JAKARTA, SUMUTPOS.CO – PT Freeport Indonesia (PTFI) akhirnya memutuskan membangun fasilitas pemurnian tembaga (smelter) sendiri. Padahal, perusahaan tambang yang berpusat di AS itu sebelumnya menyebut pembangunan smelter tak ekonomis.
Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Sukhyar mengatakan, Freeport bakal menjadi pemegang saham mayoritas dalam pembangunan smelter. Artinya, anak usaha Freeport McMoran itu bakal membangun dan mengoperasikan fasilitas itu sendiri. “Freeport akan bangun smelter. Dia legal entity-nya,” ujar Sukhyar di kantor Ditjen Minerba, Jakarta, kemarin (13/5).
Untuk merealisasikan rencana tersebut, Freeport bakal menggaet PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT). Dua perusahaan itu disebut sudah sepakat. “Mereka sudah sepaham. Tapi soal saham belum sebut angka. Yang jelas, Freeport akan dominan,” ungkapnya.
Sebenarnya, Freeport sudah mempunyai proyek smelter tembaga dengan kapasitas 400 ribu ton per tahun dengan PT Aneka Tambang (Antam). Dalam rencana tersebut, BUMN penghasil emas dan tembaga itu harus bakal membangun smelter yang nantinya mendapat pasokan dari Freeport. Namun, dengan keputusan Freeport, Antam disinyalir bakal tersingkir dari proyek tersebut. Sukhyar pun mengaku saat ini proyek tersebut memang akan dilakukan Freeport.
”Antam nanti tetap akan masuk (terlibat, Red). Cuma seperti apa masuknya kami belum tahu. Yang penting, (proyek, Red) ini bisa maju dulu. Kalau di tengah jalan ada dana masuk ya tidak apa-apa. Kalau sendiri pun kan mereka kuat pendanaannya,” imbuhnya.
Keputusan ini cukup mengejutkan. Pasalnya, Freeport sebelumnya bersikeras tak ingin membangun smelter sendiri. Mereka mengklaim membangun smelter tak ekonomis. Sehingga, mereka mengaku bakal memasok ke smelter pihak ketiga. Muncul isu keterkaitan dengan penawaran di beberapa poin renegosiasi Kontrak Karya (KK). Misalnya, divestasi yang hanya mencapai 30 persen. Namun, Sukhyar menampik anggapan tersebut. “Nggak ada. Poinnya, tidak mungkin dia tidak bangun. Kan pasal 170 itu tidak bisa dihindari. Sudah tertera wajib memurnikan,” jelasnya.
Dia menambahkan, pihaknya saat ini sedang mengevaluasi tingkat progress proyek smelter yang dikerjakan saat ini. Yang dibagi menjadi enam kategori ini akan dibagi berdasarkan berapa dana” yang sudah dihabiskan untuk proyek tersebut. Hal tersebut dikarenakan pihaknya harus memberikan penilain detil dan adil soal kemajuan smelter Indonesia.
”Jadi bukan per fisik. Kalau sudah terlihat fisik kan artinya sudah 60 persen. Tapi, kan ada beberapa yang sudah beli komponen tapi belum dibangun. Itu kan juga sudah keluar uang. Bahkan feasibility studi (uji kelayakan) pun keluar uang. Misalnya keluar uang USD 1 juta. Nah total proyeknya itu USD 2 miliar. Artinya, kemajuan proyeknya baru 0,05 persen,” jelasnya. (bil)