23.3 C
Medan
Sunday, January 19, 2025

Rupiah Menguat 13 Ribu per USD

Rupiah dan Dolar-Ilustrasi
Rupiah dan Dolar-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penguatan tajam rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) terus berlanjut. Di pasar spot, kemarin rupiah mencatat penguatan harian terbesar sepanjang enam tahun terakhir.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan, penguatan tajam rupiah dalam tiga hari terakhir tak lepas dari dorongan kombinasi faktor eksternal dan internal. “Itu memicu pembalikan modal dari AS ke emerging markets, termasuk Indonesia,” ujarnya di Kantor Presiden kemarin (7/10).

Sebagai gambaran, dalam dua hari terakhir saja, ada USD 82 juta dana tambahan yang dialokasikan manajer investasi asing ke pasar modal Indonesia. Menurut Mirza, faktor eksternal terkait melemahnya recovery perekonoian AS yang lantas meredam isu kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau The Fed, memicu penguatan mata uang global terhadap USD. “Investor atau spekulan yang tadinya memegang dollar sudah mulai melakukan cut loss (jual rugi),” katanya.

Sementara itu, dari internal, Mirza menyebut rilis paket kebijakan ekonomi oleh pemerintah mendapat respons positif pasar. Reformasi struktural itu, diyakini dalam jangka menengah panjang akan menurunkan inflasi dan meningkatkan suplai valas di dalam negeri. “Makanya orang mulai jual dolar yang sebelumnya ditumpuk untuk spekulasi,” ucapnya.

Data Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) yang dirilis BI menunjukkan, kemarin rupiah ditutup di level 14.065 per USD, menguat signifikan hingga 317 poin dibanding penutupan hari sebelumnya yang di posisi 14.382 per USD. Level 14.065 per USD tersebut merupakan yang terkuat sejak 31 Agustus 2015 lalu.

Sementara itu di pasar spot, rupiah sudah menguat lebih tajam. Data Bloomberg menunjukkan, kemarin rupiah langsung dibuka menguat di level 14.179 per USD dari penutupan sebelumnya di 14.241 per USD. Setelah itu, rupiah tak sekalipun melemah, hingga mencatat level terkuat di 13.711 per USD, sebelum akhirnya ditutup pada sore kemarin di level 13.821 per USD, atau menguat 2,95 persen.

Penguatan tersebut menempatkan rupiah di posisi ke dua mata uang di kawasan Asia Pasifik yang berhasil menaklukkan USD. Kemarin, USD memang babak belur akibat larinya dana investor dari Negeri Paman Sam.

Malaysia mencatat penguatan harian 3,51 persen atau yang terbesar sepanjang 17 tahun terakhir. Dari 13 mata uang utama di Asia Pasifik, hanya dolar Australia dan dolar New Zealand yang gagal membukukan penguatan terhadap USD.

Mirza mengatakan, aliran modal yang kembali ke Indonesia membuat situasi pasar keuangan dan pasar modal kian kondusif. Tak hanya rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang menguat, namun juga di pasar Surat Utang Negara (SUN). Dia menyebut, yield atau imbal hasil SUN yang sebelumnya sempat mendekati level 10 persen, kemarin sudah turun tajam ke kisaran 8,7 persen. “Ini sangat bermanfaat karena berarti biaya utang pemerintah turun,” jelasnya.

Namun, penguatan rupiah ini juga harus dibayar mahal. Sejak tekanan bertubi-tubi dalam satu bulan terakhir, BI terus berjibaku meredam anjloknya rupiah dengan melakukan operasi moneter di pasar uang. Akibatnya, cadangan devisa pun langsung terkuras.

Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta Segara mengungkapkan bahwa BI mencatat posisi cadangan devisa Indonesia akhir September 2015 senilai USD 101,7 miliar. Posisi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan posisi cadangan devisa akhir Agustus 2015 senilai USD 105,3 miliar.

“Perkembangan tersebut disebabkan oleh penggunaan cadangan devisa dalam rangka pembayaran utang luar negeri Pemerintah dan dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah,” ujarnya di Jakarta, Rabu (7/10).

Tirta menuturkan penurunan tersebut sejalan dengan komitmen Bank Sentral yang telah dan akan terus berada di pasar untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya guna mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Dengan perkembangan tersebut, lanjutnya, posisi cadangan devisa per akhir September 2015 masih cukup membiayai 7,0 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. “Cadangan devisa saat ini berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,” tambahnya.

Otoritas moneter menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.

Penguatan tajam rupiah juga membuat para pelaku usaha di bidang ekspor impor mulai melakukan kalkulasi ulang. Ketua Umum Asosiasi Eksportir-Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Aseibssindo) Khafid Sirotuddin mengatakan meski rupiah mulai menguat beberapa hari ini namun belum menjadi momen yang tepat untuk melakukan importasi.

