JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Federal Reserve System) masih diragukan banyak pihak.
Dari spekulasi yang muncul pada awal 2016 hingga Oktober lalu, The Fed akan menaikkan suku bunga acuan pada akhir tahun. Namun, sejak Donald Trump terpilih sebagai presiden AS, prediksi tersebut agaknya diragukan.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara menyatakan, kepastian kenaikan suku bunga Federal Reserve Rate, berpengaruh terhadap penentuan suku bunga BI 7-Days Reverse Repo Rate.
“Sebelumnya banyak yang memperkirakan The Fed menaikkan suku bunganya pada Desember ini, lalu dua kali pada tahun depan. Nah, BI masih melihat dulu susunan kabinet Trump seperti apa. Kan yang selama ini ada hanya spekulasi, soal rencana Trump protektif itu,” jelas Mirza.
BI menurunkan BI 7-Days Reverse Repo Rate menjadi 4,75 persen pada Oktober 2016.
Pada November, BI juga masih mempertahankan suku bunga acuan tersebut. Penetapan suku bunga itu, diklaim BI, diapresiasi Dana Moneter Internasional (IMF).
Menurut Mirza, penting bagi BI untuk berhati-hati dalam menentukan suku bunga. Karena itu, BI masih menunggu pidato awal tahun Trump yang disampaikan pada Januari 2017. “Dari situ, baru bisa lihat arah kebijakan Trump akan seperti apa. Apakah benar ia bersikap protektif? Setelah itu, baru ditentukan langkah terkait kemungkinan penurunan suku bunga,” jelasnya.
Ekonom Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih menyatakan, BI sebenarnya masih memiliki ruang pelonggaran suku bunga hingga level 4,5 persen. “Mumpung mood pengusaha lagi bagus, ekspektasi konsumen bagus, pertumbuhan ekonomi bagus, dan juga mumpung pemerintahan Trump belum berjalan,” katanya.
Sikap BI yang cenderung konservatif tersebut, dimaklumi Lana. Sebab, ketidakpastian penentuan suku bunga acuan The Fed juga masih terasa.
Seandainya BI menurunkan suku bunga pada tahun depan, ditambah pertumbuhan ekonomi dan keyakinan konsumen yang baik, Lana yakin, kredit perbankan akan tumbuh. Namun, pertumbuhannya masih belum agresif, yakni 8 hingga 9 persen. Hal itu juga didorong naiknya harga komoditas. “Tapi, kenaikan harga komoditas masih terbatas ya, belum bisa sampai langsung melejit seperti 2007 sampai 2009,” jelasnya.
Ia menambahkan, hal terpenting untuk dijaga BI saat ini adalah permintaan. Sebab, ada tren penurunan kredit akibat permintaan pembiayaan di pasar modal, seperti obligasi dan penerbitan saham.
Corporate Secretary Bank Negara Indonesia (BNI), Ryan Kiryanto menuturkan, bank saat ini lebih banyak menjaga nasabah dibanding mencari nasabah baru. “Ada kebiasaan perusahaan-perusahaan yang mengambil giro-nya untuk melakukan ekspansi. Jadi, mereka self-financing, bukan ambil kredit di bank,” pungkasnya. (rin/c21/noe/jos/jpg/saz)