30 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Kualitas Sayuran Buruk, Omzet Menurun

AMINOER RASYID/SUMUT POS Pedagang memperlihatkan buah tomat yang masih berdebu di Pasar Sukaramai Medan, Jumat (20/9). Meletusnya Gunung Sinabung mengakibatkan naiknya harga sayuran disejumlah Pasar di Kota Medan, Hal tersebut dikarenakan kurangnya stock sayuran yang masuk ke pasar Kota Medan dan banyaknya ladang para petani yang rusak akibat terserang debu vulkanik.
AMINOER RASYID/SUMUT POS
Pedagang memperlihatkan buah tomat yang masih berdebu di Pasar Sukaramai Medan, Jumat (20/9). Meletusnya Gunung Sinabung mengakibatkan naiknya harga sayuran disejumlah Pasar di Kota Medan, Hal tersebut dikarenakan kurangnya stock sayuran yang masuk ke pasar Kota Medan dan banyaknya ladang para petani yang rusak akibat terserang debu vulkanik.

SUMUTPOS.CO – Menurunnya kualitas sayuran yang di pasok dari centra produksi kabupaten Karo, sangat berimbas kepada pedagang sayuran di pusat pasar Sambu Medan. Pasalnya, semakin hari omzet penjualan mereka terus menurun sejak sekitar dua bulan lalu.

Menurunnya kualitas karena sayuran tersebut tercemari oleh abu vulkanik yang diakibatkan erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo. Akibatnya, hanya sedikit sekali pasokan sayuran bagus yang dapat dipasarkan di beberapa wilayah di Sumut khususnya Medan.

Pantauan Sumut Pos di Pusat Pasar Sambu Medan, Selasa (12/11) beberapa pedagang mengungkapkan kekhawatiran mereka akan kondisi tersebut. Sebab,  berkurangnya pasokan sayur sudah berlangsung lama, sejak Gunung Sinabung erupsi.

Maulida,  pedagang di Pusat Pasar mengaku hanya bisa pasrah. Sebab, omzet penjualan semakin menipis. Pekan sebelumnya, dia mampu menjual hingga 50 persen dari total pasokan sayuran yang jumlahnya 200 kilogram. Tetapi dalam tiga hari belakangan, hanya sekitar 100

kilogram sayuran dengan berbagai jenis yang mampu didapatnya dari pengepul. Dan dari 100 kilogram tersebut, hanya akan terjual sekitar 70 persennya saja dari pagi hingga sore hari.

“Ketika gunung Sinabung belum bermasalah, saya bisa dapatkan pasokan hingga 300 kilogram dari hanya seorang pengepul langganan saya. Tetapi saat ini hanya dapat sekitar 100 kilogram saja dan itupun dari beberapa pengepul,” ujarnya.

Pantauan Sumut Pos di beberapa pedagang lainnya, harga sayuran memang bertahan mahal. Seperti harga sawi putih yang naik dari Rp8 ribu per kilo menjadi Rp11 ribu per kilogram, sedangkan harga cabe merah  masih bertahan tinggi mencapai Rp 50 ribu per kilogram, padahal normalnya hanya Rp 20 ribu per kilogram. Sementara bawang merah yang mencapai Rp 30 ribu per kilogram, padahal normalnya hanya Rp 18 ribu  per kilogram. Dan sejumlah komoditi horti lainnya.

 

Pedagang menyebutkan, jika mereka mendapatkan pasokan tak hanya dari Brastagi dan centra Karo saja, tetapi juga dari beberapa daerah potensi horti seperti Langkat dan Deliserdang. Dan, pasokan yang didapatkan pun terbilang sangat minim, sebab yang dibawa para distributor juga sangat sedikit.

Kepala Dinas Pertanian Sumatera Utara (Distan Sumut), M Roem mengatakan,  Tanah karo adalah penghasil cabe terbesar di Indonesia, sehingga meletusnya Gunung Sinabung mengakibatkan para petani di wilayah tersebut terancam tak menanam.

“Untuk sayur mayur sendiri di daerah Gunung Sinabung itu hanya ada 3 kecamatan yang benar-benar tidak bisa ditanam, sehingga seluruh penduduknya mengungsi. Sebenarnya ada 12 kecamatan yang paling terkena dampak abu erupsi tersebut. Namun hanya 3 dan ada 4 desa yang harus mengungsi, dan harus meninggalkan pertaniannya,” ungkapnya.

