25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Jokowi Gandeng Mobnas Malaysia, JK Dorong Ponsel Nasional

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) melawat ke Malaysia dan menggulirkan wacana mobil nasional (mobnas), Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga tak mau kalah dengan mendorong terciptanya telepon seluler (ponsel) nasional.

Juru Bicara Wapres Husein Abdullah mengatakan, wapres berkomitmen mendorong tumbuhnya industri ponsel atau telepon genggam di dalam negeri. Tujuannya, untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada ponsel impor.

“Setidaknya, dari serbuan impor ponsel Tiongkok,” ujarnya saat dihubungi kemarin (7/2).

Jumat lalu (6/2), JK memang mengunjungi pabrik ponsel milik PT Sat Nusapersada Tbk di Batam, produsen ponsel merek Venera dan 4G LTE IVO di Indonesia. Menurut Husein, JK meminta agar produsen ponsel Indonesia terus memperbaiki kualitas produk dan melakukan efisiensi sehingga harganya pun kompetitif.

“Setelah itu, pemerintah siap menginisiasi promosi besar-besaran bahwa Indonesia sudah mampu membuat ponsel berkualitas di dalam negeri,’ katanya.

Selama ini, permintaan ponsel di Indonesia memang sangat tinggi. Data KSO Sucofindo Suveyor Indonesia menunjukkan, impor ponsel ke Indonesia pada 2013 mencapai 58 juta unit senilai USD 2,6 miliar atau setara Rp 32,5 triliun. Pada 2014, jumlah impornya kembali naik hingga 60 juta unit senilai USD 3,4 miliar atau setara Rp 42 triliun.

Namun, upaya mengebangkan ponsel nasional ini memang tidak mudah. Direktur Utama PT Sat Nusapersada Tbk Abidin mengakui, produk ponsel dalam negeri sulit bersaing dengan ponsel impor asal Tiongkok karena harganya yang sangat murah. Rupanya, produsen Tiongkok bisa menjual murah produknya karena mendapat banyak fasilitas insentif pajak dari pemerintahnya.

“Karena itu, dari sisi harga, kita sulit bersaing,” katanya.

Lalu, apa strateginya? Abidin mengatakan, produsen ponsel Indonesia bisa bersaing dengan ponsel impor Tiongkok jika mampu menghadirkan produk yang lebih berkualitas. Menurut dia, Indonesia memiliki kemampuan itu. Misalnya, Sat Nusapersada sudah berpengalaman lebih dar 24 tahun memproduksi berbagai komponen elektronik merek-merek global.

Kami juga siap bermitra dengan merek ponsel lokal lain untuk memproduksinya di dalam negeri,” ucapnya.

Regulasi untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi sebenarnya sudah ada, yakni Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 7 Tahun 2009, yang mewajibkan Tingkat Kadungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 30 persen untuk semua perangkat telekomunikasi 4G LTE yang menggunakan frekuensi 2,3 Ghz dan 3,3 Ghz. Rencananya, peraturan ini akan diubah sehingga semua perangkat telekomunikasi 4G LTE wajib TKDN, bukan pada frekuensi tertentu saja.

Selain itu, ada pula Peraturan Menteri Perdagangan No 82 Tahun 2012 berserta perubahannya yang mewajibkan importir ponsel untuk mendirikan pabrik ponsel di Indonesia, serta Peraturan Menteri Perindustrian No 108 Tahun 2012 yang mewajibkan pendaftaran setiap ponsel impor agar dapat menekan kuota impor ponsel ke Indonesia.

Husein menambahkan, kepada produsen ponsel di dalam negeri, Wapres menjanjikan skema insentif fiskal agar harga ponsel bisa lebih ditekan, sehingga bisa bersaing dengan produk impor asal Tiongkok yang kini membanjiri Indonesia.

“Untuk teknisnya, wapres sudah meminta Menteri Perindustrian (Saleh Husin) untuk menyusun skema yang dibutuhkan,” ujarnya.

Menurut kalkulasi Kementerian Perindustrian, jika semua ponsel impor diproduksi di dalam negeri, maka potensi penerimaan pajak per tahun bisa mencapai Rp 180 miliar dan menciptakan 30.000 lapangan kerja, serta memberi kontribusi Neraca Perdagangan sebesar USD 947 juta. Hal ini belum termasuk pertumbuhan perusahaan pendukung lainnya, seperti pembuat komponen, design, distributor, hingga pedagang.(owi)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) melawat ke Malaysia dan menggulirkan wacana mobil nasional (mobnas), Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga tak mau kalah dengan mendorong terciptanya telepon seluler (ponsel) nasional.

Juru Bicara Wapres Husein Abdullah mengatakan, wapres berkomitmen mendorong tumbuhnya industri ponsel atau telepon genggam di dalam negeri. Tujuannya, untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada ponsel impor.

“Setidaknya, dari serbuan impor ponsel Tiongkok,” ujarnya saat dihubungi kemarin (7/2).

Jumat lalu (6/2), JK memang mengunjungi pabrik ponsel milik PT Sat Nusapersada Tbk di Batam, produsen ponsel merek Venera dan 4G LTE IVO di Indonesia. Menurut Husein, JK meminta agar produsen ponsel Indonesia terus memperbaiki kualitas produk dan melakukan efisiensi sehingga harganya pun kompetitif.

“Setelah itu, pemerintah siap menginisiasi promosi besar-besaran bahwa Indonesia sudah mampu membuat ponsel berkualitas di dalam negeri,’ katanya.

Selama ini, permintaan ponsel di Indonesia memang sangat tinggi. Data KSO Sucofindo Suveyor Indonesia menunjukkan, impor ponsel ke Indonesia pada 2013 mencapai 58 juta unit senilai USD 2,6 miliar atau setara Rp 32,5 triliun. Pada 2014, jumlah impornya kembali naik hingga 60 juta unit senilai USD 3,4 miliar atau setara Rp 42 triliun.

Namun, upaya mengebangkan ponsel nasional ini memang tidak mudah. Direktur Utama PT Sat Nusapersada Tbk Abidin mengakui, produk ponsel dalam negeri sulit bersaing dengan ponsel impor asal Tiongkok karena harganya yang sangat murah. Rupanya, produsen Tiongkok bisa menjual murah produknya karena mendapat banyak fasilitas insentif pajak dari pemerintahnya.

“Karena itu, dari sisi harga, kita sulit bersaing,” katanya.

Lalu, apa strateginya? Abidin mengatakan, produsen ponsel Indonesia bisa bersaing dengan ponsel impor Tiongkok jika mampu menghadirkan produk yang lebih berkualitas. Menurut dia, Indonesia memiliki kemampuan itu. Misalnya, Sat Nusapersada sudah berpengalaman lebih dar 24 tahun memproduksi berbagai komponen elektronik merek-merek global.

Kami juga siap bermitra dengan merek ponsel lokal lain untuk memproduksinya di dalam negeri,” ucapnya.

Regulasi untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi sebenarnya sudah ada, yakni Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 7 Tahun 2009, yang mewajibkan Tingkat Kadungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 30 persen untuk semua perangkat telekomunikasi 4G LTE yang menggunakan frekuensi 2,3 Ghz dan 3,3 Ghz. Rencananya, peraturan ini akan diubah sehingga semua perangkat telekomunikasi 4G LTE wajib TKDN, bukan pada frekuensi tertentu saja.

Selain itu, ada pula Peraturan Menteri Perdagangan No 82 Tahun 2012 berserta perubahannya yang mewajibkan importir ponsel untuk mendirikan pabrik ponsel di Indonesia, serta Peraturan Menteri Perindustrian No 108 Tahun 2012 yang mewajibkan pendaftaran setiap ponsel impor agar dapat menekan kuota impor ponsel ke Indonesia.

Husein menambahkan, kepada produsen ponsel di dalam negeri, Wapres menjanjikan skema insentif fiskal agar harga ponsel bisa lebih ditekan, sehingga bisa bersaing dengan produk impor asal Tiongkok yang kini membanjiri Indonesia.

“Untuk teknisnya, wapres sudah meminta Menteri Perindustrian (Saleh Husin) untuk menyusun skema yang dibutuhkan,” ujarnya.

Menurut kalkulasi Kementerian Perindustrian, jika semua ponsel impor diproduksi di dalam negeri, maka potensi penerimaan pajak per tahun bisa mencapai Rp 180 miliar dan menciptakan 30.000 lapangan kerja, serta memberi kontribusi Neraca Perdagangan sebesar USD 947 juta. Hal ini belum termasuk pertumbuhan perusahaan pendukung lainnya, seperti pembuat komponen, design, distributor, hingga pedagang.(owi)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/