Ia juga mengatakan, kinerja selama 2016, pencapaian atau realisasi cukup puas. Pertumbuhan aset naik sekitar 8,5 persen, dengan posisi terakhir Rp26,2 triliun, dan kredit 4,5 persen. Namun demikian, pertumbuhan kredit ini belum mencapai target yang diinginkan. “Sejumlah perbankan mengalami perlambatan di dalam penyaluran kredit. Hal ini disebabkan adanya kontraksi di tingkat nasional maupun regional, yang kemungkinan dipicu harga komoditas belum pulih sejak 2015 hingga 2016. Seperti CPO, karet, dan minyak, masih jauh dari kenaikan yang signifikan termasuk juga emas,” ungkap Edie.
Edie melanjutkan, untuk dana pihak ketiga (DPK), pihaknya mengalami pertumbuhan sekitar 6,94 persen. Pertumbuhan ini dinilai cukup bagus, tapi angkanya tidak seperti yang diharapkan. Karena itu, difokuskan kepada keuntungan dari LDR. “Untuk laba rugi sebelum pajak, kami mencapai Rp815,7 miliar. Pencapaian laba rugi ini dinilai paling tinggi diperoleh oleh Bank Sumut. Lalu, laba rugi bersih Rp584,3 miliar. Kalau dibandingkan dengan 2015, laba rugi bersih ini naik sekitar 25,68 persen,” jelasnya.
Ia menambahkan, pada 2016 lalu juga, pihaknya melakukan efisiensi pencapaian terhadap Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) cukup baik sekitar di bawah 80 persen. “Kami juga banyak melakukan restrukturisasi yang pada dasarnya untuk membantu para nasabah yang melakukan kredit ataupun pembiayaan, ketika mengalami kendala di dalam bisnisnya. Karena apa, dampak dari 2015 dan 2016 masih belum stabil, sehingga berpengaruh terhadap demand dan kredit. Upaya restrukturisasi yang kami lakukan kepada nasabah-nasabah ada sekitar Rp222 miliar. Jadi, ini sangat banyak membantu kepada nasabah yang ada dengan jumlah rekening 716 debitur. Restruktirisasi ini adalah bentuk stimulus dari pemerintah melalui OJK untuk membantu nasabah yang bisnisnya sedang slow down,” pungkas Edie. (ris/saz/ram)