26 C
Medan
Sunday, April 27, 2025

Pajak E-Commerce Jangan Tekan Marketplace

JAKARTA, SUMUTPOS.CO โ€“ Pemerintah mengebut penyelesaian peraturan menteri keuangan (PMK) tentang pengenaan pajak untuk bisnis ekonomi digital atau e-commerce. Ketetapan pajak bagi e-commerce rencananya masih disesuaikan dengan payung hukum saat ini, yakni Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Namun, hingga kini pemerintah belum bersedia mengungkapkan skema pajak e-commerce yang nanti diberlakukan. Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi hanya mengungkapkan, beleid tersebut akan mengatur cara pembayaran hingga objek yang akan dipungut. Aturan tersebut dijanjikan rampung pekan depan.

โ€™โ€™Dipungutnya berapa, rate-nya berapa, itu ada semua. Mudah-mudahan minggu depan kalau bisa,โ€™โ€™ ujar Ken di Gedung DPR kemarin (4/10).

Pakar perpajakan Yustinus Prastowo menuturkan, bisnis e-commerce merupakan fenomena yang cukup baru dan semakin penting dalam dunia bisnis serta perekonomian Indonesia. Karena itu, pengaturan e-commerce menjadi sangat penting dan relevan agar memberikan kepastian bagi investor, pelaku, dan masyarakat sebagai konsumen.

โ€™โ€™Negara memiliki hak. Salah satunya, pajak yang terutang dari aktivitas bisnis e-commerce. Maka, sektor ini perlu diatur agar tercipta keadilan (membayar pajak sebagaimana perdagangan konvensional) dan pasti (didasarkan pada aturan yang jelas dan fair),โ€™โ€™ paparnya.

Karena itu, direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) tersebut menuturkan, upaya pemerintah menerbitkan aturan yang secara khusus mengatur e-commerce layak diapresiasi. Lebih dari itu, aturan tersebut diharapkan mampu menangkap dinamika bisnis yang sangat cepat, padat modal, dan sensitif terhadap regulasi yang tidak responsif. โ€™โ€™Maka, rumusan aturan yang komprehensif, jelas, mengedepankan kepastian, kompatibel dengan pengaturan di negara lain, serta memberikan insentif yang tepat sangat dibutuhkan,โ€™โ€™ jelasnya.

Prastowo juga mengingatkan bahwa e-commerce adalah sektor yang baru tumbuh. Pemerintah sebaiknya lebih hati-hati agar kebijakan yang diambil tidak men-discourage para pelaku. Karena itu, perlu identifikasi dan klasifikasi yang jelas terkait model bisnis dan skala bisnis yang ada. โ€™โ€™Pelaku start-up seyogianya mendapatkan perlakuan yang berbeda (insentif) agar dapat tumbuh kembang dengan baik, difasilitasi, dan terus dijaga agar kelak bisa berkontribusi maksimal bagi negara,โ€™โ€™ tuturnya.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO โ€“ Pemerintah mengebut penyelesaian peraturan menteri keuangan (PMK) tentang pengenaan pajak untuk bisnis ekonomi digital atau e-commerce. Ketetapan pajak bagi e-commerce rencananya masih disesuaikan dengan payung hukum saat ini, yakni Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Namun, hingga kini pemerintah belum bersedia mengungkapkan skema pajak e-commerce yang nanti diberlakukan. Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi hanya mengungkapkan, beleid tersebut akan mengatur cara pembayaran hingga objek yang akan dipungut. Aturan tersebut dijanjikan rampung pekan depan.

โ€™โ€™Dipungutnya berapa, rate-nya berapa, itu ada semua. Mudah-mudahan minggu depan kalau bisa,โ€™โ€™ ujar Ken di Gedung DPR kemarin (4/10).

Pakar perpajakan Yustinus Prastowo menuturkan, bisnis e-commerce merupakan fenomena yang cukup baru dan semakin penting dalam dunia bisnis serta perekonomian Indonesia. Karena itu, pengaturan e-commerce menjadi sangat penting dan relevan agar memberikan kepastian bagi investor, pelaku, dan masyarakat sebagai konsumen.

โ€™โ€™Negara memiliki hak. Salah satunya, pajak yang terutang dari aktivitas bisnis e-commerce. Maka, sektor ini perlu diatur agar tercipta keadilan (membayar pajak sebagaimana perdagangan konvensional) dan pasti (didasarkan pada aturan yang jelas dan fair),โ€™โ€™ paparnya.

Karena itu, direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) tersebut menuturkan, upaya pemerintah menerbitkan aturan yang secara khusus mengatur e-commerce layak diapresiasi. Lebih dari itu, aturan tersebut diharapkan mampu menangkap dinamika bisnis yang sangat cepat, padat modal, dan sensitif terhadap regulasi yang tidak responsif. โ€™โ€™Maka, rumusan aturan yang komprehensif, jelas, mengedepankan kepastian, kompatibel dengan pengaturan di negara lain, serta memberikan insentif yang tepat sangat dibutuhkan,โ€™โ€™ jelasnya.

Prastowo juga mengingatkan bahwa e-commerce adalah sektor yang baru tumbuh. Pemerintah sebaiknya lebih hati-hati agar kebijakan yang diambil tidak men-discourage para pelaku. Karena itu, perlu identifikasi dan klasifikasi yang jelas terkait model bisnis dan skala bisnis yang ada. โ€™โ€™Pelaku start-up seyogianya mendapatkan perlakuan yang berbeda (insentif) agar dapat tumbuh kembang dengan baik, difasilitasi, dan terus dijaga agar kelak bisa berkontribusi maksimal bagi negara,โ€™โ€™ tuturnya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru