JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah tak mau setengah-setengah melakukan renegosiasi kontrak pertambangan dengan memasukkan klausul pemurnian dan pengolahan (smelter) di dalam negeri. Sebab, program hilirisasi itu diproyeksi bakal membuat Indonesia banjir investasi.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar mengatakan, saat ini ada puluhan perusahaan yang berminat menanamkan investasi pembangunan smelter di Indonesia. ‘Nilai investasinya bisa USD 35 miliar (sekitar Rp 416,5 triliun),’ ujarnya usai rapat di Kantor Kemenko Perekonomian kemarin (7/7).
Menurut Mahendra, kewajiban hilirisasi di dalam negeri memastikan agar proyek-proyek smelter yang dibangun bisa mendapatkan pasokan bahan mentah. Karena itu, investasi pun diperkirakan masuk secara bertahap. Maka, makin banyak perusahaan tambang yang setuju dengan poin-poin renegosiasi, semakin kuat pula potensi pasokan bahan mentah bagi smelter. ‘Untuk itu, investasi (pembangunan smelter) bertahap, tidak sekaligus tahun ini atau tahun depan,’ katanya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan, perusahaan tambang memang harus dipaksa. Sebab, selama ini sudah diberi waktu lima tahun sejak UU Minerba berlaku 2009, namun terbukti tidak ada satu pun perusahaan yang bersedia membangun smelter. Karena itulah pemerintah lantas memberlakukan aturan bea keluar untuk ekspor hasil tambang mentah. ‘Sebenarnya, sudah ada 55 perusahaan yang mengajukan izin pembangunan smelter. Tapi hanya 5 yang merealisasikan dalam waktu dekat,’ sahutnya.
Menurut mantan ketua umum Kadin itu, meski hanya lima investasi smelter yang kemungkinan terealisasi, hal itu sudah sangat positif untuk mendukung program hilirisasi tambang. Sebab, pembangunan smelter membutuhkan modal besar hingga USD 1 miliar-USD 1,5 miliar. Dengan begitu, total investasi lima smelter itu bisa mencapai USD 7 miliar. ‘Itu kan tahap awal, investasi bisa bertambah jika kapasitasnya dikembangkan,’ katanya.
Hidayat mengatakan, lima smelter yang sudah masuk tahap realisasi dan siap realisasi itu berada di Bintan (1), Sulawesi (2), Sumatera Utara (1), dan Kalimantan (1). Kapasitas pengolahan smelter yang dibangun ini masing-masing sekitar 300 ribu ton per tahun. ‘Pembangunannya butuh waktu tiga atau empat tahun. Jadi paling cepat 2017 bisa beroperasi,’ ucapnya.
Deputi Bidang Pengawasan dan Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis menambahkan, salah satu sektor yang menjadi sumber realisasi investasi pada triwulan I 2014 adalah sektor pertambangan. Hal ini karena mulai berjalannya hilirisasi sektor tambang melalui pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian. ‘Ini kan industri berat, jadi nilai investasinya besar,’ ujarnya.
Data realisasi investasi triwulan I 2014 menunjukkan, investor asing masih menjadikan pertambangan sebagai sektor favorit. Tercatat, investasi yang mengucur ke sektor ini mencapai USD 1,7 miliar atau 24,0 persen dari total PMA. Berikutnya sektor industri makanan USD 777,9 juta atau 11,4 persen, lalu sektor industri alat angkutan dan transportasi USD 605,9 juta atau 8,8 persen. (owi/oki)