26.7 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Kenaikan BBM Bakal Kerek Harga Lain

SUMUTPOS.CO – Kenaikan harga BBM menuai respon dari berbagai pihak. Salah satunya dari pelaku usaha, yang berharap kenaikan harga BBM diimbangi dengan kebijakan lain yang dapat menjaga kinerja industri dan menjaga daya beli masyarakat. Pengusaha tak menampik bahwa kenaikan BBM mau tak mau akan berpengaruh pada harga produk atau jasa di konsumen.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang berharap, pemerintah bisa mengambil kebijakan yang tepat terkait dampak dari kenaikan BBM. “Kita berharap agar pemerintah mampu mengambil kebijakan yang tepat atas dampak kenaikan BBM, misalnya kenaikan tarif transportasi dan logistik harus seimbang, kemudian mengendalikan harga harga pokok pangan dan gas sehingga mampu mengendalikan dan menjaga inflasi dan konsumsi rumah tangga,” ujarnya, kemarin (4/9).

Menurut Sarman, kemampuan pemerintah menjaga inflasi dan daya beli diharapkan bisa membuat pertumbuhan ekonomi di kuartal III dan IV 2022 tetap di atas 5 persen. “Diharapkan dengan terjaganya daya beli atau konsumsi rumah tangga, maka omzet pelaku usaha tidak turun secara drastis, sehingga tidak menurunkan produktivitas pelaku usaha,” bebernya.

Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, kenaikan harga BBM akan membebani ongkos logistik atau pengiriman industri makanan dan minuman. “Kalau saya perhatikan di industri makanan minuman sekitar 4 sampai 8 persen biaya logistik itu atau biaya pengirimannya dan dalam biaya pengiriman itu yang paling besar itu kalau transporter atau pemilik truk atau angkutan itu rata-rata 50 persen itu dipakai untuk BBM,” ujarnya.

Lebih detil, Adhi menjelaskan, rata-rata biaya kontribusi logistik 4 persen sampai 8 persen atau rata-rata 6 persen. Dengan kenaikan BBM sekitar 50 persen, Adhi memproyeksikan, pengaruh di distribusi atau logistik pada produk jadi sekitar 1 persen. “Kemudian terjadi juga kenaikan di hulunya terkait pengiriman bahan baku dan lain sebagainya anggap saja sama lah kira-kira 1 persen berarti rata-rata sekitar 2 persen akan berpengaruh terhadap harga pokok kita,” tegasnya.

Pernyataan Sarman turut diamini Ketua Umum Organisasi Angkutan Darat (Organda) Adrianto Djokosoetono. Dalam keterangannya kemarin (4/9), ia mendesak pemerintah segera memberikan dan menetapkan pedoman penyesuaian tarif moda angkutan jalan kelas ekonomi sesuai tingkatan. Dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk angkutan antar kota antar provinsi (AKAP) kelas ekonomi, Dinas Perhubungan Provinsi untuk antar kota dalam provinsi (AKDP) kelas ekonomi dan taksi, serta Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota untuk angkutan perkotaan dan dan perdesaan. “Untuk moda nonekonomi, operator bisa menyesuaikan dengan melihat potensi dan kondisi pasar,” ujarnya.

Kendati begitu, ia berharap seluruh jajaran Organda tetap menjaga kondusifitas wilayah masing-masing dalam melakukan penyesuaian tarif angkutan. Hal ini guna memastikan tetap terjaganya dukungan Organda terhadap kebutuhan pergerakan masyarakat, baik orang maupun logistik.

Di sisi lain, pihaknya juga meminta pemerintah menjamin tersedianya pasokan dan kelancaran pasokan BBM subsidi merata sesuai kebutuhan di seluruh Indonesia. Apalagi jelang akhir tahun, distribusi BBM subsidi selalu mengalami kelangkaan. “Pemerintah juga mesti tegas dan mengambil langkah cukup guna mengawasi penyaluran BBM subsidi sesuai ketentuan,” ungkap pria yang akrab disapa Andre ini.

Terkait hal tersebut, pemerintah sendiri tengah menggenjot perpindahan penerima BBM Subsidi ke aplikasi My Pertamina. Sehingga, diharapkan bisa lebih tepat sasaran. Langkah ini, menurut Sekjen Organda Ateng Aryono, harus diikuti dengan kemudahan-kemudahan. Misal untuk proses registrasi. Kemudian, Pertamina juga proaktif dalam sosialisasi. “Terlebih lagi harus dijamin kepastian dan kehandalan sistem,” katanya.

