Daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dinilai masih lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga. Mengutip data Bank Dunia, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro menyebut, Indeks Modal Manusia atau Human Capital Index (HCI) Indonesia pada 2018 sebesar 0,53.
Besaran indeks tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 87 dari 157 negara. Di tengah berkembangnya industri 4.0, peringkat tersebut menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pemerintah.
“Indonesia itu (HCI) skornya 0,53, kalau dibaca (angka itu) berarti anak-anak Indonesia yang lahir saat ini, 18 tahun kemudian hanya dapat mencapai 53 persen dari potensi produktivitas maksimumnya. Kalah jauh dari Vietnam 0,67. kalau diliat kondisi ini, berarti SDM Vietnam itu lebih efektif dari tenaga kerja Indonesia,” kata Bambang di kantor Bappenas, Jakarta, Rabu (14/8).
Informasi saja, HCI merupakan salah satu alat untuk mengukur capaian pembangunan SDM suatu negara. HCI sejatinya tidak ada bedanya dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Hanya saja, indeks yang dirilis oleh Bank Dunia lebih detail.
Dalam hal ini, mereka mengukur kualitas SDM dari mulai dari kesehatan anak-anak, remaja, sampai dengan orang dewasa. Selain itu, angka ini juga menunjukkan kuantitas dan kualitas pendidikan yang diharapkan dari anak yang lahir kini pada usia 18 tahun kemudian. Indeks ini biasa digunakan untuk merancang prioritas dan target pembangunan manusia.
Menurut Bambang, diperlukan adanya pembenahan untuk memperbaiki angka HCI. Apalagi saat ini, Indonesia menghadapi era industri 4.0.
Bambang mengatakan, perkembangan industri 4.0 dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Asalkan, SDM Indonesia lebih berdaya saing.
Bappenas memperkirakan, selama 2018-2030, perkembangan industri 4.0 dapat mendongkrak pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) satu-dua persen per tahunnya. Potensi penciptaan lapangan kerja ditaksir lebih dari 10 juta pada 2030.
“Industri 4.0 tidak bisa dihindarkan, apa yang diharapkan dengan manusia Indonesia? tidak bisa kita business as usual. Tetap harus ada terbosoan dan perubahan yang cukup signifikan. Yaitu, dibutuhkan keterampilan khusus, tidak hanya sekadar hapal pelajaran,” bebernya.
Atas dasar itu, Bambang berharap ada kolaborasi antara dunia pendidikan dan usaha. Keterampilan manusia Indonesia bisa didorong, salah satunya melalui kegiatan magang.
“Lima tahun ke depan kita harus menciptakan modal manusia yang membawa Indonesia menjadi negara maju ke depan,” pungkasnya. (jpc/ram)