32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Kaji Opsi BBM, Pemerintah Gandeng 3 PT

JAKARTA – Rencana pembatasan konsumsi atau kenaikan harga BBM bersubsidi akan kembali ke titik awal. Pasalnya, lagi-lagi, pemerintah akan menggandeng 3 perguruan tinggi (PT) untuk mengkaji opsi-opsi yang selama ini berkembang.

Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H Legowo mengatakan, sebagaimana tahun lalu, kali ini pemerintah akan kembali menggandeng 3 PT, yakni Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Padjajaran (Unpad), untuk mengkaji dan memberikan masukan opsi mana yang terbaik. “Sekarang sedang dikerjakan, semoga dua minggu selesai,” ujarnya di Jakarta, Senin (6/2).

Sebagaimana diketahui, tahun lalu, ketika pemerintah berencana memberlakukan pembatasan BBM bersubsidi mulai 1 April 2011, pemerintah juga menggandeng 3 PT, yakni UI, ITB, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan ketua tim Ekonom UGM Anggito Abimanyu.

Menurut Evita, kali ini pemerintah merasa perlu mendapatkan kajian dari akademisi lagi karena saat ini muncul opsi konversi dari BBM ke BBG (bahan bakar gas). “Dulu waktu dengan (tim) Pak Anggito kan belum ada opsi gas, sekarang ada, jadi perlu kajian lagi,” katanya.

Evita berharap, tim dari 3 PT tersebut bisa bergerak cepat untuk melakukan riset dan kajian, sehingga hasil kajian sudah bisa diserahkan kepada pemerintah paling lambat pertengahan Februari ini. “Setalah itu, hasilnya akan kami konsultasikan ke DPR,” jelasnya.

Sebagai gambaran, berikut adalah 3 opsi hasil kajian tim yang dipimpin Anggito Abimanyu 2011 lalu. Namun, setelah dilakukan pembahasan dengan DPR, 3 opsi ini ditolak, sehingga kebijakan BBM pun mundur.

Opsi pertama, menaikkan harga BBM subsidi jenis Premium dari Rp 4.500 per liter menjadi Rp 5.000 per liter, kemudian menyiapkan pemberian uang kembali atau cashback sebesar Rp 500 per liter untuk kendaraan umum. Jika opsi ini dilakukan, maka pemerintah bisa menghemat subsidi hingga Rp 7,3 triliun per tahun. Kelebihan opsi ini adalah mudah dilaksanakan. Namun, kekurangannya, kenaikan harga bisa memicu inflasi serta berimbas pada ongkos sosial politik.

Opsi ke dua, harga Premium tetap Rp 4.500 per liter untuk kendaraan umum dan sepeda motor, sedangkan mobil pribadi dilarang membeli BBM subsidi. Jika opsi ini dipilih, maka pemerintah bisa menghemat subsidi Rp 5,86 triliun per tahun. Namun, pelaksanaan opsi ini mengharuskan seluruh SPBU memiliki dispenser BBM nonsubsidi (Pertamax/Pertamax Plus) untuk melayani mobil pribadi. Dengan demikian, butuh waktu untuk pengembangan infrastruktur, terutama luar Jakarta.

Opsi ke tiga, harga Premium tetap Rp 4.500 per liter untuk kendaraan umum dan sepeda motor, namun dengan penjatahan.Jika kendaraan umum atau sepeda motor membeli BBM subsidi melebihi jatah, maka kelebihannya harus dibayar Rp 5.500 per liter. (owi/jpnn)

JAKARTA – Rencana pembatasan konsumsi atau kenaikan harga BBM bersubsidi akan kembali ke titik awal. Pasalnya, lagi-lagi, pemerintah akan menggandeng 3 perguruan tinggi (PT) untuk mengkaji opsi-opsi yang selama ini berkembang.

Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H Legowo mengatakan, sebagaimana tahun lalu, kali ini pemerintah akan kembali menggandeng 3 PT, yakni Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Padjajaran (Unpad), untuk mengkaji dan memberikan masukan opsi mana yang terbaik. “Sekarang sedang dikerjakan, semoga dua minggu selesai,” ujarnya di Jakarta, Senin (6/2).

Sebagaimana diketahui, tahun lalu, ketika pemerintah berencana memberlakukan pembatasan BBM bersubsidi mulai 1 April 2011, pemerintah juga menggandeng 3 PT, yakni UI, ITB, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan ketua tim Ekonom UGM Anggito Abimanyu.

Menurut Evita, kali ini pemerintah merasa perlu mendapatkan kajian dari akademisi lagi karena saat ini muncul opsi konversi dari BBM ke BBG (bahan bakar gas). “Dulu waktu dengan (tim) Pak Anggito kan belum ada opsi gas, sekarang ada, jadi perlu kajian lagi,” katanya.

Evita berharap, tim dari 3 PT tersebut bisa bergerak cepat untuk melakukan riset dan kajian, sehingga hasil kajian sudah bisa diserahkan kepada pemerintah paling lambat pertengahan Februari ini. “Setalah itu, hasilnya akan kami konsultasikan ke DPR,” jelasnya.

Sebagai gambaran, berikut adalah 3 opsi hasil kajian tim yang dipimpin Anggito Abimanyu 2011 lalu. Namun, setelah dilakukan pembahasan dengan DPR, 3 opsi ini ditolak, sehingga kebijakan BBM pun mundur.

Opsi pertama, menaikkan harga BBM subsidi jenis Premium dari Rp 4.500 per liter menjadi Rp 5.000 per liter, kemudian menyiapkan pemberian uang kembali atau cashback sebesar Rp 500 per liter untuk kendaraan umum. Jika opsi ini dilakukan, maka pemerintah bisa menghemat subsidi hingga Rp 7,3 triliun per tahun. Kelebihan opsi ini adalah mudah dilaksanakan. Namun, kekurangannya, kenaikan harga bisa memicu inflasi serta berimbas pada ongkos sosial politik.

Opsi ke dua, harga Premium tetap Rp 4.500 per liter untuk kendaraan umum dan sepeda motor, sedangkan mobil pribadi dilarang membeli BBM subsidi. Jika opsi ini dipilih, maka pemerintah bisa menghemat subsidi Rp 5,86 triliun per tahun. Namun, pelaksanaan opsi ini mengharuskan seluruh SPBU memiliki dispenser BBM nonsubsidi (Pertamax/Pertamax Plus) untuk melayani mobil pribadi. Dengan demikian, butuh waktu untuk pengembangan infrastruktur, terutama luar Jakarta.

Opsi ke tiga, harga Premium tetap Rp 4.500 per liter untuk kendaraan umum dan sepeda motor, namun dengan penjatahan.Jika kendaraan umum atau sepeda motor membeli BBM subsidi melebihi jatah, maka kelebihannya harus dibayar Rp 5.500 per liter. (owi/jpnn)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/