Selain itu, lanjut dia, dengan kenaikan tarif BBM subsidi ini, pemerintah dituntut untuk menghapus aturan pembatasan penggunaan/pengisian BBM subsidi di angkutan umum jalan. Sebab, hal ini akan lebih menyulitkan operasional angkutan umum jalan.

Sementara itu, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menyatakan, kenaikan harga Pertalite, Solar, dan Pertamax akan berdampak pada outlook ekonomi Indonesia di 2022. Kenaikan harga ketiga jenis BBM itu berisiko memangkas pertumbuhan ekonomi sampai dengan 0,33 persen. Sampai dengan semester I 2022, ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,23 persen. Didukung oleh naiknya mobilitas masyarakat, bantuan sosial dari pemerintah, serta kinerja ekspor yang tinggi di tengah naiknya harga komoditas unggulan. “Meski, kami masih melihat ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh di kisaran 5 persen secara full-year pada tahun ini,” kata Faiza melalui pesan singkat.

Menurut dia, kenaikan harga BBM juga akan memicu naiknya inflasi. Perhitungannya menunjukkan bahwa kenaikan harga Pertalite sebesar 30,72 persen dan Pertamax sebanyak 16 persen akan menyumbang inflasi sebesar 1,35 persen. Sedangkan, kenaikan 32,04 persen harga solar akan berkontribusi sebesar 0,17 persen pada tingkat inflasi.

Hitungan ini sudah memperhitungkan first round impact atau dampak kenaikan harga ketiga jenis BBM tersebut secara langsung, dan second round impact alias dampak lanjutan pada inflasi. Seperti naiknya harga jasa transportasi, distribusi, hingga kenaikan sebagian harga barang dan jasa lainnya pula.

Faisal memproyeksi, inflasi pada akhir 2022 berada di kisaran 6,27 persen. Sementara, inflasi inti kami proyeksi akan berada pada kisaran 4,35 persen. Sebagai catatan, hanya terdapat empat bulan berjalan di sisa tahun 2022 . Sehingga dampak dari second round impact masih akan berlanjut di 2023, terutama pada semester I. “Hal ini disebabkan adanya kondisi sticky price atau harga beberapa barang dan jasa yang cenderung lambat terhadap penyesuaian harga. Oleh sebab itu, kami melihat inflasi pada 2023 berpotensi akan berada pada kisaran 3,50 sampai 4 persen,” jelasnya.

Selain itu, suku bunga acuan Bank Indonesia 7 day reverse repo rate (BI7DRR) dapat naik lebih tinggi dari perkiraan awal. Kenaikan inflasi umum ke kisaran 6,27 persen tahun ini dan inflasi inti ke atas target range akan mendorong bank sentral untuk menaikkan suku bunga acuannya. Yakni, maksimal 100 basis poin (bps) ke 4,75 persen di sisa 2022.

Angka tersebut ebih tinggi dibandingkan dengan asumsi awal yang hanya 50 bps ke 4,25 persen sebelum adanya kenaikan BBM bersubsidi. Lebih jauh lagi, kenaikan inflasi yang berlanjut ke semester I 2023 juga akan membuka peluang BI untuk melanjutkan kenaikan suku bunga acuan pada awal tahun depan.

Sebagai catatan, dalam revisi Perpres yang tengah berlangsung, turut pula dipertimbangkan fungsi ekonomi dari tiap kriteria kendaraan bagi masyarakat. Hal itu penting mengingat pemberian subsidi harus tepat sasaran dan tepat guna bagi masyarakat yang berhak menerima. Misalnya, transportasi umum dan juga angkutan barang dengan pelat kuning masih diberikan akses untuk membeli solar. Alasannya, kedua jenis angkutan itu berkontribusi pada kegiatan perekonomian dan sosial masyarakat.

Volume konsumsi BBM yang terus meningkat bukanlah isapan jempol semata. Pertamina mencatat, meski belum tutup tahun, penyaluran pertalite dan solar sudah dikonsumsi 85 persen. Penyaluran pertalite hingga bulan Agustus sudah mencapai 19,5 juta KL dari kuota 23,05 juta KL. Hal yang sama juga terjadi untuk solar subsidi. Dari kuota 14,9 juta KL yang ditetapkan tahun ini, kini sudah dikonsumsi 11,4 juta KL.

