31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Petani Beralih ke Padi Lokal

PANAI TENGAH- Petani di Kecamatan Panai Tengah, Labuhanbatu, mulai meninggalkan varietas kuku balam dan ramos. Alasannya, menanam padi jenis itu kurang menguntungkan. Ini akibat susahnya perawatan kedua jenis padi itu. Kini para petani memilih budidaya padi jenis lainnya seperti Aries, Toras, dan Mandiri.

“Sekarang petani memilih menanam padi jenis lokal, karena perawatannya lebih gampang, dan hasilnya cukup menjanjikan,” kata Nadrik (45) petani di Kecamatan Panai Tengah, Senin (9/4).

Nadrik menambahakan, dalam pola pertanian sawah, mereka hanya menanam dan memanen padi setahun sekali. Selain itu untuk pengairan sawah hanya memanfaatkan air hujan dan air pasang aliran Sungai Barumun.

Persawahan di sana, kata dia, masih cukup luas. Sedikitnya ada ratusan hektar lahan persawahan milik warga yang masih bertahan sebagai penghasil padi. Namun ada juga sebagaian warga yang mengalih fungsikan lahan pertaniannya menjadi perkebunan sawit.
Ditambahkan Nadrik, mereka melepas harga gabah kepada para penampung sekira Rp3.100 hingga Rp3.300 per kilogram.
Dalam per hektar sawah, mampu menghasilkan gabah lima ton. Untuk lahan yang dikelola dengan sistem pinjam pakai, pola sewa dengan barter padi kepada pemilik lahan.

Senada dikatakan Sulaiman (39). Menurutnya, kehidupan para petani di Kecamatan Panai tidak mengetahui cara pemanfaatan lahan dengan baik. Kondisi ini yang membuat para petani sulit untuk mengembangkan hasil pertanian mereka.

“Ya, tiga bulan sesudah panen, lahan tidak dipergunakan. Tidak ada yang menanaminya,” katanya. (cr1/smg)

PANAI TENGAH- Petani di Kecamatan Panai Tengah, Labuhanbatu, mulai meninggalkan varietas kuku balam dan ramos. Alasannya, menanam padi jenis itu kurang menguntungkan. Ini akibat susahnya perawatan kedua jenis padi itu. Kini para petani memilih budidaya padi jenis lainnya seperti Aries, Toras, dan Mandiri.

“Sekarang petani memilih menanam padi jenis lokal, karena perawatannya lebih gampang, dan hasilnya cukup menjanjikan,” kata Nadrik (45) petani di Kecamatan Panai Tengah, Senin (9/4).

Nadrik menambahakan, dalam pola pertanian sawah, mereka hanya menanam dan memanen padi setahun sekali. Selain itu untuk pengairan sawah hanya memanfaatkan air hujan dan air pasang aliran Sungai Barumun.

Persawahan di sana, kata dia, masih cukup luas. Sedikitnya ada ratusan hektar lahan persawahan milik warga yang masih bertahan sebagai penghasil padi. Namun ada juga sebagaian warga yang mengalih fungsikan lahan pertaniannya menjadi perkebunan sawit.
Ditambahkan Nadrik, mereka melepas harga gabah kepada para penampung sekira Rp3.100 hingga Rp3.300 per kilogram.
Dalam per hektar sawah, mampu menghasilkan gabah lima ton. Untuk lahan yang dikelola dengan sistem pinjam pakai, pola sewa dengan barter padi kepada pemilik lahan.

Senada dikatakan Sulaiman (39). Menurutnya, kehidupan para petani di Kecamatan Panai tidak mengetahui cara pemanfaatan lahan dengan baik. Kondisi ini yang membuat para petani sulit untuk mengembangkan hasil pertanian mereka.

“Ya, tiga bulan sesudah panen, lahan tidak dipergunakan. Tidak ada yang menanaminya,” katanya. (cr1/smg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/