26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

RI Kantongi Dana Siaga Rp330 Triliun

090302-dolar-hm-02hmedium1JAKARTA – Indonesia terus memupuk pundi-pundi devisa sebagai bantalan untuk menghadapi gejolak krisis keuangan global. Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengatakan, selain dengan Jepang, saat ini Indonesia sudah menyepakati komitmen bilateral swap dengan dua negara lain. ‘”Total, setidaknya USD 30 miliar (sekitar Rp 330 triliun) sudah di tangan kita,” ujarnya kemarin (10/9).    
Bank Indonesia (BI) sudah menandatangani perpanjangan Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan Bank of Japan sebagai agen Menteri Keuangan Jepang sebesar USD 12 miliar. Kesepakatan itu berlaku efektif 31 Agustus 2013.     
Menurut Chatib, kesepakatan dengan dua negara lainnya dicapai saat lobi-lobi di sela Forum G-20 di Saint Petersburg, Rusia, pekan lalu. Namun, dia belum bersedia menyebut dua negara yang dimaksud. ‘Nanti saja, nunggu pengumuman resmi,” katanya.
Apakah dana USD 30 miliar tersebut juga termasuk paket dana Chiang Mai Initiative (CMI)? Chatib menyatakan, dana CMI tidak termasuk dalam perhitungan. ‘Jadi, kalau ditambah dari Chiang Mai, jumlahnya lebih besar lagi,’ ucapnya. Sebagai gambaran, dalam CMI, Indonesia memiliki plafon dana yang bisa ditarik sebesar USD 11,9 miliar.     
CMI adalah kerjasama 10 negara Asean ditambah Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan (Korsel). Substansi kerjasamanya adalah ketika a terjadi krisis pada salah satu negara Asean, maka Jepang, Tiongkok, dan Korsel siap memberikan bantuan untuk memasok cadangan devisa.    
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bambang Brodjonegoro menambahkan, dana siaga yang dihimpun Indonesia saat ini akan menjadi second line of defense atau lini pertahanan ke dua jika sewaktu-waktu krisis memburuk. “Kalau first line defense-nya kan cadangan devisa,” ucapnya.     
Menurut Bambang, penghimpunan dana siaga ini diperlukan untuk meyakinkan pasar bahwa Indonesia sudah siap menghadapi segala kemungkinan yang terjadi di perekonomian global. “Artinya, Indonesia serius dan cepat tanggap menyikapi gejolak ini,” ujarnya.
Ekonom Senior Raden Pardede mengatakan, saat ini Indonesia memang harus mengaktifkan skema-skema stand by loan sebagai bantalan jika kondisi krisis memburuk. “Setidaknya, Indonesia harus menarik dana USD 30 miliar untuk menambal defisit current account yang besarnya saya kira juga di kisaran USD 30 miliar,” terangnya. (owi/ca/smg)

090302-dolar-hm-02hmedium1JAKARTA – Indonesia terus memupuk pundi-pundi devisa sebagai bantalan untuk menghadapi gejolak krisis keuangan global. Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengatakan, selain dengan Jepang, saat ini Indonesia sudah menyepakati komitmen bilateral swap dengan dua negara lain. ‘”Total, setidaknya USD 30 miliar (sekitar Rp 330 triliun) sudah di tangan kita,” ujarnya kemarin (10/9).    
Bank Indonesia (BI) sudah menandatangani perpanjangan Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan Bank of Japan sebagai agen Menteri Keuangan Jepang sebesar USD 12 miliar. Kesepakatan itu berlaku efektif 31 Agustus 2013.     
Menurut Chatib, kesepakatan dengan dua negara lainnya dicapai saat lobi-lobi di sela Forum G-20 di Saint Petersburg, Rusia, pekan lalu. Namun, dia belum bersedia menyebut dua negara yang dimaksud. ‘Nanti saja, nunggu pengumuman resmi,” katanya.
Apakah dana USD 30 miliar tersebut juga termasuk paket dana Chiang Mai Initiative (CMI)? Chatib menyatakan, dana CMI tidak termasuk dalam perhitungan. ‘Jadi, kalau ditambah dari Chiang Mai, jumlahnya lebih besar lagi,’ ucapnya. Sebagai gambaran, dalam CMI, Indonesia memiliki plafon dana yang bisa ditarik sebesar USD 11,9 miliar.     
CMI adalah kerjasama 10 negara Asean ditambah Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan (Korsel). Substansi kerjasamanya adalah ketika a terjadi krisis pada salah satu negara Asean, maka Jepang, Tiongkok, dan Korsel siap memberikan bantuan untuk memasok cadangan devisa.    
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bambang Brodjonegoro menambahkan, dana siaga yang dihimpun Indonesia saat ini akan menjadi second line of defense atau lini pertahanan ke dua jika sewaktu-waktu krisis memburuk. “Kalau first line defense-nya kan cadangan devisa,” ucapnya.     
Menurut Bambang, penghimpunan dana siaga ini diperlukan untuk meyakinkan pasar bahwa Indonesia sudah siap menghadapi segala kemungkinan yang terjadi di perekonomian global. “Artinya, Indonesia serius dan cepat tanggap menyikapi gejolak ini,” ujarnya.
Ekonom Senior Raden Pardede mengatakan, saat ini Indonesia memang harus mengaktifkan skema-skema stand by loan sebagai bantalan jika kondisi krisis memburuk. “Setidaknya, Indonesia harus menarik dana USD 30 miliar untuk menambal defisit current account yang besarnya saya kira juga di kisaran USD 30 miliar,” terangnya. (owi/ca/smg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/