Dengan kondisi tersebut, maka kuota pertalite hanya tersisa 3,55 juta KL. Sementara kuota solar subsidi hanya tinggal 3,5 juta KL saja. Dengan sisa kuota itu, tentu kuota BBM bersubsidi akan habis dalam waktu dekat. Sekalipun harga dinaikkan, jika tidak diiringi dengan penambahan kuota ataupun pembatasan konsumsi, maka upaya-upaya yang dilakukan pemerintah tak akan mampu merampungkan persoalan hingga ke akar. Dalam kenaikan harga BBM, pemerintah tak hanya menaikkan harga pertalite dan solar. Harga pertamax pun ikut naik.

Direktur Celios Bhima Yudhistira menyebut, kenaikan harga itu akan membuat tujuan utama untuk membatasi konsumsi pertalite subsidi juga tidak akan tercapai, ketika pada saat bersamaan harga Pertamax ikut naik menjadi 14.500 per liter. ‘’Akibatnya pengguna Pertamax akan tetap bergeser ke Pertalite,’’ jelas Bhima.

Jika dengan perhitungan harga baru, gap harga antara pertalite dan pertamax kini mengecil. Dari awalnya Rp 4.850 per liter, menjadi Rp 4.500 per liter. Menyoal kemungkinan tetap meningkatnya volume konsumsi pertalite dan peralihan konsumen dari pertamax ke pertalite, Pertamina berharap adanya tambahan kuota. ‘’Harapannya ada tambahan kuota (dari pemerintah),’’ ujar Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting kepada Jawa Pos, kemarin.

Lantas, bagaimana jika tidak ada tambahan kuota? Irto menyebut Pertamina masih menunggu arahan dari pemerintah. ‘’Kita tunggu arahan pemerintah,’’ katanya.

Meski begitu, Pertamina memastikan ketersediaan stok pertalite dan solar, serta proses distribusinya ke SPBU berjalan dengan maksimal di tengah meningkatnya konsumsi masyarakat. (agf/mia/han/dee/jpg)

SUMUTPOS.CO – Kenaikan harga BBM menuai respon dari berbagai pihak. Salah satunya dari pelaku usaha, yang berharap kenaikan harga BBM diimbangi dengan kebijakan lain yang dapat menjaga kinerja industri dan menjaga daya beli masyarakat. Pengusaha tak menampik bahwa kenaikan BBM mau tak mau akan berpengaruh pada harga produk atau jasa di konsumen.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang berharap, pemerintah bisa mengambil kebijakan yang tepat terkait dampak dari kenaikan BBM. “Kita berharap agar pemerintah mampu mengambil kebijakan yang tepat atas dampak kenaikan BBM, misalnya kenaikan tarif transportasi dan logistik harus seimbang, kemudian mengendalikan harga harga pokok pangan dan gas sehingga mampu mengendalikan dan menjaga inflasi dan konsumsi rumah tangga,” ujarnya, kemarin (4/9).

Menurut Sarman, kemampuan pemerintah menjaga inflasi dan daya beli diharapkan bisa membuat pertumbuhan ekonomi di kuartal III dan IV 2022 tetap di atas 5 persen. “Diharapkan dengan terjaganya daya beli atau konsumsi rumah tangga, maka omzet pelaku usaha tidak turun secara drastis, sehingga tidak menurunkan produktivitas pelaku usaha,” bebernya.

Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, kenaikan harga BBM akan membebani ongkos logistik atau pengiriman industri makanan dan minuman. “Kalau saya perhatikan di industri makanan minuman sekitar 4 sampai 8 persen biaya logistik itu atau biaya pengirimannya dan dalam biaya pengiriman itu yang paling besar itu kalau transporter atau pemilik truk atau angkutan itu rata-rata 50 persen itu dipakai untuk BBM,” ujarnya.

Lebih detil, Adhi menjelaskan, rata-rata biaya kontribusi logistik 4 persen sampai 8 persen atau rata-rata 6 persen. Dengan kenaikan BBM sekitar 50 persen, Adhi memproyeksikan, pengaruh di distribusi atau logistik pada produk jadi sekitar 1 persen. “Kemudian terjadi juga kenaikan di hulunya terkait pengiriman bahan baku dan lain sebagainya anggap saja sama lah kira-kira 1 persen berarti rata-rata sekitar 2 persen akan berpengaruh terhadap harga pokok kita,” tegasnya.