Ditambahkannya, ribuan hectare tanaman yang terkena abu vulkanik, bisa tertolong oleh hujan.  “Belakangankan turun hujan, debu itu akan sirna dengan air hujan. Namun, bila tidak ada hujan tanaman akan mati karena debu itu kan panas, debu yang tebal mengakibatkan bahaya bagi tanaman. Ya, seperti manusia yang nafasnya ke paru-paru aja bisa rusak, sementara tanaman itu nafasnya pakai daun. Jadi kalau daunnya rusak tanaman bisa mati,” katanya.

Pengamat ekonomi Sumatera Utara kKasyful Mahalli mengatakan

Erupsi Gunung Sinabung yang terjadi belakangan ini sangat berpengaruh bagi aktifitas penjualan sayuran di beberapa pasar tradisional di Sumut, khususnya pasar tradisional Medan.

“Tak hanya perekonomian para pedagang pasar, tetapi juga meluas kepada ekonomi Sumatera Utara. Karena sayuran dari centra produksi di Karo ini kan juga diekspor ke negara lainnya,”ujar kasyful yang juga dosen di fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara ini.

Hal ini, katanya, akan mengakibatkan efek domino di berbagai sektor, seperti ke harga kuliner, serta harga kebutuhan pokok. Hal lain yang juga menjadi efeknya adalah dampak terhadap sektor pariwisata Sumut. Sebab, orang di luar wilayah Sumut baik turis domestik maupun mancanegara mungkin hanya memahami bahwa kondisi erupsi ini sebagai bencana alam. Jadi, katanya, jika tak ada sosialisi, maka akan mengkibatkan ada semacam ketakutan bagi para wisatawan untuk berkunjung di Sumut.

Diharapkan Kasyful, Pemerintah harus dapat berperan aktif dalam hal ini. walaupun tak bisa diatasi dalam waktu cepat, seminimalnya harus ada tindakan-tindakan yang berarti seperti operasi pasar, sosialisasi, serta pemberian bantuan. (tri/nit)

AMINOER RASYID/SUMUT POS Pedagang memperlihatkan buah tomat yang masih berdebu di Pasar Sukaramai Medan, Jumat (20/9). Meletusnya Gunung Sinabung mengakibatkan naiknya harga sayuran disejumlah Pasar di Kota Medan, Hal tersebut dikarenakan kurangnya stock sayuran yang masuk ke pasar Kota Medan dan banyaknya ladang para petani yang rusak akibat terserang debu vulkanik.
AMINOER RASYID/SUMUT POS
Pedagang memperlihatkan buah tomat yang masih berdebu di Pasar Sukaramai Medan, Jumat (20/9). Meletusnya Gunung Sinabung mengakibatkan naiknya harga sayuran disejumlah Pasar di Kota Medan, Hal tersebut dikarenakan kurangnya stock sayuran yang masuk ke pasar Kota Medan dan banyaknya ladang para petani yang rusak akibat terserang debu vulkanik.

SUMUTPOS.CO – Menurunnya kualitas sayuran yang di pasok dari centra produksi kabupaten Karo, sangat berimbas kepada pedagang sayuran di pusat pasar Sambu Medan. Pasalnya, semakin hari omzet penjualan mereka terus menurun sejak sekitar dua bulan lalu.

Menurunnya kualitas karena sayuran tersebut tercemari oleh abu vulkanik yang diakibatkan erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo. Akibatnya, hanya sedikit sekali pasokan sayuran bagus yang dapat dipasarkan di beberapa wilayah di Sumut khususnya Medan.

Pantauan Sumut Pos di Pusat Pasar Sambu Medan, Selasa (12/11) beberapa pedagang mengungkapkan kekhawatiran mereka akan kondisi tersebut. Sebab,  berkurangnya pasokan sayur sudah berlangsung lama, sejak Gunung Sinabung erupsi.

