Lebih lanjut Satya menjelaskan, nantinya task force bentukan Kementerian ESDM itu, beroperasi hingga ke daerah-daerah. Posisi tim itu semakin kuat karena bekerja sama dengan pimpinan daerah setempat.

Ia yakin, berjalannya task force membuat kebijakan BBM 1 harga bisa berjalan lancar. Menurut Satya, persoalan penjual bensin eceran perlu segera diselesaikan, karena sampai saat ini tidak ada institusi yang bertanggung jawab atas pengecer.

Bahkan kini banyak penjual BBM eceran yang menggunakan nama Pertamini. Nama yang mirip-mirip secara hukum tidak diperbolehkan, karena bisa menimbulkan kebingungan.

Lebih lanjut Satya mengatakan, tidak adanya pengaturan yang jelas membuat lokasi SPBU bisa saling berdekatan. Di luar Jawa, malah seringkali SPBU kosong, tapi BBM tersedia di penjual eceran. “Bisa jadi ada kongkalikong. Itu bisa dibasmi kalau ada task force tadi,” urainya.

Ia mengakui, pemerintah memang punya BPH Migas yang memiliki fungsi pengawasan. Namun itu tidak membantu, karena tidak punya staf yang cukup untuk melakukan pengawasan. Padahal Pertamini atau pedagang eceran jelas tidak memiliki hak untuk mendistribusikan BBM.

Kepala BPH Migas Andi Someng, sepakat agar penjual BBM eceran ditertibkan. Ada 2 aturan yang dilanggar oleh penjual BBM eceran, yakni UU Migas, dan UU HAKI, terkait nama Pertamini. “Mereka melakukan kegiatan usaha, tapi tidak punya izin usaha sebagai penyalur,” tegasnya.

Meski demikian, ia mengakui, BPH Migas tidak punya wewenang untuk melakukan penyegelan dan penangkapan. Sebab, kewenangan penertiban BBM eceran hanya bisa dilakukan oleh PPNS Ditjen Migas dan polisi. “Itu delik aduan. Pertamina bisa melaporkan kepada aparat kepolisian, dan polisi melaksanakan tindakan hukumnya,” jelas Andi.

Sebelumnya, Wakil Direktur Utama Pertamina, Ahmad Bambang mengatakan, perbedaan harga BBM yang mencolok, seperti di Papua, karena kurangnya SPBU atau APMS (agen premium, minyak, dan solar). Jadi, warga yang membeli BBM di SPBU lantas menjualnya lagi dengan harga tinggi.

Karena itu, pada 2017 nanti, Pertamina akan membangun banyak SPBU atau APMS untuk menekan penjual BBM eceran, terutama di kawasan terluar, maupun terpencil. “Tahun depan, minimal ada 22 SPBU/APMS di kawasan terluar. Kami usahakan bisa lebih,” pungkasnya. (dim/jpg/saz)

bbm

JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Pemerintah sudah memastikan pelaksanaan kebijakan bahan bakar minyak (BBM) 1 harga di seluruh Indonesia, mulai berjalan pada 1 Januari 2017. Supaya program itu tidak sia-sia, parlemen meminta agar penjual BBM eceran ditertibkan. Kalau perlu, Kementerian ESDM segera membentuk task force.

Anggota Komisi VII, Satya W Yudha mengatakan, penjual BBM eceran meski kadang membantu, membuat pelaksaan BBM 1 harga bisa terganggu. Sebab, mereka tidak mungkin menjual BBM dengan harga yang sama seperti stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).

“Kami minta dibentuk task force yang diberi wewenang untuk melakukan tindakan hukum,” tutur Satya, Minggu (4/12) lalu.

Lebih lanjut Satya menjelaskan, nantinya task force bentukan Kementerian ESDM itu, beroperasi hingga ke daerah-daerah. Posisi tim itu semakin kuat karena bekerja sama dengan pimpinan daerah setempat.

Ia yakin, berjalannya task force membuat kebijakan BBM 1 harga bisa berjalan lancar. Menurut Satya, persoalan penjual bensin eceran perlu segera diselesaikan, karena sampai saat ini tidak ada institusi yang bertanggung jawab atas pengecer.

Bahkan kini banyak penjual BBM eceran yang menggunakan nama Pertamini. Nama yang mirip-mirip secara hukum tidak diperbolehkan, karena bisa menimbulkan kebingungan.

Lebih lanjut Satya mengatakan, tidak adanya pengaturan yang jelas membuat lokasi SPBU bisa saling berdekatan. Di luar Jawa, malah seringkali SPBU kosong, tapi BBM tersedia di penjual eceran. “Bisa jadi ada kongkalikong. Itu bisa dibasmi kalau ada task force tadi,” urainya.

Ia mengakui, pemerintah memang punya BPH Migas yang memiliki fungsi pengawasan. Namun itu tidak membantu, karena tidak punya staf yang cukup untuk melakukan pengawasan. Padahal Pertamini atau pedagang eceran jelas tidak memiliki hak untuk mendistribusikan BBM.

Kepala BPH Migas Andi Someng, sepakat agar penjual BBM eceran ditertibkan. Ada 2 aturan yang dilanggar oleh penjual BBM eceran, yakni UU Migas, dan UU HAKI, terkait nama Pertamini. “Mereka melakukan kegiatan usaha, tapi tidak punya izin usaha sebagai penyalur,” tegasnya.

Meski demikian, ia mengakui, BPH Migas tidak punya wewenang untuk melakukan penyegelan dan penangkapan. Sebab, kewenangan penertiban BBM eceran hanya bisa dilakukan oleh PPNS Ditjen Migas dan polisi. “Itu delik aduan. Pertamina bisa melaporkan kepada aparat kepolisian, dan polisi melaksanakan tindakan hukumnya,” jelas Andi.

Sebelumnya, Wakil Direktur Utama Pertamina, Ahmad Bambang mengatakan, perbedaan harga BBM yang mencolok, seperti di Papua, karena kurangnya SPBU atau APMS (agen premium, minyak, dan solar). Jadi, warga yang membeli BBM di SPBU lantas menjualnya lagi dengan harga tinggi.

Karena itu, pada 2017 nanti, Pertamina akan membangun banyak SPBU atau APMS untuk menekan penjual BBM eceran, terutama di kawasan terluar, maupun terpencil. “Tahun depan, minimal ada 22 SPBU/APMS di kawasan terluar. Kami usahakan bisa lebih,” pungkasnya. (dim/jpg/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/