Pernyataan Sarman turut diamini Ketua Umum Organisasi Angkutan Darat (Organda) Adrianto Djokosoetono. Dalam keterangannya kemarin (4/9), ia mendesak pemerintah segera memberikan dan menetapkan pedoman penyesuaian tarif moda angkutan jalan kelas ekonomi sesuai tingkatan. Dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk angkutan antar kota antar provinsi (AKAP) kelas ekonomi, Dinas Perhubungan Provinsi untuk antar kota dalam provinsi (AKDP) kelas ekonomi dan taksi, serta Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota untuk angkutan perkotaan dan dan perdesaan. “Untuk moda nonekonomi, operator bisa menyesuaikan dengan melihat potensi dan kondisi pasar,” ujarnya.

Kendati begitu, ia berharap seluruh jajaran Organda tetap menjaga kondusifitas wilayah masing-masing dalam melakukan penyesuaian tarif angkutan. Hal ini guna memastikan tetap terjaganya dukungan Organda terhadap kebutuhan pergerakan masyarakat, baik orang maupun logistik.

Di sisi lain, pihaknya juga meminta pemerintah menjamin tersedianya pasokan dan kelancaran pasokan BBM subsidi merata sesuai kebutuhan di seluruh Indonesia. Apalagi jelang akhir tahun, distribusi BBM subsidi selalu mengalami kelangkaan. “Pemerintah juga mesti tegas dan mengambil langkah cukup guna mengawasi penyaluran BBM subsidi sesuai ketentuan,” ungkap pria yang akrab disapa Andre ini.

Terkait hal tersebut, pemerintah sendiri tengah menggenjot perpindahan penerima BBM Subsidi ke aplikasi My Pertamina. Sehingga, diharapkan bisa lebih tepat sasaran. Langkah ini, menurut Sekjen Organda Ateng Aryono, harus diikuti dengan kemudahan-kemudahan. Misal untuk proses registrasi. Kemudian, Pertamina juga proaktif dalam sosialisasi. “Terlebih lagi harus dijamin kepastian dan kehandalan sistem,” katanya.

Selain itu, lanjut dia, dengan kenaikan tarif BBM subsidi ini, pemerintah dituntut untuk menghapus aturan pembatasan penggunaan/pengisian BBM subsidi di angkutan umum jalan. Sebab, hal ini akan lebih menyulitkan operasional angkutan umum jalan.

Sementara itu, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menyatakan, kenaikan harga Pertalite, Solar, dan Pertamax akan berdampak pada outlook ekonomi Indonesia di 2022. Kenaikan harga ketiga jenis BBM itu berisiko memangkas pertumbuhan ekonomi sampai dengan 0,33 persen. Sampai dengan semester I 2022, ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,23 persen. Didukung oleh naiknya mobilitas masyarakat, bantuan sosial dari pemerintah, serta kinerja ekspor yang tinggi di tengah naiknya harga komoditas unggulan. “Meski, kami masih melihat ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh di kisaran 5 persen secara full-year pada tahun ini,” kata Faiza melalui pesan singkat.

Menurut dia, kenaikan harga BBM juga akan memicu naiknya inflasi. Perhitungannya menunjukkan bahwa kenaikan harga Pertalite sebesar 30,72 persen dan Pertamax sebanyak 16 persen akan menyumbang inflasi sebesar 1,35 persen. Sedangkan, kenaikan 32,04 persen harga solar akan berkontribusi sebesar 0,17 persen pada tingkat inflasi.

Hitungan ini sudah memperhitungkan first round impact atau dampak kenaikan harga ketiga jenis BBM tersebut secara langsung, dan second round impact alias dampak lanjutan pada inflasi. Seperti naiknya harga jasa transportasi, distribusi, hingga kenaikan sebagian harga barang dan jasa lainnya pula.