Maulida,  pedagang di Pusat Pasar mengaku hanya bisa pasrah. Sebab, omzet penjualan semakin menipis. Pekan sebelumnya, dia mampu menjual hingga 50 persen dari total pasokan sayuran yang jumlahnya 200 kilogram. Tetapi dalam tiga hari belakangan, hanya sekitar 100

kilogram sayuran dengan berbagai jenis yang mampu didapatnya dari pengepul. Dan dari 100 kilogram tersebut, hanya akan terjual sekitar 70 persennya saja dari pagi hingga sore hari.

“Ketika gunung Sinabung belum bermasalah, saya bisa dapatkan pasokan hingga 300 kilogram dari hanya seorang pengepul langganan saya. Tetapi saat ini hanya dapat sekitar 100 kilogram saja dan itupun dari beberapa pengepul,” ujarnya.

Pantauan Sumut Pos di beberapa pedagang lainnya, harga sayuran memang bertahan mahal. Seperti harga sawi putih yang naik dari Rp8 ribu per kilo menjadi Rp11 ribu per kilogram, sedangkan harga cabe merah  masih bertahan tinggi mencapai Rp 50 ribu per kilogram, padahal normalnya hanya Rp 20 ribu per kilogram. Sementara bawang merah yang mencapai Rp 30 ribu per kilogram, padahal normalnya hanya Rp 18 ribu  per kilogram. Dan sejumlah komoditi horti lainnya.

 

Pedagang menyebutkan, jika mereka mendapatkan pasokan tak hanya dari Brastagi dan centra Karo saja, tetapi juga dari beberapa daerah potensi horti seperti Langkat dan Deliserdang. Dan, pasokan yang didapatkan pun terbilang sangat minim, sebab yang dibawa para distributor juga sangat sedikit.

Kepala Dinas Pertanian Sumatera Utara (Distan Sumut), M Roem mengatakan,  Tanah karo adalah penghasil cabe terbesar di Indonesia, sehingga meletusnya Gunung Sinabung mengakibatkan para petani di wilayah tersebut terancam tak menanam.

“Untuk sayur mayur sendiri di daerah Gunung Sinabung itu hanya ada 3 kecamatan yang benar-benar tidak bisa ditanam, sehingga seluruh penduduknya mengungsi. Sebenarnya ada 12 kecamatan yang paling terkena dampak abu erupsi tersebut. Namun hanya 3 dan ada 4 desa yang harus mengungsi, dan harus meninggalkan pertaniannya,” ungkapnya.

Ditambahkannya, ribuan hectare tanaman yang terkena abu vulkanik, bisa tertolong oleh hujan.  “Belakangankan turun hujan, debu itu akan sirna dengan air hujan. Namun, bila tidak ada hujan tanaman akan mati karena debu itu kan panas, debu yang tebal mengakibatkan bahaya bagi tanaman. Ya, seperti manusia yang nafasnya ke paru-paru aja bisa rusak, sementara tanaman itu nafasnya pakai daun. Jadi kalau daunnya rusak tanaman bisa mati,” katanya.

Pengamat ekonomi Sumatera Utara kKasyful Mahalli mengatakan

Erupsi Gunung Sinabung yang terjadi belakangan ini sangat berpengaruh bagi aktifitas penjualan sayuran di beberapa pasar tradisional di Sumut, khususnya pasar tradisional Medan.

“Tak hanya perekonomian para pedagang pasar, tetapi juga meluas kepada ekonomi Sumatera Utara. Karena sayuran dari centra produksi di Karo ini kan juga diekspor ke negara lainnya,”ujar kasyful yang juga dosen di fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara ini.

Hal ini, katanya, akan mengakibatkan efek domino di berbagai sektor, seperti ke harga kuliner, serta harga kebutuhan pokok. Hal lain yang juga menjadi efeknya adalah dampak terhadap sektor pariwisata Sumut. Sebab, orang di luar wilayah Sumut baik turis domestik maupun mancanegara mungkin hanya memahami bahwa kondisi erupsi ini sebagai bencana alam. Jadi, katanya, jika tak ada sosialisi, maka akan mengkibatkan ada semacam ketakutan bagi para wisatawan untuk berkunjung di Sumut.

Diharapkan Kasyful, Pemerintah harus dapat berperan aktif dalam hal ini. walaupun tak bisa diatasi dalam waktu cepat, seminimalnya harus ada tindakan-tindakan yang berarti seperti operasi pasar, sosialisasi, serta pemberian bantuan. (tri/nit)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/