“Harga masih tinggi kalau mengimpor sekarang, terakhir kita impor waktu rupiah masih Rp 13.000 per dolar AS,” tuturnya.

Saat delivery order (DO) importir harus membayar uang muka, selanjutnya saat buah dan sayuran di negara asal panen dan siap dikirim dolar malah menguat hingga tembus Rp 14.500 per dolar AS.

“Harga dari penjual memang tetap misal USD 2 per kilo tapi kita bayarnya pakai rupiah jadi dari harusnya Rp 26.000 jadi Rp 29.000 perkilo. Nah kalau se kontainer?,” keluhnya.

Para importir buah sekarang ini belum berani melakukan delivery order (DO) lagi khawatir dalam beberapa bulan kedepan dolar akan semakin menguat. Sebab jika kurs masih tinggi maka harga jual ke dalam negeri juga menjadi mahal.”Masalahnya daya beli masyarakat sedang menurun. Akibatnya banyak importir yang pilih jual rugi asal buah cepat laku, daripada busuk,” tukasnya.

Sementara buah dan sayuran lokal belum bisa diandalkan untuk menggenjot ekspor. Padahal seharusnya pelemahan rupiah memberi keuntungan besar bagi eksportir. “Belum banyak yang bisa kita ekspor paling cuma manggis, buah naga, mangga, salak. Itupun masih harus pakai pesawat karena volume yang diekspor kecil. Harganya mahal karena ongkosnya tinggi,” tuturnya.

Dia berharap dalam paket kebijakan ekonomi jilid III pemerintah mampu mendorong daya beli masyarakat, terutama dengan menurunkan harga BBM. Sebab hal itu berkaitan langsung dengan distribusi barang.”Kita berharap biaya logistik di dalam negeri bisa turun sehingga harga barang kita bisa murah di luar negeri. Daya saing ekspor kita meningkat,” jelasnya.

Ketua Asosiasi Tur dan Travel Indonesia (Asita) Asnawi Bahar menambahkan, penguatan rupiah kemarin sangat mengejutkan. Dia berharap, hal itu bisa membuat gairah masyarakat untuk berwisata terutama ke luar negeri bisa lebih bergairah. Sebab, saat USD terus merangkak naik, bisnis itu menjadi lesu.

Penguatan nilai tukar Rupiah terus menarik dana asing ke pasar saham Indonesia sehingga dalam tiga hari terakhir Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan penguatan. Pembelian bersih investor asing (foreign net buy) sebsar Rp 1,4 triliun sejak awal pekan sampai kemarin. (owi/dee/wir/dim/gen/jpg/ril)

Rupiah dan Dolar-Ilustrasi
Rupiah dan Dolar-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penguatan tajam rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) terus berlanjut. Di pasar spot, kemarin rupiah mencatat penguatan harian terbesar sepanjang enam tahun terakhir.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan, penguatan tajam rupiah dalam tiga hari terakhir tak lepas dari dorongan kombinasi faktor eksternal dan internal. “Itu memicu pembalikan modal dari AS ke emerging markets, termasuk Indonesia,” ujarnya di Kantor Presiden kemarin (7/10).

Sebagai gambaran, dalam dua hari terakhir saja, ada USD 82 juta dana tambahan yang dialokasikan manajer investasi asing ke pasar modal Indonesia. Menurut Mirza, faktor eksternal terkait melemahnya recovery perekonoian AS yang lantas meredam isu kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau The Fed, memicu penguatan mata uang global terhadap USD. “Investor atau spekulan yang tadinya memegang dollar sudah mulai melakukan cut loss (jual rugi),” katanya.

Sementara itu, dari internal, Mirza menyebut rilis paket kebijakan ekonomi oleh pemerintah mendapat respons positif pasar. Reformasi struktural itu, diyakini dalam jangka menengah panjang akan menurunkan inflasi dan meningkatkan suplai valas di dalam negeri. “Makanya orang mulai jual dolar yang sebelumnya ditumpuk untuk spekulasi,” ucapnya.

Data Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) yang dirilis BI menunjukkan, kemarin rupiah ditutup di level 14.065 per USD, menguat signifikan hingga 317 poin dibanding penutupan hari sebelumnya yang di posisi 14.382 per USD. Level 14.065 per USD tersebut merupakan yang terkuat sejak 31 Agustus 2015 lalu.

Sementara itu di pasar spot, rupiah sudah menguat lebih tajam. Data Bloomberg menunjukkan, kemarin rupiah langsung dibuka menguat di level 14.179 per USD dari penutupan sebelumnya di 14.241 per USD. Setelah itu, rupiah tak sekalipun melemah, hingga mencatat level terkuat di 13.711 per USD, sebelum akhirnya ditutup pada sore kemarin di level 13.821 per USD, atau menguat 2,95 persen.

Penguatan tersebut menempatkan rupiah di posisi ke dua mata uang di kawasan Asia Pasifik yang berhasil menaklukkan USD. Kemarin, USD memang babak belur akibat larinya dana investor dari Negeri Paman Sam.