Faisal memproyeksi, inflasi pada akhir 2022 berada di kisaran 6,27 persen. Sementara, inflasi inti kami proyeksi akan berada pada kisaran 4,35 persen. Sebagai catatan, hanya terdapat empat bulan berjalan di sisa tahun 2022 . Sehingga dampak dari second round impact masih akan berlanjut di 2023, terutama pada semester I. “Hal ini disebabkan adanya kondisi sticky price atau harga beberapa barang dan jasa yang cenderung lambat terhadap penyesuaian harga. Oleh sebab itu, kami melihat inflasi pada 2023 berpotensi akan berada pada kisaran 3,50 sampai 4 persen,” jelasnya.

Selain itu, suku bunga acuan Bank Indonesia 7 day reverse repo rate (BI7DRR) dapat naik lebih tinggi dari perkiraan awal. Kenaikan inflasi umum ke kisaran 6,27 persen tahun ini dan inflasi inti ke atas target range akan mendorong bank sentral untuk menaikkan suku bunga acuannya. Yakni, maksimal 100 basis poin (bps) ke 4,75 persen di sisa 2022.

Angka tersebut ebih tinggi dibandingkan dengan asumsi awal yang hanya 50 bps ke 4,25 persen sebelum adanya kenaikan BBM bersubsidi. Lebih jauh lagi, kenaikan inflasi yang berlanjut ke semester I 2023 juga akan membuka peluang BI untuk melanjutkan kenaikan suku bunga acuan pada awal tahun depan.

Sebagai catatan, dalam revisi Perpres yang tengah berlangsung, turut pula dipertimbangkan fungsi ekonomi dari tiap kriteria kendaraan bagi masyarakat. Hal itu penting mengingat pemberian subsidi harus tepat sasaran dan tepat guna bagi masyarakat yang berhak menerima. Misalnya, transportasi umum dan juga angkutan barang dengan pelat kuning masih diberikan akses untuk membeli solar. Alasannya, kedua jenis angkutan itu berkontribusi pada kegiatan perekonomian dan sosial masyarakat.

Volume konsumsi BBM yang terus meningkat bukanlah isapan jempol semata. Pertamina mencatat, meski belum tutup tahun, penyaluran pertalite dan solar sudah dikonsumsi 85 persen. Penyaluran pertalite hingga bulan Agustus sudah mencapai 19,5 juta KL dari kuota 23,05 juta KL. Hal yang sama juga terjadi untuk solar subsidi. Dari kuota 14,9 juta KL yang ditetapkan tahun ini, kini sudah dikonsumsi 11,4 juta KL.

Dengan kondisi tersebut, maka kuota pertalite hanya tersisa 3,55 juta KL. Sementara kuota solar subsidi hanya tinggal 3,5 juta KL saja. Dengan sisa kuota itu, tentu kuota BBM bersubsidi akan habis dalam waktu dekat. Sekalipun harga dinaikkan, jika tidak diiringi dengan penambahan kuota ataupun pembatasan konsumsi, maka upaya-upaya yang dilakukan pemerintah tak akan mampu merampungkan persoalan hingga ke akar. Dalam kenaikan harga BBM, pemerintah tak hanya menaikkan harga pertalite dan solar. Harga pertamax pun ikut naik.

Direktur Celios Bhima Yudhistira menyebut, kenaikan harga itu akan membuat tujuan utama untuk membatasi konsumsi pertalite subsidi juga tidak akan tercapai, ketika pada saat bersamaan harga Pertamax ikut naik menjadi 14.500 per liter. ‘’Akibatnya pengguna Pertamax akan tetap bergeser ke Pertalite,’’ jelas Bhima.

Jika dengan perhitungan harga baru, gap harga antara pertalite dan pertamax kini mengecil. Dari awalnya Rp 4.850 per liter, menjadi Rp 4.500 per liter. Menyoal kemungkinan tetap meningkatnya volume konsumsi pertalite dan peralihan konsumen dari pertamax ke pertalite, Pertamina berharap adanya tambahan kuota. ‘’Harapannya ada tambahan kuota (dari pemerintah),’’ ujar Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting kepada Jawa Pos, kemarin.

Lantas, bagaimana jika tidak ada tambahan kuota? Irto menyebut Pertamina masih menunggu arahan dari pemerintah. ‘’Kita tunggu arahan pemerintah,’’ katanya.

Meski begitu, Pertamina memastikan ketersediaan stok pertalite dan solar, serta proses distribusinya ke SPBU berjalan dengan maksimal di tengah meningkatnya konsumsi masyarakat. (agf/mia/han/dee/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/