25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

BI Berkesempatan Turunkan BI Rate

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai suku bunga acuan (BI-7 Day Repo Rate/BI7DRR) bisa kembali dipangkas oleh Bank Indonesia (BI). INDEF memperkirakan, hingga akhir tahun bank sentral masih bisa menurunkan sekitar 25 sampai 50 basis poin (bps).

Tak lama ini, BI telah melakukan pelonggaran kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen. Tak hanya itu, bank sentral juga menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 bps untuk meningkatkan penyaluran kredit ke masyarakat.

“Ruang penurunan bunga acuan 25-50 bps lagi masih terbuka sampai akhir tahun,” kata Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira, Jumat (9/8).

Bhima mengatakan, penurunan suku bunga acuan masih sangat memungkinkan. Sebab Federal Reserve (The Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) mewacanakan akan memangkas suku bunga acuan lanjutan setelah sebelumnya memangkas 25 bps. Apalagi, saat ini kondisi perang dagang antara AS dan Tiongkok semakin memburuk dengan adanya kenaikan tarif 10 persen produk dari negeri Tirai Bambu. “Plus perang mata uang AS-Tiongkok paska devaluasi Yuan memperburuk sentimen ekonomi global,” bebernya.

Dari sisi domestik, penurunan suku bunga dinilai aman dalam kondisi makro ekonomi nasional yang cenderung stabil. Saat ini inflasi diperkirkan akan rendah di kisaran 3,3 sampai dengan 3,5 persen.

“Pengusaha juga membutuhkan stimulus untuk mendorong kinerja ekspor dan industri. Bunga yang murah akan menurunkan cost of borrowing dunia usaha,” jelasnya.

Di sisi lain, penurunan suku bunga juga bisa merangsang pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat pada kuartal-II 2019. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut sebesar 5,05 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Realisasi itu jauh lebih rendah dibandingkan kuartal II-2018 yang pernah mencapai 5,27 persen. “Kalau (ada penurunan suku bunga) 50 bps lagi dampaknya lbih besar ke pertumbuhan ekonomi,” tukasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, usai resmi bertugas sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) pada Rabu (7/8) ini, Destry Damayanti memastikan akan tetap melakukan pelonggaran kebijakan moneter ke depannya. Pasalnya, kondisi makro ekonomi domestik masih menunjukkan hasil yang positif. Ditambah lagi, perekonomian global juga menunjukkan tren pelonggaran kebijakan.

Menurut Destry, pelonggaran kebijakan tersebut tidak terlepas dari perekonomian global yang mulai mengarah kepada pelonggaran kebijakan (easing monetary policy). Hal tersebut disebabkan oleh perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang belum kunjung mereda.

Bahkan, Federal Reserve (The Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) telah memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuannya. Oleh sebab itu, bukan tidak mungkin, nantinya akan pelonggaran kebijakan lagi yang diambil oleh bank sentral.

“Kami melihat arah dari easing monetary policy ini akan jangka waktu cukup panjang ke depan. Karena kita memang membutuhkan satu stimulus buat pertumbuhan ekonomi ke depannya,” kata Destry usai pelantikannya sebagai DGS di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu (7/8). (jpc/ram)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai suku bunga acuan (BI-7 Day Repo Rate/BI7DRR) bisa kembali dipangkas oleh Bank Indonesia (BI). INDEF memperkirakan, hingga akhir tahun bank sentral masih bisa menurunkan sekitar 25 sampai 50 basis poin (bps).

Tak lama ini, BI telah melakukan pelonggaran kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen. Tak hanya itu, bank sentral juga menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 bps untuk meningkatkan penyaluran kredit ke masyarakat.

“Ruang penurunan bunga acuan 25-50 bps lagi masih terbuka sampai akhir tahun,” kata Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira, Jumat (9/8).

Bhima mengatakan, penurunan suku bunga acuan masih sangat memungkinkan. Sebab Federal Reserve (The Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) mewacanakan akan memangkas suku bunga acuan lanjutan setelah sebelumnya memangkas 25 bps. Apalagi, saat ini kondisi perang dagang antara AS dan Tiongkok semakin memburuk dengan adanya kenaikan tarif 10 persen produk dari negeri Tirai Bambu. “Plus perang mata uang AS-Tiongkok paska devaluasi Yuan memperburuk sentimen ekonomi global,” bebernya.

Dari sisi domestik, penurunan suku bunga dinilai aman dalam kondisi makro ekonomi nasional yang cenderung stabil. Saat ini inflasi diperkirkan akan rendah di kisaran 3,3 sampai dengan 3,5 persen.

“Pengusaha juga membutuhkan stimulus untuk mendorong kinerja ekspor dan industri. Bunga yang murah akan menurunkan cost of borrowing dunia usaha,” jelasnya.

Di sisi lain, penurunan suku bunga juga bisa merangsang pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat pada kuartal-II 2019. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut sebesar 5,05 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Realisasi itu jauh lebih rendah dibandingkan kuartal II-2018 yang pernah mencapai 5,27 persen. “Kalau (ada penurunan suku bunga) 50 bps lagi dampaknya lbih besar ke pertumbuhan ekonomi,” tukasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, usai resmi bertugas sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) pada Rabu (7/8) ini, Destry Damayanti memastikan akan tetap melakukan pelonggaran kebijakan moneter ke depannya. Pasalnya, kondisi makro ekonomi domestik masih menunjukkan hasil yang positif. Ditambah lagi, perekonomian global juga menunjukkan tren pelonggaran kebijakan.

Menurut Destry, pelonggaran kebijakan tersebut tidak terlepas dari perekonomian global yang mulai mengarah kepada pelonggaran kebijakan (easing monetary policy). Hal tersebut disebabkan oleh perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang belum kunjung mereda.

Bahkan, Federal Reserve (The Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) telah memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuannya. Oleh sebab itu, bukan tidak mungkin, nantinya akan pelonggaran kebijakan lagi yang diambil oleh bank sentral.

“Kami melihat arah dari easing monetary policy ini akan jangka waktu cukup panjang ke depan. Karena kita memang membutuhkan satu stimulus buat pertumbuhan ekonomi ke depannya,” kata Destry usai pelantikannya sebagai DGS di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu (7/8). (jpc/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/