Malaysia mencatat penguatan harian 3,51 persen atau yang terbesar sepanjang 17 tahun terakhir. Dari 13 mata uang utama di Asia Pasifik, hanya dolar Australia dan dolar New Zealand yang gagal membukukan penguatan terhadap USD.

Mirza mengatakan, aliran modal yang kembali ke Indonesia membuat situasi pasar keuangan dan pasar modal kian kondusif. Tak hanya rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang menguat, namun juga di pasar Surat Utang Negara (SUN). Dia menyebut, yield atau imbal hasil SUN yang sebelumnya sempat mendekati level 10 persen, kemarin sudah turun tajam ke kisaran 8,7 persen. “Ini sangat bermanfaat karena berarti biaya utang pemerintah turun,” jelasnya.

Namun, penguatan rupiah ini juga harus dibayar mahal. Sejak tekanan bertubi-tubi dalam satu bulan terakhir, BI terus berjibaku meredam anjloknya rupiah dengan melakukan operasi moneter di pasar uang. Akibatnya, cadangan devisa pun langsung terkuras.

Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta Segara mengungkapkan bahwa BI mencatat posisi cadangan devisa Indonesia akhir September 2015 senilai USD 101,7 miliar. Posisi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan posisi cadangan devisa akhir Agustus 2015 senilai USD 105,3 miliar.

“Perkembangan tersebut disebabkan oleh penggunaan cadangan devisa dalam rangka pembayaran utang luar negeri Pemerintah dan dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah,” ujarnya di Jakarta, Rabu (7/10).

Tirta menuturkan penurunan tersebut sejalan dengan komitmen Bank Sentral yang telah dan akan terus berada di pasar untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya guna mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Dengan perkembangan tersebut, lanjutnya, posisi cadangan devisa per akhir September 2015 masih cukup membiayai 7,0 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. “Cadangan devisa saat ini berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,” tambahnya.

Otoritas moneter menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.

Penguatan tajam rupiah juga membuat para pelaku usaha di bidang ekspor impor mulai melakukan kalkulasi ulang. Ketua Umum Asosiasi Eksportir-Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Aseibssindo) Khafid Sirotuddin mengatakan meski rupiah mulai menguat beberapa hari ini namun belum menjadi momen yang tepat untuk melakukan importasi.

“Harga masih tinggi kalau mengimpor sekarang, terakhir kita impor waktu rupiah masih Rp 13.000 per dolar AS,” tuturnya.

Saat delivery order (DO) importir harus membayar uang muka, selanjutnya saat buah dan sayuran di negara asal panen dan siap dikirim dolar malah menguat hingga tembus Rp 14.500 per dolar AS.

“Harga dari penjual memang tetap misal USD 2 per kilo tapi kita bayarnya pakai rupiah jadi dari harusnya Rp 26.000 jadi Rp 29.000 perkilo. Nah kalau se kontainer?,” keluhnya.

Para importir buah sekarang ini belum berani melakukan delivery order (DO) lagi khawatir dalam beberapa bulan kedepan dolar akan semakin menguat. Sebab jika kurs masih tinggi maka harga jual ke dalam negeri juga menjadi mahal.”Masalahnya daya beli masyarakat sedang menurun. Akibatnya banyak importir yang pilih jual rugi asal buah cepat laku, daripada busuk,” tukasnya.

Sementara buah dan sayuran lokal belum bisa diandalkan untuk menggenjot ekspor. Padahal seharusnya pelemahan rupiah memberi keuntungan besar bagi eksportir. “Belum banyak yang bisa kita ekspor paling cuma manggis, buah naga, mangga, salak. Itupun masih harus pakai pesawat karena volume yang diekspor kecil. Harganya mahal karena ongkosnya tinggi,” tuturnya.

Dia berharap dalam paket kebijakan ekonomi jilid III pemerintah mampu mendorong daya beli masyarakat, terutama dengan menurunkan harga BBM. Sebab hal itu berkaitan langsung dengan distribusi barang.”Kita berharap biaya logistik di dalam negeri bisa turun sehingga harga barang kita bisa murah di luar negeri. Daya saing ekspor kita meningkat,” jelasnya.

Ketua Asosiasi Tur dan Travel Indonesia (Asita) Asnawi Bahar menambahkan, penguatan rupiah kemarin sangat mengejutkan. Dia berharap, hal itu bisa membuat gairah masyarakat untuk berwisata terutama ke luar negeri bisa lebih bergairah. Sebab, saat USD terus merangkak naik, bisnis itu menjadi lesu.

Penguatan nilai tukar Rupiah terus menarik dana asing ke pasar saham Indonesia sehingga dalam tiga hari terakhir Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan penguatan. Pembelian bersih investor asing (foreign net buy) sebsar Rp 1,4 triliun sejak awal pekan sampai kemarin. (owi/dee/wir/dim/gen/jpg/ril)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/