MEDAN, SUMUTPOS.CO – Aksi demontrasi Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia atau Apdesi yang berlangsung selama ini membuahkan hasil persetujuan revisi Undang-Undang (UU) Desa. Pada Selasa (6/2) kemarin, tergambarkan rasa syukur atas upaya memperjuangkan aspirasi dari perangkat pemerintahan terkecil di negeri ini.
Tuntutan penambahan masa jabatan menjadi satu dari beberapa aspirasi agar revisi UU Desa segera dilakukan oleh lembaga legislatif. Hal tersebut menurut Anggota DPD RI, Dedi Iskandar Batubara telah membawa angin segar, sehingga para demonstran dari Apdesi mengungkapkan rasa syukur atas langkah itu.
Alasannya adalah, sesuai dengan semangat ‘Membangun Desa Menata Kota’, agar masyarakat memperoleh manfaat dari pembangunan secara langsung.
“Semangat ini tentu menjadi perhatian kita, bahwa berdasarkan pengalaman, keberadaan UU Desa tahun 2014, masih belum cukup mengoptimalkan perkembangan pembangunan di tingkat pedesaan. Walaupun secara fisik, sebagian besar mengalami peningkatan dengan adanya dana desa yang dikelola langsung oleh Pemdes,” ujar Dedi Iskandar Batubara, Sabtu (10/2).
Sambutan itu, kata Dedi Iskandar Batubara, tentu seiring dengan ekspektasi (harapan) yang besar sekaligus tuntutan kebutuhan bagi pembangunan desa yang berkelanjutan. Sehingga tujuan ‘Desa yang Mandiri, bukan hanya dari segi fisik, tetapi menyeluruh dan membawa masyarakatnya menjadi sejahtera.
Penambahan masa jabatan kepala desa dari yang sebelumnya 6 tahun menjadi 8 tahun, menurut Dedi bukan hanya soal waktu, kewenangan dan keleluasaan mengurus desa. Namun di balik itu, justru tersimpan tanggungjawab yang besar, agar revisi UU Desa ini, bisa membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Terutama yang selama ini belum dirasakan optimal atas pengelolaan dana desa tersebut.
“Semangatnya kan untuk stabilitas dan keberlanjutan pembangunan, hingga mengurangi biaya pelaksanaan pemilihan kepala desa yang jumlahnya 74 ribu desa. Karenanya kita berharap revisi Undang-Undang ini, didukung dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dalam hal pengelolaan dana desa oleh perangkat desa. Utamanya adalah perencanaan pembangunan,” ungkap Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI ini.
Dari aspek perencanaan tersebut, Dedi Iskandar Batubara berharap pemerintah memberikan pendampingan yang lebih serius dan profesional. Apalagi pengelolaan dana desa, menurutnya sudah harus selevel kualitasnya dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tingkat kabupaten.
“Ada rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDes), oleh Kepala Desa bersama BPD dan perangkat desa, termasuk kepala dusun. Semuanya terlibat dalam menentukan program pembangunan di desa. Sehingga aspirasi ini tidak dianggap sebagai ajang mengakomodir kepentingan kekuasaan seorang kepala desa,” kata Ketua PW Al-Washliyah Sumut ini.
Terkait itu, Dedi mengingatkan juga tentang pembangunan sektor potensial di desa. Setelah selama ini, yang ditampilkan adalah peningkatan infrastruktur jalan, hingga yang berbau fisik. Beberapa menggunakan dana desa membangun badan usaha milik desa (BUMDes), namun belum terlihat maksimal.
“Dengan masa jabatan 8 tahun, kita berharap kepala desa bersama perangkatnya dapat mengelola dana desa, untuk kepentingan yang substansial. Sehingga persoalan mendasarnya adalah perencanaan, melalui fokus RPJMDesa. Kebanyakan kita tidak melihat arah pembangunan, kecuali dalam bentuk fisik,” sebut Dedi Iskandar Batubara.
Namun tidak hanya kapasitas dan kualitas SDM perangkat desa atau perencanaan pembangunan yang berkelanjutan, Dedi Iskandar Batubara juga melihat bahwa persoalan hukum masih menjadi momok seram bagi keberadaan kepala desa dengan adanya dana desa yang dikelola sendiri. Sebab sudah banyak contoh kasus yang menjerat aparatur Pemdes.
“Saya sebenarnya tidak mau melihat itu dari sisi tindak pidana, apakah korupsi dan lain sebagainnya. Tetapi bagaimana peluang (curang) itu dikunci melalui dua faktor utama tadi, ditambah dukungan lembaga hukum yang mendampingi. Ini agar kepala desa tidak khawatir atau waswas dalam menajalankan programnya,” sebut Calon DPD RI Nomor urut 7 asal Sumut.
Pandangan lainnya menurut Dedi Iskandar Batubara adalah bagaimana kegiatan-kegiatan pelatihan yang memakan biaya, berlangsung serius dan bukan seremonial. Bahkan bila perlu, pemerintah menyiapkan sumber daya pelatih di bidangnya masing-masing untuk megedukasi perangkat desa.
“Jadi pendamping desa yang sudah ada selama ini, juga bisa terbantu dengan uluran tangan pemerintah menurunkan semacam mentor ya. Jadi pelatihan dengan jumlah ratusan orang, yang dibuka oleh kepala daerah, seperti dilakukan selama ini, kan merepotkan. Harus persiapan besar, yang biayanya mahal. Saya kira langkah-langkah yang lebih substansial sangat jauh lebih berguna daripada seremonial,” jelasnya.
Untuk itu, Dedi Iskandar Batubara menyampaikan apresiasi atas revisi UU Desa ini. Sekaligus mengharapkan agar kehadiran Pemerintah Desa membawa kemaslahatan bagi masyarakatnya, menuju desa yang mandiri.
Tidak hanya itu, sebelumnya Dedi Iskandar Batubara juga mengusulkan agar aspirasi terkait kejelasan status perangkat desa, yang perlu diperjuangkan hingga tertuang dalam Undang-Undang tentang Desa (revisi UU Nomor 6/2014 tentang Desa).
“Ini momentum yang tepat menurut saya, dalam rangka usulan perubahan Undang-Undang Nomor 6 tentang Desa, yang sebelum ini tidak memperjelas status perangkat desa. Apakah mereka PNS, PPPK atau honor. Karenanya saya kira, revisi ini menjadi sangat strategis,” ujar Dedi Iskandar Batubara.(gus)